tirto.id - Ketika pandemi datang dan pembatasan sosial diberlakukan, mobilitas masyarakat jadi lebih rendah ketimbang biasanya. Namun demikian, nyatanya angka kecelakaan lalu lintas tetap tinggi, mencapai 100 ribu kecelakaan sepanjang 2020. Padahal, keselamatan lalu lintas sangat penting mengingat dampaknya bagi pemulihan mobilitas perekonomian Indonesia, baik mikro maupun makro.
Penelitian Transportation Research Procedia (2020) menunjukkan jika tingkat ekonomi masyarakat memiliki pengaruh signifikan pada kecelakaan, kematian, dan cedera lalu lintas dalam jangka panjang. Pada 2017, tingginya kerugian ekonomi akibat kecelakaan lalu lintas berkontribusi menurunkan angka PDB Indonesia sebesar 2,9 sampai 3,1 persen, atau setara dengan kerugian ekonomi Rp205 sampai Rp220 triliun.
Sebelumnya, Bank Dunia juga telah melakukan studi yang menyimpulkan bahwa berkurangnya angka kematian dan cedera lalu lintas dapat menghasilkan pendapatan jangka panjang yang substansial bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah seperti Indonesia.
Hal itu membuat pemerintah, pembuat kebijakan, serta pengendara harus menyoroti infrastruktur jalan, penegakan peraturan lalu lintas, dan langkah-langkah keselamatan yang dapat mengurangi angka kecelakaan.
Tak heran kalau Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan pembangunan infrastruktur, salah satunya di bidang jalan dan jembatan, dalam rangka meningkatkan daya saing, sekaligus menjadi stimulus bagi sektor riil agar tetap bertahan pada masa pandemi. Hingga awal Februari 2021, pemerintah telah membangun 410 km jalan tol dan 831 km jalan nasional senilai Rp53,9 triliun.
Melihat angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia tetap tinggi selama pandemi—yang menurut Mahfud MD menyebabkan kematian sembilan kali lebih banyak daripada corona—maka pemulihan ekonomi tak bisa dilakukan hanya dengan membangun infrastruktur. Kesadaran masyarakat sebagai pengendara dan pengguna jalan akan pentingnya berperilaku selamat juga tak bisa dinomorduakan.
Melanggar Lalu Lintas Karena Sudah Jadi Kebiasaan
Lebih dari satu dasawarsa, PT Asuransi Adira Dinamika Tbk (Adira Insurance) terus mengedukasi masyarakat Indonesia akan risiko dan pentingnya keselamatan di jalan. Melihat tingginya angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia, Adira Insurance menggagas kampanye I Wanna Get Home Safely (IWGHS) yang menggaungkan pesan keselamatan jalan bagi masyarakat luas di Indonesia guna meningkatkan kesadaran berperilaku selamat dan aman di jalan untuk mengurangi angka kecelakaan di Indonesia. Salah satu program unggulan dari kampanye IWGHS adalah Indonesia Road Safety Award (IRSA) yang diadakan setiap tahun.
Khusus tahun 2020, Adira Insurance melakukan beberapa penyesuaian terhadap program mereka. Komitmen dalam memulihkan perekonomian pasca pandemi dititikberatkan kepada peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya berperilaku selamat dan aman saat berada di jalan. Sebab itu, Adira Insurance petakan profil keselamatan berkendara di 15 kota di Indonesia melalui Road Safety Behavior Research (RSBR).
Riset ini merupakan pengembangan dari IRSA dengan berfokus pada perilaku masyarakat dan studi yang lebih komprehensif. Riset ini dilakukan dengan pendekatan survei kuantitatif kepada 1.527 responden di mana 606 di antaranya adalah pengguna mobil, dan 921 pengguna sepeda motor.
RSBR 2020 mendapati bahwa indeks keselamatan berkendara di Indonesia adalah 76 persen. Selain itu, mayoritas pengendara di Indonesia sudah memiliki pengetahuan atau knowledge memadai tentang keselamatan berkendara (indeks 87 persen), diikuti oleh aspek sikap atau attitude (83 persen). Namun, yang jadi masalah adalah kebiasaan atau behavior yang memiliki indeks terendah (58 persen).
Bisa disimpulkan bahwa terdapat jurang yang dalam antara knowledge dan attitude dengan behavior. Buat pengendara di Indonesia, pengetahuan dan sikap yang positif tidak lantas diikuti dengan kebiasaan yang baik pula di jalan.
Beberapa kebiasaan buruk yang didapati dari pengendara Indonesia antara lain adalah suka mengerem mendadak, berhenti pada area yang dilarang (meski sudah ada rambu yang jelas), melaju lebih dari 25 km/jam di jalan perumahan dan 50 km/jam di jalanan kota, berbicara ketika mengemudi, dan tidak mengecek kendaraan sebelum berkendara.
Sementara itu, beberapa behavior buruk lainnya adalah menggunakan telepon seluler ketika mengemudi, jalan melawan arah, dan tidak memberikan tanda ketika ingin belok. Beberapa alasan yang membuat pengendara melakukan kebiasaan buruk tersebut juga cukup klise, yaitu karena terburu-buru (70,8 persen), tidak melihat rambu (49,4 persen), jalanan sepi sehingga menganggap aman untuk melanggar (48,8 persen), dan tidak ada polisi (44,9 persen).
Kebiasaan-kebiasaan buruk di atas bukan hanya berisiko bikin seorang pengendara celaka, namun juga mencelakakan pengendara lain dan orang-orang di sekitar jalan. Secara umum, pengendara sepeda motor cenderung tidak patuh dibandingkan dengan mobil.
RSBR juga menyebut tiga kota yang memiliki indeks tinggi (artinya baik), yaitu Malang, Banjarmasin, dan Balikpapan. Sebaliknya, tiga kota dengan indeks terendah (buruk) adalah Denpasar, Samarinda, dan Palembang.
Melalui riset di atas, Adira Insurance berharap dapat membantu mendefinisikan indeks keselamatan berkendara serta mengukur risiko dari perilaku masyarakat Indonesia saat berada di jalan. Risiko dalam temuan ini tentunya harus dikelola bersama untuk mewujudkan keselamatan jalan yang lebih baik di Indonesia.
Direktur Adira Insurance, Wayan Pariama, mengatakan, “Keselamatan jalan merupakan tanggung jawab kita bersama. Kami senantiasa berkomitmen untuk dapat berkontribusi dalam mendukung dan menggalakkan peningkatan keselamatan jalan di Indonesia dengan menggandeng pemerintah, pembuat kebijakan, lembaga sosial masyarakat hingga komunitas dalam merumuskan penerapan keselamatan jalan dan mewujudkan keselamatan berkendara yang semakin baik dari waktu ke waktu.”
Secara umum, pengguna jalan menilai situasi keamanan dan keselamatan di Indonesia agak kurang memuaskan. Maka dari itu, ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk menciptakan masyarakat yang bisa mengelola risiko di jalan. Pertama, kesiapan diri sebelum berkendara seperti kondisi badan sehat dan tidak mengantuk. Kedua, kesiapan perlengkapan dan alat saat berkendara.
Ketiga, kesiapan proteksi dan finansial jika terjadi risiko dalam berkendara, seperti risiko kecelakaan, risiko kerugian materiil, hingga risiko kematian yang bisa menimpa siapa saja. Maka penting agar pengguna jalan punya asuransi seperti Adira Insurance, yang mampu memberikan perlindungan dari berbagai risiko tidak terduga selama di jalan.
Jika semua itu sudah kamu lakukan, maka kamu sudah siap untuk berkendara. Selalu hati-hati di jalan, dan senantiasa ingat kata-kata mutiara di bak truk: Rejeki wajib dicari, musibah harus dihindari!
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis