tirto.id - Tiga bulan setelah menyatakan dukungan kepada Ridwan Kamil sebagai cagub, kini Golkar mencabutnya.
Selang empat hari setelah ditetapkan sebagai ketua umum Partai Golkar, pada Minggu (17/12/2017) Airlangga Hartarto membuat kebijakan yang bikin panas jalannya Pemilihan Gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar) 2018: mencabut dukungan Golkar untuk Ridwan Kamil sebagai calon gubernur di tanah pasundan tersebut.
Kebijakan itu disampaikan melalui surat bernomor R-552/Golkar/XII/2017. Secara resmi, itu ditandatangani, selain oleh Ketua Umum Golkar Airlangga Hartanto, juga oleh Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham. Dalihnya, laki-laki yang akrab disapa RK itu tidak kunjung menetapkan calon wakil gubernur (cawagub) yang akan mendampinginya.
"Namun sampai dengan batas waktu yang ditetapkan yaitu tanggal 25 Nopember 2017 (bahkan sampai dengan saat ini), Sdr. M, Ridwan Kamil. Calon Gubernur Provinsi Jawa Barat yang diputuskan Partai GOLKAR belum memutuskan calon Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Barat sebagai mana surat Nomor : R-485/GOLKAR/X/2017," tulis surat tersebut, seperti diterima Tirto.
Melihat Cawagub Lain Selain Daniel
Antara Golkar, RK, dan Pilgub Jabar 2018 terajut benang cerita yang diwarnai polemik dan intrik.
Mulanya Golkar menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Jawa Barat yang saat ini menjabat Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, sebagai orang yang bakal diusung sebagai cagub di Pilgub Jabar 2018. Kemudian, tiba-tiba, pada Jumat (22/9/2017) beredar surat Dewan Pusat Partai (DPP) Golkar. Isinya menetapkan RK sebagai cagub Pilgub Jabar 2018. DPP Golkar menghempaskan Dedi Mulyadi, dan beralih mendukung RK.
Dalam surat itu, Golkar mengusulkan Daniel Muttaqien Syafiuddin sebagai cawagub pendamping RK. Daniel bukan orang baru di Golkar. Dia merupakan Anggota Dewan Penasihat Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG). Sedangkan, bapaknya adalah Bupati Indramayu yang menjabat selama dua periode (2000-2010), Irianto MS Syafiuddin atau yang akrab disapa Yance.
Untuk dimajukan dalam pertarungan politik elektoral, Daniel punya modal jabatan Anggota DPR untuk Daerah Pemilihan Jawa Barat VIII (Kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Indramayu). Saat Pemilihan Legislatif (PIleg) 2014 Daniel mendapat 91.958 suara.
Sosoknya juga bisa mengimbangi kekurangtenaran RK di daerah yang kerap disebut wilayah Pantai Utara (Pantura) Jabar tersebut.
Namun, seperti yang telah dijelaskan di muka, tiga bulan setelah Golkar resmi mengusung RK, partai berlambang beringin itu menghempaskan RK juga. Kepada Antara, RK mengungkapkan akan mencari tahu kebenaran keputusan tersebut kepada DPP Golkar.
"Nanti saya akan mengkonfirmasi ke Pak Sekjen (Idrus Marham), apakah benar tidaknya. Kalau sudah nanti ada kabar, pastilah media juga di-update. Jadi statement saya terkait isu Golkar ini adalah begitu," ujar RK, Senin (18/12/2017).
Sebenarnya, sebelum mendapat dukungan dari Golkar, RK telah mengantongi surat rekomendasi dari PPP, PKB, dan Nasdem. Baik PPP maupun PKB sama-sama mengajukan kadernya masing-masing untuk menjadi cawagub pendamping RK.
PKB mengajukan nama Syaiful Huda. Dia merupakan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB. Pada Pileg 2014, dia mencalonkan diri sebagai anggota DPR Dapil II Jabar tetapi dia kalah suara.
Sementara PPP mengajukan Uu Ruzhanul Ulum. Dia adalah Bupati Tasikmalaya yang menjabat dua periode, sejak 2011 hingga sekarang. Pada Pemilihan Bupati (Pilbup) Tasikmalaya, Ruzhanul berpasangan dengan politisi PDIP, Ade Sugianto. Keduanya mendapat 263.099 suara (32,25%).
Dalam Pilbup Tasikmalaya 2016, Ruzhanul kembali berpasangan dengan Ade Sugianto. Keduanya menjadi pasangan calon tunggal dan mendapat dukungan 500.908 suara (67,35%). Jumlah suara yang didapat Ruzhanul bisa menjadi modal yang cukup untuk maju sebagai cawagub. Angka itu jauh jauh di atas suara yang diperole Daniel pada Pileg 2014.
Ternyata RK bermaksud menyelenggarakan konvensi untuk menentukan cawagub yang tepat. Menurut peneliti politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Asep Warlan Yusuf menilai langkah tersebut kurang tepat.
"Kalau menurut saya pelaksanaan konvensi tidak ada jaminan akan menghasilkan calon terbaik. Adanya intervensi dari partai politik pengusung bisa menghasilkan kandidat terpilih yang tidak sesuai harapan dan kebutuhan Emil, juga masyarakat. Bisa enggak dijalankan cukup jujur dan terbuka," ujar Asep kepada Antara.
Kerja Mesin Koalisi Politik di Jabar
"Ini, kan, kembali ke titik nol. Dulu kami sudah sejalan dengan PDIP, tentunya kembali ke situ juga."
Kalimat itu diucapkan Idrus Marham sehari setelah Golkar mencabut dukungannya kepada RK. Kata-kata itu juga menyuratkan terbukanya Golkar berkoalisi dengan PDIP di Pilgub Jabar 2018.
Meski Idrus menyatakan Golkar dan PDIP “dulu kami sudah sejalan”, sebenarnya keduanya tidak pernah berkoalisi pada Pilgub Jabar 2008 dan 2013. Pasangan calon yang diusung keduanya pun selalu kalah oleh kandidat yang diusung Gerindra dan PKS.
Untuk menghadapi Pilgub Jabar 2018, baik PDIP dan Golkar memiliki mesin politik yang tersebar di seluruh Jabar: kader partai yang menduduki jabatan bupati dan walikota.
Dari 27 kabupaten dan kota yang di Jabar, 14 di antaranya dipimpin oleh kader PDIP dan Golkar. Kader PDIP menjadi bupati Kuningan, Cirebon, Majalengka, Pangandaran, Bandung Barat. Sedangkan kader Golkar menjadi bupati Sukabumi, Bandung, Cianjur, Sumedang, Subang, Purwakarta, Bekasi dan walikota Bekasi serta Banjar.
Sementara itu, kader PPP menjadi bupati Tasikmalaya, Ciamis, dan walikota Kota Tasikmalaya. Sedangkan, Gerindra punya kader yang jadi bupati Garut dan kader PKS menjadi walikota Depok.
Kepada Tirto, Dedi Mulyadi pernah mengatakan betapa krusialnya posisi kepala daerah dalam politik elektoral. "Jauh lebih strategis dukungan dari berbagai kepala daerah (bupati/wali kota) ketimbang jumlah kursi di DPRD I," ujar Dedi.
Dedi Mulyadi, Ketua DPD Golkar Jawa Barat, kembali mencuat namanya setelah pencabutan rekomendasi Golkar kepada RK.
Kepada Tirto, Sekretaris DPD PDIP Jawa Barat Abdy Yuhana menyatakan setelah Golkar mendukung RK, komunikasi antara PDIP dan Golkar untuk Pigub Jabar 2018 terhenti.
“Kita tahu Partai Golkar sudah usung Ridwan Kamil dan Daniel Muttaqien, artinya secara kelembagaan partai, komunikasi kami juga terhenti. Soal Dedi tentunya kami melihat bagaimana dinamika internal partai,” ujar Abdy, Senin (28/11/2017).
Namun kini situasi menjadi lain karena Golkar sudah resmi mencabut rekomendasi untuk RK.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto memberikan sinyal positif untuk Dedi. Dia menilai gagasan Dedi yang disampaikan di acara Curah Gagasan PDIP Jabar dibutuhkan untuk membangun Jawa Barat.
Itu berbeda kala Hasto berkomentar mengenai RK. Kepada media, Hasto menyebut RK memang populer tetapi kinerjanya "tak cukup cemerlang". Dia juga menyayangkan sikap RK menerima pinangan Nasdem tanpa melakukan dialog terlebih dahulu.
"Karena Pak Ridwan Kamil yang sudah mengajukan diri sebagai gubernur, ya sudah. Itu hak beliau. Hanya, dalam hal ini, kolektivitas partai lewat dialog harus diutamakan. Ini yang harus dilihat sebagai sikap," ujar Hasto.
Namun, di lain pihak, secara personal ,relasi Jokowi dan RK tampak dekat. Sejak 2014 sampai 31 Oktober 2017, Presiden Jokowi telah mengunjungi Kota Bandung sebanyak 10 kali. Bandung menjadi kota yang paling sering dikunjungi Presiden Jokowi.
"Beliau sedikit bertanya saja. Arahannya, saya (diminta) melakukan yang terbaiklah. Karena saya dan beliau ini mirip-mirip (karier politiknya): datang dari entrepreneur, lalu datang dari wali kota," ujar RK.
Jika Dedi Mulyadi mampu menang, tentu PDIP-Golkar memiliki satu pengaman suara untuk Pileg dan Pilpres 2019. Juga, jika RK menang, kedekatannya dengan Jokowi, selama bisa terus dirawat dan dijaga, memberi keuntungan bagi laju Jokowi di Pilpres 2019.
Di sini letak relasi antara PDIP, Golkar, dan Jokowi pada Pilgub Jabar 2018. Cagub mana pun yang menang, baik Dedi Mulyadi atau RK (tanpa dukungan PDIP-Golkar), Jokowi punya posisi yang lebih diuntungkan.
Kendati demikian, jangan lupa, masih ada Deddy Mizwar. Wakil Gubernur Jawa Barat ini didukung oleh PKS, Demokrat dan PAN. Mengalahkan kandidat yang diusung oleh PKS, yang sudah menguasai Jawa Barat selama dua periode, bukan perkara mudah.
Cerita tentang Pilgub Jabar masih akan berlangsung panjang. Juga seru.
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Zen RS