Menuju konten utama

Menanti Manuver Dedi Mulyadi Usai Didepak Golkar

Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta sekaligus Ketua DPP Golkar Jawa Barat, tidak dipilih untuk maju di Pilkada Jawa Barat 2018. Apa langkah yang akan ia ambil?

Menanti Manuver Dedi Mulyadi Usai Didepak Golkar
Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Dedi Mulyadi harus menerima kenyataan pahit didepak partainya sendiri dari bursa Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. Ia tersingkir setelah jajaran DPP Partai Golkar lebih memilih Ridwan Kamil (RK) dan Daniel Muttaqien Syaifuddin sebagai calon mereka di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat 2018.

Keputusan DPP Golkar mengeliminasi nama Dedi jelas mengundang tanya. Sebab pada 1 Agustus 2017 lalu, rapat tim Pilkada DPP Golkar mantap merekomendasikan Dedi sebagai Bakal Calon Gubernur atau Wakil Gubernur Jawa Barat. Saat itu Dedi--yang merupakan Ketua DPD I Golkar Jawa Barat--disanjung dan dipuji sebagai kader berprestasi.

Misalnya apa yang dikatakan Idrus Marham. Sekretaris Jendral DPP Partai Golkar ini menyatakan Dedi merupakan satu-satunya kader yang paling layak diusung partai. Menurutnya, Dedi mampu membawa Golkar meraih suara tertinggi kedua di Pemilu 2014.

"Kami pastikan hanya Dedi Mulyadi. Elektabilitas partai ini tinggi di Jawa Barat, itu prestasi," kata Idrus di Kantor DPP Partai Golkar Jalan Anggrek Nelly Murni, Slipi, Jakarta Barat.

Tak cuma itu, Idrus mengatakan keputusan partai merekomendasikan nama Dedi juga lantaran elektabilitasnya yang terus bergerak positif. "Akselerasi dia sebagai kader itu sangat cepat, pengaruhnya terhadap elektabilitas pribadinya juga besar, bersaing, dan kecenderungannya terus naik," puji Idrus.

Senada dengan Idrus, Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid juga memastikan rekomendasi terhadap Dedi sudah final. Ia bahkan menjanjikan komunikasi politik ke sejumlah partai agar Dedi bisa benar-benar berkontestasi di Pilgub. Ini karena kursi Golkar di DPRD Jawa Barat tidak mencukupi untuk mengusung calon sendiri, sehingga mereka mesti mencari mitra koalisi.

"Untuk Partai Golkar, clear, kami ada saudara Dedi Mulyadi. Tetapi karena Jawa Barat ini memengaruhi konstelasi politik nasional, tentu harus ada komunikasi, lobi-lobi yang dibangun," kata Nurdin.

Untuk memajukan calon, partai harus memiliki setidaknya 20 kursi di DPRD. Sementara Golkar hanya menguasai 17 kursi.

Baca juga: Pilgub Jabar 2018: Diprediksi Diikuti 3 Pasangan Cagub-Cawagub

Surat yang Kontroversial

Jumat 22 September 2017 salinan surat berkop DPP Partai Golkar beredar di grup WhatsApp sejumlah wartawan. Bunyi verbatim putusan suratnya seperti ini: "Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar menetapkan dan mengesahkan: Sdr. H. MOCHAMAD RIDWAN KAMIL, S.T., M.U.D sebagai calon Kepala Daerah berpasangan dengan Sdr. H. Daniel Mutaqien Syaifuddin, S.T., sebagai calon Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Barat yang diusung Partai GOLKAR dalam Pilkada serentak Putaran ke-3 tahun 2018."

Surat itu menjadi kontroversial karena sejumlah hal. Pertama, tidak ada nomor, tanggal, dan stempel. Kedua, surat itu ditandatangani langsung oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto yang ketika itu dikabarkan sedang mengalami sakit serius sehingga mesti menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Ketiga, Idrus yang sebelumnya menyampaikan dukungan kepada Dedi juga ikut membubuhkan tanda tangan persetujuan.

Tirto sempat meminta tanggapan Dedi. Ia mengaku heran dengan isi keputusan surat itu. Sebab ia merasa elektabilitasnya lebih baik dibandingkan Daniel sehingga lebih pantas diusung partai di Pilgub Jawa Barat. "Kalau bicara logika kepartaian yang pertama diutamakan elektabilitas. Ya walau saya relatif belum memuaskan tapi sudah masuk tiga besar. Ya mungkin di Jakarta punya pandangan berbeda," kata Dedi seolah mengamini bahwa isi surat itu benar adanya.

Bupati Purwakarta ini juga mempertanyakan pertimbangan partai yang dijadikan dasar pengambilan keputusan. Sebab sejak keputusan 1 Agustus 2017, DPP tidak pernah merekomendasikan nama lain di luar dirinya. Apalagi saat surat itu beredar Novanto dikabarkan sedang sakit. "Pak Setnov kan sakit jantung. Baru operasi kateter, apa mungkin orang yang sakit jantung masih memikirkan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat?" ujar Dedi.

"Ini menyangkut 46 juta penduduk Jawa Barat dan masa depan Golkar di Jabar sendiri," katanya.

Idrus Marham yang dikonfirmasi wartawan juga membantah kebenaran isi surat itu. "Enggak mungkin kita keluarkan surat tanpa stempel, tanpa nomor surat, dan tanpa tanggal," kata Idrus di DPP Golkar.

Baca juga: Pilgub Jabar 2018: Dedi Mulyadi Terima Sinyal Positif dari PDIP

Mengapa Ridwan-Daniel?

Simpang siur salinan surat DPP Partai Golkar akhirnya terjawab pada Jumat (29/10) lalu. Di kantor DPP Golkar, Idrus menyatakan partainya resmi mengusung nama Ridwan Kamil dan Daniel sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. Persis seperti isi surat yang sebelumnya sempat ia bantah.

Mengapa DPP Golkar akhirnya memilih mengeliminasi Dedi dan menggantinya dengan sosok Daniel Muttaqien Syaifuddin?

Di kalangan para pewarta politik, nama Daniel relatif tidak terlalu terdengar. Kiprahnya sebagai anggota DPR RI tidak terlalu menonjol. Ia tak masuk dalam jajaran struktur pengurus DPP Golkar. Popularitas dan elektabilitas Daniel juga tidak pernah masuk dalam radar lembaga survei.

"Dia (Daniel) anggota DPR RI, Ketua DPR Golkar Indramayu, anaknya Yance," kata Dedi Mulyadi.

Yance ialah nama lain dari Irianto MS Syafiuddin, mantan Bupati Indramayu dua periode, 2000-2010. Saat Pilgub Jawa Barat 2013 berlangsung, Golkar mencalonkan Yance sebagai gubernur bersama mantan Bupati Tasikmalaya Tatang Farhanul Hakim. Namun pasangan ini hanya berhasil menduduki urutan keempat dengan perolehan 2.448.358 suara atau 12.17 persen dari suara sah.

Meski gagal memenangkan Pilgub Jawa Barat 2013, bukan berarti karier politik Yance selesai. Ia lolos sebagai calon legislatif DPRD Jawa Barat dengan perolehan suara terbanyak, yakni 162.103 suara. Dukungan kepada Yance datang dari daerah pemilihan 10 yang meliputi tiga kota di kawasan pesisir pantai utara Jawa (pantura), Indramayu, Cirebon, dan Kota Cirebon. Sekarang Yance menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Jawa Barat.

Sukses politik Yance mewaris kepada Daniel. Mantan anggota DPRD Jawa Barat periode 2009-2014 ini berhasil melaju ke DPR RI dengan perolehan suara 91.958. Seperti halnya sang ayah, Daniel juga memperoleh dukungan kuat dari basis pemilih pantura: Indramayu dan Cirebon.

Kekuatan politik Yance dan Daniel yang mengakar di kawasan Pantura pada akhirnya menjadi salah satu alasan mengapa DPP Golkar lebih memilih Daniel ketimbang Dedi. Daniel diharapkan bisa mengisi celah dukungan RK yang relatif unggul di kawasan Priangan, tetapi lemah di kawasan Pantura.

"Kami berharap Daniel sebagai orang yang mengakar di wilayah Pantura memberikan kontribusi elektoral kepada RK. Ini kan penting juga dalam politik representasi," kata Wakil Sekretaris Jendral DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily kepada Tirto, Minggu (29/10).

Ace membantah putusan 1 Agustus 2017 sudah bersifat final. Menurutnya rekomendasi kepada Dedi saat itu agar ia bekerja lebih intensif menaikkan elektabilitas. Namun DPP melihat Dedi gagal melakukannya. "Setelah kami melakukan survei, ternyata kok RK elektabilitasnya selalu tinggi," kata Ace.

Baca juga: Gerindra Belum Rilis Kandidat Nama Calon di Pilkada 2018

Faktor lain yang menjadi alasan Golkar mengeliminasi nama Dedi adalah karena ia enggan dipasangkan dengan calon nonpartai. Keinginan Dedi jelas bertentangan dengan status RK yang elektabilitas surveinya dinilai DPP Golkar lebih moncer—namun belum tercatat sebagai kader partai. "Pertama memiliki struktur organisasi yang baik artinya dari kepartaian memiliki struktur yang baik sampai ke tingkat desa bahwa dia representasi parpol," kata Dedi tentang kriteria calon pendampingnya.

Pasca-dukungan DPP Golkar kepada RK-Daniel, Dedi tampak gencar melakukan manuver politik lintas partai. Kemarin misalnya, ia menghadiri peringatan Sumpah Pemuda yang digelar DPD PDI Perjuangan Jawa Barat di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung.

Ia juga tak segan mengakui upayanya melobi PDIP, Hanura, dan Gerindra demi meraih tiket pencalonan. Pada bagian lain, pengurus DPP PDI Perjuangan juga memberikan sinyal positif terkait kemungkinan mencalonkan Dedi di Pilgub Jawa Barat. "Kami membutuhkan gagasan untuk membangun Jawa Barat, gagasan yang memahami kebudayaan," kata Sekjen PDIP, Hasto Kristianto.

Lantas, apakah Dedi yang notabene merupakan kader tulen Golkar dan berstatus sebagai Ketua DPD I Golkar Jawa Barat bakal maju di Pilgub Jawa Barat dengan dukungan partai lain? "Nanti Senin saya akan gelar konferensi pers," ujar Dedi saat hendak dikonfirmasi Tirto hari ini.

Baca juga artikel terkait PILGUB JABAR 2018 atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Politik
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Rio Apinino