tirto.id - Walikota Bandung Ridwan Kamil (RK) mengupayakan pencegahan terorisme dengan metode penyisiran warga di setiap RT RW melalui rapat antar warga.
Nantinya, dikatakan Ridwan, penyisiran dilakukan seperti rapat warga sehingga warga yang tidak mau bergaul, tidak mau diajak bersosialisasi, akan dilakukan pengecekan dan diberi penilaian dari pihak RT RW.
“Kepada mereka yang tidak mau bergaul, mereka yang tidak mau bersosialisasi masuk dalam buku kuning dan patut dicurigai. Dengan cara pagar betis, penyisiran masyarakat sendiri, benih terorisme bisa dibereskan dengan cara-cara masyarakat,” ungkap RK usai berbuka puasa bersama dengan Partai Nasdem, di Kantor DPP Nasdem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu malam (28/5/2017).
Sementara itu, pengamat teroris dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib menyambut positif langkah yang akan diambil RK. Alasannya, Ridwan menjelaskan bahwa salah satu kemampuan teroris itu yakni beraksi dimana selama persiapan aman dari warga masyarakat. Para teroris tersebut, lanjut dia, biasanya eksklusif, menutup diri dari warga dan komunitas lainnya.
“Kalau RK mau mengadakan semacam sapa warga per-RT seperti itu saya kira positif-positif saja ya. Justru malah bagus karena database per-RT menjadi lebih baik dan sebaiknya memang tidak hanya Bandung saja, kota-kota lain juga dilakukan hal yang sama,” ungkap dia saat dihubungi Tirto, Senin (29/5/2017).
Ridwan menyarankan, agar Pemerintah Kota Bandung tidak membeda-bedakan masyarakat pedesaan dan perkotaan untuk upaya penyisiran terorisme kendati biasanya teroris bersembunyi di kampung-kampung, kost-kostan, rumah petak, atau kontrakan yang tidak terlalu mahal. Intinya, lanjut dia, mereka biasa tinggal di rumah pinggiran, dan biasanya tinggal tidak lama, mungkin kontrak 2-3 bulan pindah, tidak menetap secara permanen di satu tempat dalam waktu yang lama.
Menurut dia, kelompok terorisme tersebut merupakan sebuah jamaah, Jamaah Anshorut Dauriyah (JAD) dimana mereka hidup berjamaah dan saling menanggung, saling menopang antar anggota jamaah itu baik dari segi ekonomi, segi profesi dan keuangan. Karena itu biasanya mereka saling terkait antar satu kelompok orang dengan kelompok lain.
“Mereka akan saling tahu, istri-istrinya saling kenal suaminya, jadi bukan berupa sel-sel yang terpisah-pisah seperti itu. Nah kalau kemudian RK mau pengecekan ke warga, saya kira memang harus dengan pendekatan yang lebih baik, tidak ada intimidasi. Semacam acara santai dengan RT RW dan kunjungan dari rumah ke rumah sehingga orang yang dikunjungi tidak terganggu privasinya,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan diri bahwa ia mendukung orang-orang yang baru dicurigai untuk langsung ditangkap. Karenanya, ia menganjurkan untuk pemerintah dan DPR segera menyelesaikan RUU nomor 15 tahun 2003 tentang terorisme. Terutama, terkait pasal persiapan yang belum diatur dengan UU yang sekarang.
“Yang paling utama polisi tidak bisa melakukan penangkapan dengan orang yang baru dicurigai. Karena memang pasal-pasalnya tidak mengatur secara spesifik, jadi orang-orang yang diduga melakukan sesuatu tidak bisa serta merta ditangkap. Dan kemudian apalagi ketika itu terjadi biasanya ada tudingan polisi melanggar HAM dan sebagainya. Jadi ini memang dilematis,” ujar dia menambahi.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan hal yang sama, bahwa ia menghendaki adanya kriminalisasi sejumlah perbuatan awal terorisme dalam revisi UU nomor 15 tahun 2013 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Tito menganggap, diperlukan tindakan hukum terhadap proses persiapan seorang teroris sebelum mereka beraksi. Ia juga berharap untuk proses RUU tersebut dipercepat.
"Kita menghendaki ada kriminalisasi sejumlah perbuatan awal. Peristiwa Rabu malam mereka bilang jihad, tapi bagi kita itu adalah tindak pidana terorisme. Konsep mereka tidak ada jihad tanpa i'dad jihad (persiapan)," ujar dia di RS Polri Kramatjati, Jumat (26/5/2017).
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Maya Saputri