Menuju konten utama

Rezeki Ziarah di Hari Raya

Cerita orang-orang yang berkhidmat dan mencari rezeki di TPU Sirnaraga.

Rezeki Ziarah di Hari Raya
Ilustrasi Ziarah Kubur. Foto/Istimewa

tirto.id - Awan mendung bergelayut di atas langit Kota Bandung. Arus keluar-masuk pemudik mulai terlihat di jalan-jalan protokol, termasuk di Jalan Pajajaran. Di jalan inilah terdapat sebuah Taman Pemakaman Umum (TPU) Muslimin Sirnaraga, sebuah kompleks pemakaman muslim tertua di Kota Bandung.

Lokasinya terletak tak jauh dari Bandar Udara Husein Sastranegara, bahkan antara sisi barat TPU Sirnaraga dengan runway bandara hanya dibatasi oleh Jalan Citepus. Tidak diketahui siapa yang pertama kali menamakan TPU ini dengan nama Sirnaraga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sirna memiliki arti "hilang" atau "lenyap", sedangkan kata raga memiliki arti “tubuh”.

Secara harfiah, Sirnaraga memiliki arti “raga yang lenyap”. Frase yang rasanya begitu cocok dengan fungsinya sebagai tempat peristirahatan terakhir raga-raga tak bernyawa yang (me)lenyap di/ke dalam tanah.

Saat saya baru memakirkan motor di dekat pintu masuk, seorang ibu yang mengenakan masker menegur dan meminta tolong. “Mas, bisa tolong saya? Saya gak bawa uang, udah capek jalan dari Pasar Ciroyom,” ujarnya sambil agak memelas.

Setelah menerima sejumlah uang, ia berjalan menjauhi pintu masuk. Beberapa langkah menuju pintu masuk, seorang pria bertopi yang berjualan bunga tabur berujar “Ah A, dia mah udah biasa minta uang kayak gitu,” sambil tersenyum.

Ia mengenalkan dirinya. Namanya Didi. Selain berjualan bunga tabur, ia juga memiliki usaha tambal ban yang bersebelahan dengan jongko bunga taburnya. Hari itu H-3 idul fitri, namun hanya ia saja yang terlihat berjualan bunga tabur. Meja lain yang biasanya diisi oleh para penjual bunga terlihat kosong.

“Nanti baru rame pas hari Lebaran sampai hari ketujuh. Tukang bunga bakal ngejajar di deket sini,” ujarnya.

Menurut pengakuan Pak Didi, di hari-hari ramai itu, ia bisa mendapat pendapatan hingga 10 kali lipat dibanding hari-hari biasanya. Ya, momen lebaran menjadi puncak penjualan bunga tabur yang biasa ia jual. Saat sedang asyik berbincang, Pak Didi kedatangan pengendara motor yang mengalami bocor ban. Sebelum pria paruh baya itu pamit dan kemudian mempersiapkan peralatan menambal bannya, ia menyarankan untuk masuk ke kompleks makam, melihat langsung kondisi TPU Sirnaraga menjelang lebaran.

Sesuai dengan apa yang diutarakan Pak Didi, kondisi TPU Sirnaraga memang tidak terlalu ramai. Di jalan utama makam dekat pintu masuk terlihat warga sekitar yang sedang beraktivitas. Hanya terlihat satu atau dua orang saja yang datang untuk berziarah, kalah ramai dengan jumlah pesawat yang berlalu-lalang terbang rendah atas puluhan ribu makam. Di ujung jalan terlihat sebuah makam berpagar hitam dengan plakat besar bertuliskan nama “Rd. Gatot Mangkoepradja”.

Ia adalah tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang juga merupakan kawan dekat Presiden Sukarno. Keduanya, bersama Maskun dan Supriadinata, pernah dijebloskan ke dalam Penjara Banceuy dan diadili di Gedung Landraad. Saat diadili itulah Presiden Sukarno membacakan pledoinya yang terkenal: Indonesia Menggugat.

Infografik Rezeki di hari raya

TPU Sirnaraga menjadi peristirahatan terakhir beberapa dan tokoh dan artis nasional. Selain Gatot, ada juga Soeratin Sosrosrosoegondo (pendiri dan Ketua Umum PSSI pertama) dan Milica Adjie, istri dari Letnan Jenderal Ibrahim Adjie. Sedangkan dari kalangan artis, ada nama Nita Tilana, yang juga merupakan kakak dari Armand Maulana dan ada juga Poppy Mercury, seorang penyanyi yang terkenal di era 90-an.

Tak jauh dari makam Gatot Mangkoepradja, terlihat kesibukan yang dilakukan para penjaga makam. Dua orang penjaga makam sedang mengecat makam sebuah keluarga, dengan pengawasan seorang pria berkemeja. Tiga orang lain sedang menyikat makam agar terlihat bersih. Di seberangnya terlihat seorang pria yang kira-kira berusia 30-an sedang memotong rumput di atas makam.

Sambil membawa sapu lidi dan gunting rumput, seorang penjaga makam menghampiri sambil bertanya dalam bahasa Sunda: “Milarian makam saha, Kang? (Mencari makam siapa, Kang?)”. Setelah menjelaskan maksud kedatangan, ia kemudian menyambut jabatan tangan sambil mengenalkan namanya. “Saya Deni, penjaga makam di blok sekitar sini,” ujarnya.

Kesibukan para penjaga makam seperti ini memang sudah biasa, terutama saat menjelang lebaran. Tanpa diminta, mereka rutin membersihkan makam-makam di blok yang menjadi tanggung jawabnya.

“Kadang keluarga juga yang khusus minta buat bersihin atau ngecat makam kayak yang di sana. Mereka kontak langsung, soalnya udah pada punya nomor masing-masing penjaga makam di bloknya,” begitu penjelasan dari Pak Deni dengan logat Sundanya. TPU Sirnaraga biasanya ramai dua kali dalam setahun, keduanya terkait dengan puasa dan libur Hari Raya Idul Fitri.

“Sebelum ziarah lebaran, di sini juga rame pas lagi munggahan,” akunya. Namun menurut Deni, keramaiannya masih kalah dibanding pada saat lebaran. Pada saat itulah peziarah kesulitan untuk berjalan di lingkungan pemakaman.

“Soalnya yang dari luar kota pada ngahajakeun (menyengajakan) datang, mumpung mudik mungkin,” tambahnya.

Pendapatnya tersebut merupakan hasil pengamatannya sendiri. Kebetulan Deni adalah warga asli di lingkungan sekitar makam. Maka saat hari raya idul fitri tiba ia selalu berada di TPU Sirnaraga untuk bertugas. Saat ditanya seberapa besar peningkatan pendapatannya saat Hari Raya Idul Fitri tiba, ia menolak untuk menjawabnya secara lebih rinci.

“Yang pasti, mah, lebih gede, Kang. Besarnya tergantung dari berapa banyak makam yang diurus di satu blok itu,” jawab Deni agak malu-malu.

Deru suara mesin maskapai penerbangan domsestik berlogo singa sejenak menghentikan obrolan yang tengah berlangsung. Deni kemudian meminta izin untuk pamit. “Punten, Kang, saya mau lanjut bersihin makam lagi,” ujarnya.

Idul fitri menjadi berkah bagi mereka yang merayakan. Selain memperoleh kemenangan secara spritiual bagi mereka yang berpuasa sebulan penuh, lebaran menjadi kemenangan juga secara ekonomi bagi para pencari nafkah di kompleks pemakaman seperti Pak Didi dan Pak Deni. Semakin banyak peziarah yang datang, semakin besar juga peluang mereka untuk mendapatkan pendapatan lebih besar dibanding hari-hari biasanya.

Baca juga artikel terkait IDUL FITRI atau tulisan lainnya dari Arya Vidya Utama

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Arya Vidya Utama
Penulis: Arya Vidya Utama
Editor: Zen RS