tirto.id - Lou Bloom (Jake Gyllenhaal) awalnya seorang pencuri. Dia mencuri apapun yang dia bisa, dari kawat sepanjang rel kereta sampai sepeda.
Sebenarnya Bloom ingin bekerja secara normal, sayangnya tidak ada yang ingin mempekerjakan pencuri.
Pada sebuah perjalanan pulang, dia melihat ada sebuah kecelakaan. Bloom memutuskan untuk turun dari mobilnya.
Dia melihat polisi dan petugas medis sedang membantu korban. Di saat yang bersamaan, datang seorang videografer lepas yang merekam kejadian itu.
Setelah selesai merekam, videografer terlibat tawar-menawar dengan pihak stasiun televisi. Esok paginya, Bloom melihat kejadian yang dia lihat malam itu tayang di stasiun televisi. Bloom melihat kesempatan untuk mendapatkan uang lebih besar.
Hasil penjualan sepeda curian dia belikan kamera dan radio pemindai polisi. Cara kerjanya, dia akan mendengarkan percakapan polisi melalui radio. Apapun dia dengarkan, mulai dari kecelakaan, perampokan, sampai pembunuhan.
Setelah ada suatu insiden, dia akan menghampiri tempat kejadian perkara dan merekamnya. Setelah itu Bloom akan menjualnya kapada stasiun televisi. Kala itu Bloom menjual karyanya di sebuah stasiun televisi KWLA pimpinan Nina (Rene Russo).
Layar Kaca yang Terlihat Nyata
Televisi sering menjadi teman keluarga dalam aktivitas sehari-hari. Bahkan bagi ibu rumah tangga atau pembantu, televisi menemani mereka dalam kegiatan sehari-hari, sembari memasak dan menjaga anak misalnya.
Konsumsi konten televisi yang terus-menerus bisa mengubah cara pandang seseorang. Hal yang ada dalam televisi bisa menjadi acuan dalam bertindak, terlebih dalam siaran berita.
Di masa pandemi ini misalnya, televisi banyak membombardir ketakutan akan berita COVID-19 setiap saat.
Tidak ada ruang untuk rehat agar pikiran tetap waras. Apabila ketakutan membuat orang semakin stres, maka televisi menjadi salah satu yang paling bertanggungjawab.
Hal-hal yang ada di televisi seakan representasi kehidupan nyata. Padahal konten yang ditayangkan merupakan hasil seleksi dan sesuai dengan kebutuhan otoritas televisi. Segala yang terlihat merupakan olahan para reporter.
Pada tataran yang lebih ekstrem, reporter bisa mengubah kejadian yang sebenarnya untuk kebutuhan berita yang lebih dramatis.
Dalam film, Bloom tidak jarang masuk rumah korban tanpa izin serta memindahkan beberapa barang. Hal itu membuat videonya lebih dramatis.
Bloom juga beberapa kali memindahkan korban kecelakaan agar bisa mendapat sudut kamera yang bagus.
Tentu hal itu menyalahi kode edit jurnalistik. Tapi masyarakat hanya tahu yang televisi tayangkan.
Dalam satu adegannya, Bloom berkata bahwa, “Di televisi, semua terlihat begitu nyata.” Adegan ini saat Bloom pertama kali masuk ruang produksi televisi untuk menyerahkan video yang dia rekam. Realitas yang ada di lapangan bisa berbeda dengan yang ada di televisi.
Pemilihan konten di televisi berdasarkan hal yang menjual untuk para penonton. Mengapa hal itu terjadi?
Relasi Pemilik Media, Reporter, dan Penonton
Banyak masyarakat yang mulai muak dengan media. Ada yang mengatakan bahwa media sudah tidak independen, mengejar sensasi dan sebagainya. Tapi dari mana hal itu berasal?
Sebagai pemula Bloom mendapat banyak arahan dari Nina yang lebih senior dalam hal pertelevisian.
Menurut Nina, banyak penonton televisi senang dengan konten yang menunjukan adrenalin. Misalnya kecelakaan, kebakaran, perampokan dan sebagainya.
Berita akan semakin menarik, kata Nina, apabila terdapat korban dari kalangan kaya atau kulit putih. Terlebih apabila pelakunya golongan minoritas.
Nina mencontohkan berita yang akan mengundang banyak penonton seperti perempuan menjerit yang berlarian di jalan dengan leher tergorok. ”If it bleeds, it leads,” tambah Nina.
Apabila benar bahwa televisi hanya mementingkan berita sensasional, maka penonton juga memliki andil. Contoh hubungannya begini. Masyarakat lebih senang dengan berita kriminal yang berdarah-darah.
Pemilik media yang meriset jenis konten yang paling banyak mendapat perhatian, hasilnya adalah kriminal. Maka pemilik media mengarahkan reporternya untuk mencari berita kriminal. Ada sejenis lingakaran setan.
Eksploitasi dunia pertelevisian di film ini sedikit banyak menggambarkan realitas di sekitar kita. Masyarakat mengarahkan jenis konten dari televisi. Sementara televisi juga membentuk pola pikir masyarakat.
Kombinasi Jurnalistik dan Aksi
Sudah banyak film yang bertemakan jurnalistik. Salah satu yang membuat Nightcrawler menarik adalah kombinasi jurnalistik dan aksi.
Selain memperlihatkan bagaimana televisi bekerja (beserta segala kebusukannya), adapula aksi kejar-kejaran mobil, tabrakan, dan penembakan.
Nuansa yang berbeda akan kita dapat apabila menonton film All the President's Men (1976) atau Spotlight (2015).
Dua film itu lebih banyak memperlihatkan cara media bekerja dengan segala kerumitan, kode etik, dan resikonya. Jarang atau tidak ada adegan aksi sama sekali.
Dalam Nightcrawler, saat Bloom sedang kekurangan berita yang menarik, dia akan membuat beritanya sendiri.
Dia merekasaya penangkapan polisi pada sekelompok perampok. Bloom bersama kameranya telah siap untuk merekam kejadian itu, sebagai yang paling dekat dan pertama.
Mungkin hal itu terlihat berlebihan di dunia nyata. Nyatanya ada contoh yang pernah terjadi. Pada tahun 2009, pembawa acara TV Brasil Wallace Souza menjadi berita utama internasional.
Dia mendapat dakwaan sebagai pengatur kematian lima orang dalam upaya meningkatkan peringkat televisinya.
Menurut polisi, Souza menyewa pembunuh bayaran, kemudian memberi tahu kru kamera untuk datang dan menjadi orang pertama yang merekam. Rekaman dari pembunuhan tersebut menjadi program berita kontroversial yang Souza tayangkan.
Nightcrawler merupakan debut penyutradaraan Dan Gilroy. Dia juga bertindak sebagai penulis naskah.
Rotten Tomatoes memberi skor 95 persen, dengan versi penonton sebesar 85 persen. Sementara IMDb memberi skor 7,9/10 dari 455.043 penilai.
Penulis: Sirojul Khafid
Editor: Yandri Daniel Damaledo