Menuju konten utama

Respons PDIP soal Gugatan Perpanjangan Masa Kepengurusan Partai

Empat orang kader PDIP mengajukan gugatan pada Kemenkumham. Apa yang digugat?

Respons PDIP soal Gugatan Perpanjangan Masa Kepengurusan Partai
Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus di kantornya, Rabu (28/8/2024). tirto.id/Ayu Mumpuni

tirto.id - Empat orang kader PDIP mengajukan gugatan pada Kementerian hukum dan HAM (Kemenkumham) RI atas pengesahan kepengurusan DPP PDI Perjuangan masa bakti 2019-2024 yang diperpanjang hingga 2025. Keempat kader PDIP tersebut adalah Pepen Noor, Ungut, Ahmad, dan Endang Indra Saputra.

Victor W Nadapdap selaku salah satu anggota tim advokasi kader partai menyebut bahwa gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta juga akan dilakukan. Sebab, hal tersebut diduga bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDI Perjuangan.

"Berdasarkan keputusan kongres PDI Perjuangan pada 9 Agustus 2019 telah ditetapkan keputusan No. 10/KPTS/Kongres-V/PDI-Perjuangan/VIII/2019 tentang AD/ART PDI Perjuangan, sekaligus mengesahkan program dan menugaskan DPP PDI-P masa bakti 2019-2024," ungkap Victor dalam rilis yang diterima reporter Tirto, Selasa (10/9/2024).

Menurut Victor, jika Kemenkumham mengedahkan SK Nomor M.HH-05.11.02 tahun 2024, maka bertentangan dengan pasal 17 terkait dengan struktur dan komposisi DPP, di mana hal tersebut mengatur masa bakti DPP selama 5 tahun.

"Berdasarkan pasal 17 tentang struktur dan komposisi DPP yang mengatur masa bakti anggota DPP selama 5 tahun, maka seharusnya masa bakti kepengurusan yang sesuai dengan AD/ART adalah hingga 9 Agustus 2024," tutur Victor.

Victor menambahkan, seharusnya berdasarkan pasal 70 AD/ART yang dimiliki oleh PDIP menetapkan bahwa kongres partai dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Kemudian, memiliki wewenang untuk mengubah dan menyempurnakan serta menetapkan AD/ART partai.

Dengan mengikuti aturan tersebut, kata Victor, perubahan AD/ART yang memuat masa bakti kepengurusan harus dilakukan melalui kongres. Hal itu dipandang sejalan dengan pasal 5 UU No. 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 2 tahun 2008 mengenai partai politik.

Atas hal itu, Ketua DPP PDI Perjuangan, Deddy Yevry Sitorus, menekankan gugatan itu dipandang sebagai sebuah langkah politik yang keterlaluan dan bukan upaya hukum murni. Apalagi, tidak ada kerugian apapun, baik moril maupun materil bagi penggugat.

Gugatan tersebut, kata dia, lebih kelihatan sebagai upaya penyerangan terhadap PDIP.

“Dan yang aneh, beberapa pengacara penggugatnya, menurut informasi terlihat berafiliasi dengan satu partai tertentu. Jadi menurut saya, aroma politiknya sangat terasa,” tutur Deddy dalam keterangan resminya.

Proses perpanjangan kepengurusan DPP PDIP tersebut, kata dia, sudah dikaji dengan sangat mendalam terhadap aturan dan konstitusi partai. Perpanjangan kepengurusan juga sudah melalui proses pembahasan dan pengkajian hukum di Kemenkumham.

“Kalau logika mereka para penggugat ini diikuti, maka seluruh produk dan konsekuensi hukumnya sangat besar,” ucap dia.

PDIP, ujar Deddy, pada 2019 mempercepat Kongres dan menyesuaikan mekanisme penyusunan pengurus di daerah dan provinsi untuk menyesuaikan dengan agenda politik nasional pada saat itu. Jika memakai logika penggugat, maka SKK DPP PDI Perjuangan yang dikeluarkan paska percepatan kongres itu jadi tidak sah.

“Termasuk keputusan DPP PDI Perjuangan menyangkut pemilihan kepala daerah saat itu. Kalau begitu, akan terjadi krisis kenegaraan,” ungkap dia.

Baca juga artikel terkait PDIP atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Politik
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang