tirto.id - Aroma “perang bintang” menguar dalam palagan Pilkada Jawa Tengah 2024. Dua Bakal Calon Gubernur Jateng saat ini adalah sama-sama purnawirawan jenderal. Ahmad Luthfi yang berpasangan dengan Taj Yasin Maimoen merupakan eks jenderal Polri.
Sebelumnya, Luthfi bertugas sebagai Kapolda Jawa Tengah dan Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan. Duet Luthfi-Taj Yasin diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang merupakan koalisi besar dan disebut-sebut dekat dengan Istana.
Di kubu yang lain, Andika Perkasa adalah mantan Panglima TNI. Berpasangan dengan Hendrar Prihadi, Andika diusung oleh PDIP.
Aroma perang bintang pun semakin pekat usai paslon Luthfi-Taj Yasin mengumumkan komposisi tim pemenangannya. Tim itu dikomandoi dan diisi oleh sedikitnya delapan purnawirawan jenderal dari TNI dan Polri. Jumlah anggotanya pun besar, mencapai 364 orang.
Tim besar itu dipimpin oleh Letnan Jenderal (Purn) Anto Mukti Putranto. Sebelumnya, A.M. Putranto merupakan Asisten Khusus Menteri Pertahanan sekaligus Presiden Terpilih, Prabowo Subianto. Dia juga pernah memimpin Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan, dan Latihan (Kodiklat) TNI AD.
Tim Pemenangan Luthfi-Taj Yasin juga diisi nama Jenderal TNI (Purn.) Dudung Abdurrachman yang pernah jadi Kepala Staf TNI AD (2021-2023). Ditambah eks Panglima Komando Cadangan Strategis AD, Bibit Waluyo, yang juga merupakan mantan Gubernur Jawa Tengah.
Selain A.M. Putranto, Dudung, dan Bibit, masih ada purnawirawan jenderal TNI lainnya, seperti Bakti Agus Fadjari, Nugroho Widyotomo, serta Toto Nugroho.
Jajaran mantan jenderal Polri yang mendukung Ahmad Luthfi dan Taj Yasin di antaranya eks Kapolri (2013-2015) Jenderal (Purn.) Sutarman dan Wakapolri (2018-2020) Komjen (Purn.) Ari Dono Sukamto.
Berhadapan dengan tim yang diatas kertas terlihat mentereng itu, PDIP tak merasa gentar. Juru Bicara PDIP, Aryo Seno Bagaskoro, mengatakan bahwa ketokohan Andika Perkasa dan Hendrar akan memainkan peranan penting dalam skema pemenangan di Pilkada Jateng. Seno menyebut bahwa DPP PDIP dan DPD PDIP Jateng sudah bertemu untuk membahas susunan dan rencana strategi di palagan Pilkada Jateng.
“Seluruh komponen kekuatan partai hadir. Bahkan dari DPP hadir Mbak Puan Maharani dan Mas Ganjar Pranowo sebagai perwakilan DPD sekaligus mantan Gubernur Jateng,” kata Seno saat dihubungi reporter Tirto, Senin (9/9/2024).
Seno juga menyampaikan bahwa impresi masyarakat Jateng terhadap sosok Andika dan Hendrar cukup baik. Andika, kata dia, merupakan mantan pimpinan TNI dengan ide-ide progresif dan punya komunikasi publik yang baik. Sementara Hendrar, punya modal besar selama menjabat Wali Kota Semarang dua periode.
“Jadi, kita yakin di pilkada ini, selain bicara mesin elektoralnya, partai maupun endorsement tokoh lain, tentu mengutamakan ketokohan kandidat yang bertarung,” ujar Seno.
Meski begitu, dia tak menjawab ketika ditanya soal peluang masuknya tokoh-tokoh purnawirawan jenderal ke Tim Pemenangan Andika-Hendrar. Namun, Seno menegaskan bahwa partainya optimistis untuk bertarung melawan paslon yang didukung oleh koalisi besar.
“Apalagi kita diberi mandat oleh rakyat memenangkan Pileg 2024. Jadi, ini menjadi modal basis bondingatau ikatan kita di masyarakat sangat baik,” ucap Seno.
Meski sarat nama-nama jenderal, Bibit Waluyo dalam deklarasi Tim Pemenangan Luthfi-Taj Yasin di Majapahit Convention (MAC) Ballroom, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (7/9/2024) lalu membantah sebutan “perang bintang” terjadi di Pilgub Jateng 2024.
Menurutnya, tidak ada lagi bintang dalam sosok kedua Calon Gubernur, baik Ahmad Luthfi maupun Andika Perkasa. Keduanya merupakan pribadi yang hebat dan luar biasa. Mereka, kata Bibit, akan dinilai dari pengalamannya di Jawa Tengah.
“Bintangnya mbiyen(dulu). Sekarang, pribadi Pak Luthfi, pribadi Pak Andika Perkasa. Jadi, rakyat jangan alergi polisi versus tentara. Itu dulu,” ucap Bibit.
Istilah perang bintang itu juga disanggah oleh Ketua DPP PDIP, Puan Maharani. Puan yang juga Ketua DPR itu menilai sebutan tersebut terlampau seram untuk digunakan.
“Ini bukan perang bintang, [tapi] sama-sama calon yang kemudian punya bintang. Bukan perang bintanglah, serem banget,” kata Puan di Panti Marhaen PDIP Jateng, Rabu (4/9/2024).
Strategi Merebut Teritorial
Analis politik dari Trias Politika, Agung Baskoro, berpendapat bahwa strategi paslon Ahmad Luthfi dan Taj Yasin menggaet banyak purnawirawan jenderal merupakan upaya merebut teritorial pemilih. Maka mereka sengaja memilih orang-orang berpengalaman dari TNI dan Polri untuk menjebol basis massa PDIP di Jawa Tengah.
“Pasangan ini ingin memastikan bahwa timsesnya diisi oleh orang yang berpengalaman dalam teritorial, sebagaimana Andika di pilkada Jateng nanti yang merupakan eks Panglima TNI,” kata Agung saat dihubungi reporter Tirto, Senin.
Secara institusional, kata Agung, paslon Luthfi-Taj Yasin membawa pesan bahwa mereka siap tempur dengan Andika-Hendrar. Pasalnya, paslon ini didukung koalisi besar yang kerap disebut-disebut dekat dengan Istana.
Kehadiran para pensiunan TNI dan Polri di tim pemenangannya akan mempertegas persepsi bahwa paslon Luthfi-Taj Yasin solid sebagai kandidat.
“Timses ini perlu dipahami adalah upaya memperbesar ceruk pemilih. Sehingga, memang penting anggota timses dan ketuanya adalah orang-orang yang punya basis atau massa yang jelas. Ini adalah kunci selain ketokohan paslon pilkada,” terang Agung.
Sementara itu, analis sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, menilai bahwa purnawirawan jenderal memang umumnya punya pengaruh dan jaringan luas di masyarakat. Jaringan itu yang sebenarnya diincar oleh paslon Luthfi-Taj Yasin.
Musfi mencontohkan sosok Bibit Waluyo sebagai dewan pembina. Bibit merupakan mantan Gubernur Jateng sehingga memiliki mesin akar rumput luas. Begitu pula dengan Dudung yang merupakan mantan KSAD dan pengaruhnya bahkan sampai di level nasional.
“Kerap kali, hadirnya para purnawirawan jenderal untuk memberi efek gentar atau detterent effect. Tim pemenangan lawan, khususnya tim akar rumput, ingin dibuat gentar. Seolah-olah, mereka berhadapan dengan para jenderal secara langsung,” ucap Musfi kepada reporter Tirto, Senin.
Memberi Tekanan Psikologis
Musfi menilai jajaran purnawirawan jenderal dalam tim pemenangan Luthfi-Taj Yasin juga bentuk perang psikologis kepada paslon Andika-Hendrar. Hal itu terlihat dengan dipilihnya A.M. Putranto sebagai Ketua Tim Pemenangan mereka. Sebagai informasi, A.M. Putranto merupakan kawan seangkatan Andika Perkasa di Akademi Militer pada 1987 silam.
“Seolah ingin dikatakan kalau Andika akan melawan sosok yang benar-benar memahaminya,” kata Musfi.
Kendati demikian, Musfi menilai perang bintang memang sengaja dibentuk di Pilkada Jateng semenjak munculnya Andika sebagai lawan Luthfi. Dia mewanti-wanti jangan sampai perang bintang itu dipahami berbeda oleh masyarakat luas, khususnya jajaran TNI-Polri.
Sebagai jenderal, Andika dan Luthfi disebut memiliki jaringan di TNI maupun Polri. Maka fasilitas TNI dan Polri berpotensi digunakan untuk mengarahkan, menekan, hingga melakukan intimidasi terhadap pemilih. Musfi mengingatkan agar rakyat tidak dikorbankan lewat cara-cara yang melanggar demokrasi di gelanggang Pilkada Jateng.
“Yang ditakutkan, narasi perang bintang ini menjadi cikal bakal konflik antar institusi,” ujarnya.
Analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai bahwa gesekan institusi TNI dan Polri bisa saja terjadi di Pilkada Jateng mendatang. Meski demikian, gesekan yang dikhawatirkan itu bukan ihwal konfrontasi langsung dua institusi. Namun, soal komitmen TNI-Polri menjaga netralitas dan membiarkan rakyat memilih secara berdaulat.
“Isu yang terjadi di Pilpres soal keterlibatan aparat penegak hukum bukan tidak mungkin kembali terjadi di Pilkada Jateng,” kata Dedi kepada reporter Tirto, Senin.
Memang, kata Dedi, dalam skema propaganda bisa saja modal ketokohan tim sukses akan mempengaruhi psikologi lawan. Namun, perlu dipahami bahwa perebutan suara akan lebih banyak melibatkan simpul tokoh di bawah, bukan dari kalangan elite.
Apalagi bagi pemilih, seringnya aspek yang diperhatikan justru tokohnya secara langsung, bukan tim pemenangannya.
“Artinya, pemilih di kelas bawah lebih tunduk pada ketokohan lokal di bawah juga,” ucapnya.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fadrik Aziz Firdausi