Menuju konten utama

Respons KY soal Hukuman Eks Jaksa Pinangki Dikurangi jadi 4 Tahun

Komisi Yudisial (KY) merespons putusan hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait potongan hukuman eks Jaksa Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun.

Respons KY soal Hukuman Eks Jaksa Pinangki Dikurangi jadi 4 Tahun
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (11/1/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Putusan Nomor 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI ‘menyunat’ hukuman Pinangki Sirna Malasari. Pinangki merupakan mantan jaksa yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang sehingga ia divonis 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan.

Namun, putusan banding Pengadilan Tinggi Jakarta mengurangi hukuman Pinangki dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun dengan denda Rp600 juta memicu sejumlah reaksi dari masyarakat terkait alasan vonis Pinangki dianulir hakim.

Hakim berdalih mengurangi hukuman karena Pinangki selaku terdakwa sudah mengaku bersalah, menyesal, dan mengikhlaskan diri dipecat sebagai jaksa; terdakwa adalah ibu dari anak balita sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh anak dan memberi kasih sayang kepada anaknya.

Kini, putusan hakim menjadi polemik publik. Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, salah satu wewenang Komisi Yudisial yakni menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Juru Bicara Komisi Yudisial Miko Ginting menanggapi perihal hakim. “Dengan basis peraturan perundang-undangan saat ini, KY tidak diberikan kewenangan untuk menilai benar atau tidaknya suatu putusan. Namun, KY berwenang apabila terdapat pelanggaran perilaku dari hakim, termasuk dalam memeriksa dan memutus suatu perkara,” ujar dia ketika dihubungi Tirto, Rabu (16/6/2021).

Undang-undang yang ada saat ini memberikan kewenangan bagi KY untuk menganalisis putusan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk rekomendasi mutasi hakim. Putusan yang dianalisis, harus sudah berkekuatan hukum tetap dan tujuannya untuk kepentingan rekomendasi mutasi.

Mico melanjutkan, keresahan publik terhadap putusan ini sebenarnya bisa dituangkan dalam bentuk eksaminasi publik oleh perguruan tinggi dan akademisi. Dari situ, dapat diperoleh analisis yang cukup objektif dan menyasar pada rekomendasi kebijakan.

“Sekali lagi, peraturan perundang-undangan memberikan batasan bagi KY untuk tidak menilai benar atau tidaknya suatu putusan. KY hanya berwenang apabila terdapat dugaan pelanggaran perilaku hakim,” tutur dia.

Sementara, kuasa hukum Pinangki, Aldres Napitupulu, menganggap putusan dan pertimbangan majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta sudah tepat. "Kami apresiasi putusan tersebut.”

Pinangki adalah jaksa yang membantu Djoko Tjandra menghindari putusan pengadilan kasus Bank Bali senilai Rp904 miliar. Lelaki itu menyuap Pinangki untuk sebuah fatwa hukum agar dirinya tak usah menjalani hukuman penjara.

Suap Djoko yang mengalir ke Pinangki senilai 500 ribu dolar AS. Namun, rencana itu gagal setelah polisi menangkap Djoko. Berdasarkan penelusuran, istri dari AKBP Napitupulu Yogi Yusuf itu terbukti melakukan pencucian uang senilai 375.279 dolar AS atau setara Rp5.253.905.036.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana mengkritik putusan banding Pengadilan Tinggi Jakarta. Dia menilai Pinangki layak dihukum lebih berat hingga 20 tahun penjara atau seumur hidup karena statusnya sebagai jaksa. “Patut untuk diingat, saat melakukan kejahatan Pinangki menyandang status Jaksa yang notabene merupakan penegak hukum. Ini harusnya merupakan alasan utama pemberat hukuman," kata Kurnia kepada reporter Tirto.

Kurnia mengingatkan, Pinangki melakukan tiga kejahatan sekaligus, yakni suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat. Berdasarkan tiga tindakan tersebut maka "Putusan banding Pinangki telah merusak akal sehat publik.”

Baca juga artikel terkait JAKSA PINANGKI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri