tirto.id - Persija sudah pasti mengalami kerugian saat berpartisipasi dalam laga pembuka Kualifikasi Liga Champions Asia 2019 melawan Home United, Februari mendatang. Macan Kemayoran tidak boleh mengikutsertakan tiga pemain asing barunya--Bruno Matos, Jakhongir Abdumuminov, dan Vinicius Lopes--serta satu pemain yang didatangkan dari klub Thailand, Ryuji Utomo.
Ini terjadi lantaran International Transfer Certificate (ITC) keempat pemain tersebut baru bisa diproses saat periode pertama Transfer Matching System (TMS) untuk klub Indonesia, yakni pada 15 Februari hingga 9 Mei 2019. Sementara di sisi lain, tenggat pendaftaran pemain yang ditetapkan AFC adalah Senin (21/1/2019) kemarin.
Persija sebenarnya tak bisa sepenuhnya disalahkan. Bahkan andai mereka bisa mendatangkan pemain asing sehari setelah musim 2018 berakhir, tetap saja situasinya tak berubah, karena nama-nama tersebut toh baru bisa didaftarkan ke AFC pada 15 Februari mendatang.
Yang paling layak disoroti atas situasi yang ada adalah PSSI. Pasalnya, PSSI-lah yang punya hak mengajukan TMS bagi klub-klub di Indonesia. Sejak awal, mereka menetapkan TMS pada 15 Februari hingga 9 Mei 2019.
Dalam rilis resminya, induk sepak bola Indonesia ini berdalih jika jadwal kompetisi Liga 1 2019 yang baru dimulai pada awal Mei jadi dasar pengambilan keputusan.
"Kami menghormati agenda nasional Pemilihan Presiden 2019. Karena itu, Liga 1 baru bisa kita putar dua minggu setelahnya, yakni antara 1-8 Mei 2019. Dengan demikian, periode jendela transfer pemain yang hanya diperbolehkan berdurasi 84 hari harus disesuaikan dengan waktu kick-off, agar 18 Klub Liga 1 dapat mempersiapkan pemain dengan baik," kata Sekretaris Jendral (Sekjen) PSSI, Ratu Tisha.
Merasa sadar atas kesalahan tersebut, PSSI sempat meminta dispensasi AFC untuk Persija. Namun bisa ditebak, permohonan yang mendadak ini mendapat penolakan dari organisasi sepak bola Asia itu.
"Kami sudah berupaya maksimal meminta dispensasi dari AFC, namun tidak bisa dipenuhi," kata Tisha.
Tampil tanpa tiga pemain asing baru jelas merupakan pukulan telak bagi Persija. Apalagi musim lalu, saat berkesempatan tampil di Piala AFC, Persija sangat bergantung dengan pemai-pemain impornya.
Lihat saja statistik performa Marko Simic. Bomber asal Kroasia itu mampu mengemas sembilan gol dalam tujuh kali penampilan di Piala AFC 2018. Performa tak kalah moncer ditunjukkan nama-nama macam Jaimerson Da Silva, Addison Alves, hingga Rohit Chand.
"Situasi seperti ini memang kurang mengenakan. Tanpa pemain asing mungkin perjuangan Persija akan lebih berat," aku Marko Simic seperti diwartakan Goal Kamis (23/1/2019).
Tak Becus Perjuangkan Nasib Wakilnya
Sebenarnya, bukan kali ini saja PSSI 'gagal' memperjuangkan nasib wakilnya dengan baik di kompetisi Asia. Pada 2017 lalu, mereka bahkan melakukan keteledoran lebih parah.
Saat itu PSSI terlambat mendaftarkan Persib Bandung dan Persipura--selaku juara dan runner-up ISC 2016--ke AFC. Kegagalan ini patut disoroti karena sebenarnya pihak AFC pun telah dua kali menyurati PSSI untuk segera mendaftarkan waklinya, tepatnya pada 26 September dan 30 Oktober 2016.
Baru pada awal Desember 2016 PSSI lewat Wakil Ketua Umum serta Sekjen saat itu, Joko Driyono dan Ade Wellington melakukan pertemuan dengan AFC untuk mendaftarkan wakil Indonesia. Namun upaya ini tak menibmbulkan dampak karena memang pada dasarnya PSSI sudah kelewat terlambat.
Saat itu, Joko Driyono beralasan bahwa PSSI sedang dalam 'situasi sulit' sehingga lupa mendaftarkan dua klub tersebut.
"Kami sudah menjelaskan dan berharap ke AFC untuk bisa mendapatkan kesempatan tapi AFC memastikan karena kami tidak merespon surat mereka, makanya hal ini Persib dan Persipura tidak bisa bermain," ucap Joko.
Persib dan Persipura pun pada akhirnya tak mendapatkan hak mereka, karena pada musim 2018--setahun berikutnya--klub yang jadi wakil Indonesia adalah juara pada kompetisi 2017 (dalam hal ini Bali United dan Persija, menggantikan Bhayangkara FC yang belum memenuhi lisensi AFC).
Jika mau melihat ke belakang lagi, situasi serupa juga terjadi pada tahun 2006 dan 2008. Saat itu PSSI juga telat mendaftarkan dua wakilnya, Persipura Jayapura dan Arema FC untuk berpartisipasi pada Liga Champions Asia. Padahal, jika dipikir-pikir kala itu posisi Indonesia masih strategis, lantaran wakilnya tak perlu melalui fase play-off untuk tampil di putaran final.
Buntut dari Jadwal Semrawut
Dari perspektif lebih luas, ketidakbecusan PSSI dalam memperjuangkan nasib waklinya di kompetisi Asia tak bisa dilepaskan dari jadwal kompetisi lokal yang semrawut dan kurang sinergis dengan agenda turnamen level Asia.
Taruhlah misal pada kompetisi 2018 lalu, di mana Liga 1 yang dimulai bulan Maret baru selesai pada Desember. Akibat kondisi tersebut, PSSI terpaksa menunda perhelatan Liga 1 2019. Dan penundaan tak bisa cuma selang sebulan, mengingat niatan mereka untuk 'menghormati' agenda Pemilu 2019. Alhasil PSSI pun menunda Liga 1 2019 sampai bulan Mei.
Tertundanya kompetisi sampai bulan Mei membuat PSSI secara otomatis harus memajukan waktu TMS-nya. Andai TMS tetap dipatok sebelum tenggat pendaftaran kompetisi Asia, akan banyak klub yang diharuskan membayar gaji pemain selangit, jauh sebelum kompetisi dimulai.
Sayangnya, situasi ini tampaknya tidak akan mengalami perbaikan dalam waktu dekat. Alih-alih mulai menyederhanakan kompetisi agar jadwal tak terus molor, PSSI tetap ngotot melaksanakan Piala Presiden sebagai pemanasan menujuk Liga 1 2019.
"Kami ingin kedua turnamen itu [Liga 1 dan Piala Presiden] dapat terlaksana," kata Joko Driyono selaku Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PSSI saat Kongres di Bali, Minggu (20/1/2019) lalu.
Padahal, seperti kita ketahui, jangankan Piala Presiden 2019, turnamen Piala Indonesia 2018 yang dimulai sejak tahun lalu pun hingga detik ini belum selesai.
Editor: Herdanang Ahmad Fauzan