Menuju konten utama

Referendum Kurdi: 93% Warga Memilih Merdeka dari Irak

Keputusan rakyat Kurdi mengadakan pemungutan suara untuk merdeka dari Irak telah membuat marah Perdana Menteri Haider al-Abadi.

Referendum Kurdi: 93% Warga Memilih Merdeka dari Irak
Suku Kurdi di kota timur laut Suriah, Qamishli, mendukung referendum kemerdekaan di wilayah otonomi utara Irak. FOTO/Getty Images

tirto.id - Hampir 93 persen dari rakyat yang ikut dalam referendum mengenai dukungan untuk kemerdekaan Kurdistan dari Irak telah memutuskan untuk berpisah dari Baghdad, demikian kata beberapa pejabat.

Hasil pemungutan suara yang dihelat Senin (25/9/2017) lalu itu diumumkan pada Rabu (27/9/2017) malam waktu setempat oleh petugas pemilihan di Irbil, semi-otonom ibu kota Pemerintah Wilayah Kurdistan (Kurdish Regional Government/KRG).

Sebanyak 92,73 persen mengatakan 'Ya' sebagai jawaban atas pertanyaan 'Apakah Anda ingin Wilayah Kurdistan dan wilayah Kurdistan di luar administrasi daerah menjadi negara merdeka?' demikian kata kepala komisi pemilihan Hendrin Mohammed.

Jumlah pemilih yang ikut ambil bagian dalam referendum ini ternyata tinggi yakni sekitar 72 persen dari 8,4 juta populasi Kurdistan.

Keputusan rakyat Kurdi mengadakan pemungutan suara untuk merdeka dari pemerintah pusat telah membuat marah Baghdad.

Diwartakan The Independent, pemerintahan Perdana Menteri Haider al-Abadi menolak untuk mengakui referendum tersebut, yang menyatakannya sebagai inkonstitusional. Beberapa upaya dilakukan untuk menunda atau menggagalkannya, termasuk lewat perintah Mahkamah Agung pekan lalu.

Masyarakat internasional - dan khususnya Washington DC - telah menyarankan untuk tidak melakukan referendum, khawatir pemungutan suara tersebut dapat memicu ketegangan Irbil-Baghdad yang meradang dan mempengaruhi upaya untuk menghancurkan ISIS di benteng-bentengnya yang tersisa di Irak.

Sebelumnya, Abadi menuntut dalam sebuah pidato agar pihak berwenang Kurdi "membatalkan" referendum dan hasilnya.

Dia memerintahkan KRG untuk menyerahkan kendali atas bandara internasionalnya pada Jumat (29/9/2017), menambahkan bahwa pasukan Kurdi juga harus menarik diri dari wilayah sengketa yang saat ini berada di bawah kendali KRG seperti Kirkuk.

"Kami tidak akan berdialog mengenai hasil referendum," kata Abadi kepada parlemen. "Jika [KRG] ingin memulai pembicaraan, mereka harus membatalkan referendum dan hasilnya."

Orang Kurdi - yang jumlahnya sekitar 30 juta di beberapa negara - ditinggalkan tanpa kewarganegaraan saat Kekaisaran Ottoman runtuh satu abad yang lalu.

Pemungutan suara ini pun disambut dengan antusias oleh diaspora Kurdi di seluruh dunia. Namun Baghdad dan penduduk Arab Irak menyatakan keprihatinannya bahwa daerah-daerah yang terlibat dalam referendum tersebut mencakup tempat-tempat seperti Kirkuk, yang merupakan provinsi kaya campuran dan kaya minyak.

Di hari yang sama, parlemen Irak memilih untuk menyetujui resolusi 13 poin yang memberi mandat kepada Abadi untuk mengerahkan pasukan di Kirkuk, yang berada di bawah kendali KRG sejak pasukan Kurdi mulai merebut kembali kendali negara tersebut dari Isis.

Keputusan ini dikeluarkan meskipun Perdana Menteri Irak menekankan bahwa kekuatan tidak akan dikerahkan untuk menghindari "pertarungan antara warga Irak."

Baghdad juga melihat referendum tersebut sebagai upaya Kurdi untuk mengendalikan pendapatan minyak Irak.

Dalam KRG, pemungutan suara secara luas dilihat sebagai konsolidasi pegangan kekuasaan Partai Demokratik Kurdistan Masoud Barzani sehingga memberinya mandat untuk urusan masa depan dengan Abadi.

Seperti halnya Irak, negara tetangga Iran dan Turki dengan sengit menentang kemerdekaan Kurdistan atas dasar ekonomi dan keamanan.

Kedua negara menutup wilayah udara mereka ke wilayah Kurdistan Irak saat pemungutan suara berlangsung, khawatir bahwa kemungkinan hasil 'Ya' akan mendorong keinginan seorang Kurdi untuk merdeka dalam populasinya yang signifikan.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengirim pasukan dan tank ke perbatasan KRG awal pekan ini, di mana mereka melakukan latihan gabungan dengan pasukan Irak.

Tindakan ekonomi dan militer lebih lanjut tersebut merupakan pilihan Ankara, kata Erdogan. Ia menambahkan bahwa Turki bisa saja mematikan kedua pipa minyak dan mengirim truk militer ke KRG, bahkan membiarkan rakyat Kurdi "kelaparan".

Baca juga artikel terkait REFERENDUM KURDI atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari