tirto.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengumumkan rangkap jabatan jajaran direksi dan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan perusahaan swasta. Setidaknya ada 62 direksi/komisaris rangkap jabatan.
Rinciannya, 31 direksi dan komisaris BUMN sektor keuangan, asuransi hingga investasi; 12 orang pertambangan; dan 19 orang sektor konstruksi. Siapa nama bos-bos BUMN tersebut, KPPU masih menutup rapat. Yang jelas, kata Komisioner KPPU, Ukay Karyadi, bahkan ada satu bos BUMN merangkap jabatan pada 22 perusahaan.
"KPPU masih memantau jabatan rangkap di BUMN, sehingga ada peluang jumlahnya bertambah. Ke depan, KPPU akan meneruskan ke proses hukum jika memukan pelanggaran," kata Ukay, baru-baru ini.
Rangkap jabatan di BUMN memang diizinkan khusus untuk komisaris sesuai Peraturan PER-10/MBU/10/2020 yang diteken oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada 16 Oktober 2020. Dalam lampiran peraturan KemenBUMN Bab V Huruf A menyebutkan komisaris dan dewan pengawas dapat rangkap jabatan sebagai komisaris pada perusahaan selain BUMN dengan mengacu perundang-undangan sektoral.
Bagi komisaris BUMN yang merangkap jabatan wajib memenuhi minimal 75 persen kehadiran dalam rapat dewan komisaris/ dewan pengawas BUMN selama setahun. Itu untuk syarat memperoleh tantiem/insentif kinerja. Namun, untuk jabatan direksi tidak disebut, yang berarti direksi terlarang rangkap jabatan.
Bisa Kehilangan Fokus ke BUMN
Temuan rangkap jabatan baik direksi/komisaris itu, kata Ukay, berpotensi melanggar Pasal 26 UU 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ukay meminta BUMN menghentikan praktik rangkap jabatan karena bisa memicu praktik monopoli yang merugikan perekonomian.
“Undang-undang melarang rangkap jabatan di perusahaan yang pasarnya sama atau punya keterkaitan, karena berpotensi muncul praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat,” katanya.
Sebetulnya riset serupa pernah disampaikan oleh lembaga pengawas kebijakan publik, Ombudsman RI, pada 2020. Ada sekitar 397 pejabat BUMN rangkap jabatan. Dari tahun ke tahun trennya naik. Pada 2017 ada 222 pejabat rangkap jabatan, dua tahun kemudian jumlahnya meningkat jadi 397. Pejabat di BUMN ini menempati pos jabatan di struktur kementerian.
Karena sudah telanjur rangkap jabatan, anggota Komisi BUMN DPR, Herman Khaeron, meminta Kementerian BUMN meningkatkan pengawasan, minimal mengikat mereka dengan selembar dokumen berisi komitmen untuk mengutamakan BUMN.
"Saya setuju KPPU ungkap ke publik data itu sebagai pertanggungjawaban moral kepada publik. Selain itu, ini menjadi sisi kelemahan UU BUMN, oleh karenanya akan menjadi perhatian pada revisi UU BUMN," kata Herman kepada Tirto, Jumat pekan lalu.
Politikus Partai Demokrat ini memandang dampak praktik rangkap jabatan adalah mereka tidak fokus mengembangkan BUMN karena memiliki lebih dari satu pekerjaan. Akibatnya, katanya, berpotensi muncul konflik kepentingan.
Tanggapan Kementerian BUMN
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengakui rangkap jabatan diziinkan oleh kementeriannya sesuai Permen BUMN Nomor PER-10/MBU/10/2020.
BUMN, kata dia, perlu orang dengan kualifikasi bagus sebagai komisaris di BUMN. Kualitas itu tidak didapatkan asal-asalan, misalnya dengan merekrut pengangguran atau orang yang tidak punya pengalaman.
"Karena butuh orang bagus. Orang bagus bukan pengangguran. Dia ada pekerjaan di tempat lain," kata Arya kepada wartawan, Kamis pekan lalu.
Karena sudah berjalan, kata dia, Kementerian BUMN diklaim punya sistem pengawasan mumpuni agar tidak terjadi konflik kepentingan. Bila ada pejabat yang rangkap itu terlibat konflik kepentingan, sanksinya adalah pemecatan.
"Komisaris tidak boleh ada benturan kepentingan. Tidak ada. Kalau salah orangnya bukan regulasi yang disalahkan, orangnya diganti, gitu," katanya.
Sesuai Permen BUMN itu rangkap jabatan hanya boleh pada jabatan komisaris dan pengawas, namun temuan KPPU menunjukkan ada juga yang direksi. Terkait temuan KPPU, Arya mengklaim Kementerian tidak mengizinkan direksi BUMN merangkap jabatan di perusahaan lain, baik BUMN atau swasta.
Langkap selanjutnya, kata Arya, menunggu data-data dari KPPU terkait nama-nama pejabat yang dimaksud.
"Kami harap KPPU bisa berkomunikasi dengan kami dan bertemu. Sesama lembaga negara, KPPU bisa memberi informasi yang langsung diberikan kepada kami sehingga bisa saling klarifikasi," kata Arya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali