Defisit melebar karena APBN 2020 disiapkan untuk menghadapi COVID-19 hingga Rp2.739,2 triliun sementara pendapatan negara turun jadi Rp1.699,9 triliun.
Kemenkeu memperkirakan defisit APBN 2021 akan tetap berada di angka yang cukup tinggi yaitu 4,5-4,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto. Nilai itu lebih tinggi dari prediksi awal yakni 3,21-4,17 persen.
Sesuai revisi kedua Perpes 72/2020, kebutuhan pembiayaan utang pemerintah mengalami kenaikan menjadi Rp1.220 triliun dari posisi Perpres 54/2020 yang berada di kisaran Rp1.006 triliun.
Melalui revisi Perpres ini, defisit APBN 2020 kini resmi berada di kisaran 6,34% atau Rp1.039,2 triliun, naik dari posisi Perpres 54/2020 yang masih di kisaran 5,07% atau Rp852,9 triliun.
Kebutuhan pembiayaan APBN 2020 meningkat Rp905,2 triliun. Ini disebabkan perubahan biaya penanganan COVID-19 yang terakhir meningkat menjadi Rp695,2 triliun.
Kemenkeu memperkirakan kebutuhan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau utang bakal mencapai Rp1.002 triliun sebagai imbas melebarnya defisit APBN 2020 menjadi 6,34 persen.
Presiden Jokowi memerintahkan kepada Airlangga Hartarto, Sri Mulyani, dan Suharso Monoarfa untuk melakukan kalkulasi secara detail dan matang tentang risiko fiskal Indonesia di masa depan.