tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan defisit APBN telah menyentuh Rp500,5 triliun. Angka ini setara 3,05 persen dari PDB.
Realisasi APBN 2020 pada September ini menandakan defisit APBN menembus batas aman 3 persen sesuai UU keuangan negara. Pada 2020 ini, defisit diperkirakan masih akan meningkat hingga 6,34 persen sesuai APBN revisi Perpres 72/2020 setara Rp1.039,2 triliun.
“Defisit 500,5 triliun. 3,0 persen PDB. kenaikan defisit besar dari tahun lalu yang hanya Rp197,9 situasi ini harus kita jaga,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Selasa (22/9/2020).
Defisit ini disebabkan lonjakan belanja negara hingga dobel digit di Agustus 2020. Realisasi belanja negara mencapai Rp1.534,7 triliun atau setara 56 persen target APBN senilai Rp2.739,2 triliun. Belanja negara tumbuh 10,6 persen secara year on year dari tahun 2019 yang hanya Rp1.388,1 triliun.
Di satu sisi pendapatan negara terus mengalami koreksi cukup dalam. Pendapatan hanya terealisasi Rp1.034,1 triliun atau 60,8 persen dari target APBN Rp1.699 triliun.
Pertumbuhan pendapatan negara mengalami kontraksi 13,1 persen dibanding 2019. Waktu itu pendapatan negara masih mencapai Rp1.190,2 triliun dengan pertumbuhan 3,2 persen yoy.
Akibat dari defisit ini, pemerintah membutuhkan pembiayaan untuk menutupi sejumlah nilai defisit. Hingga Agustus 2020 realisasinya mencapai Rp667,8 triliun atau naik 130 persen dari tahun 2019. Sebagian besar pembiayaan diperoleh dari penarikan pinjaman dan penerbitan utang atau Surat Berharga Negara (SBN).
Meski demikian, Sri Mulyani memastikan defisit ini masih dalam dikendalikan. Pasalnya utang untuk menutup defisit itu tengah mengalami perbaikan imbal hasil atau yield. Yield SBN sudah turun signifikan 7,26 persen secara year to date. Meski demikian kepemilikan asing di SBN RI masih tinggi yaitu 28 persen.
“Penurunan yield menggambarkan ongkos utang mengalami perbaikan dan itu menolong defisit,” ucap Sri Mulyani.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan