Menuju konten utama

Program Sekolah Unggulan Jangan Sampai Buka Ketimpangan Lagi

Pemerintah mestinya berupaya mengembangkan semua sekolah di Indonesia menjadi sekolah bertaraf unggulan.

Program Sekolah Unggulan Jangan Sampai Buka Ketimpangan Lagi
Siswa kelas XI MIPA mengikuti kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri 2 Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (26/7/2024). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/foc.

tirto.id - Rencana Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi membangun SMA Unggulan Garuda mulai digulirkan tahun ini. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan membentuk 40 SMA Unggulan Garuda hingga 2029 untuk memfasilitasi murid-murid unggulan berbagai daerah.

Dengan predikat unggulan, ia diharapkan menghasilkan talenta-talenta masa depan pada bidang sains dan teknologi bagi kemajuan Indonesia.

Sejak awal diwacanakan, SMA Unggulan Garuda diniatkan dapat mengarahkan jebolannya berkuliah di perguruan tinggi luar negeri favorit. Menteri Pendidikan Tinggi (Mendikti), Satryo Brodjonegoro, menyatakan bahwa SMAUnggulan Garuda nantinya dipayungi Instruksi Presiden dan Peraturan Presiden.

Rencananya, pemerintah bakal membangun 20 SMA Unggulan Garuda baru dan menaikkan status 20 SMA/MA existing menjadi SMA Unggulan Garuda. Pengelolaan semua SMA Unggulan Garuda pun akan dipegang langsung oleh pemerintah pusat.

Tahun ini, pemerintah punya target membangun empat SMA Unggulan Garuda baru di empat wilayah, yakni di Ibu Kota Nusantara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Bangka Belitung, dan Sulawesi Utara.

Awal pekan ini, Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, bersama Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, sudah mulai melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, untuk meninjau lokasi pembangunan SMA Unggulan Garuda.

Stella mengatakan bahwa pembangunan SMA Unggulan Garuda merupakan implementasi dari visi Presiden Prabowo memberikan akses pendidikan berkualitas di wilayah Timor Tengah Selatan.

"Diperlukan sekitar 20 hektare, tetapi tidak semua dibangun [sekolah]. Jadi, seperti living lab juga, jadi siswanya bisa mengerti kehutanan, kebudayaan alam kita. Jadi, yang dibangun hanya kecil sekali," tutur Stella dalam keterangan pers tertulis, Senin (13/1/2025).

Ambisi pemerintahan Presiden Prabowo membangun sekolah unggulan bertaraf internasional itu tentu saja tak bebas dari kritik. Pasalnya, rencana membangun SMA Unggulan Garuda menggelinding di tengah masih kusutnya sektor pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Dari soal kurikulum, akses pendidikan, biaya sekolah, hingga kesejahteraan guru masih belum ada pembenahan serius.

Pengamat pendidikan dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang, Edi Subkhan, merasa heran karena beberapa kementerian seolah berlomba-lomba menjalankan program pendidikan yang seharusnya menjadi domain dan kewenangan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

Edi menyoroti, selain wacana SMA Unggulan Garuda oleh Kemdiktisaintek, juga ada rencana pembangunan Sekolah Rakyat oleh Kementerian Sosial.

Menurut Edi, rencana-rencana itu sangat potensial mengalami tumpang tindih kewenangan. Bahkan, tidak mustahil terjadi sengkarut penggunaan anggaran antarkementerian. Oleh karena itu, rencana terkait sektor pendidikan dasar dan menengah, termasuk soal SMA Unggulan Garuda, sebaiknya dibicarakan dan diserahkan saja ke Kemendikdasmen.

Untuk dikaji kelayakannya. Karena, yang punya banyak data informasi terkait pendidikan dasar dan menengah ya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, bukan Kemensos, bukan pula Kemdiktisaintek,” kata Edi kepada reporter Tirto, Rabu (15/1/202).

Berpotensi Bikin Ketimpangan Pendidikan

Wajah memprihatinkan kualitas pendidikan di Indonesia, menurut Edi, tidak akan bisa dipoles oleh segelintir sekolah unggulan. Sebab, sekolah yang seperti itu pasti terbatas daya tampungnya dan dampaknya tidak seluas yang diperkirakan. Sementara itu, SMA reguler di berbagai daerah akan semakin terpuruk jika tidak mendapat perhatian yang sama.

Akibat dari kebijakan macam itu di masa depan adalah potensi naiknya angka pengangguran terdidik, rendahnya angka studi lanjut, hingga merosotnya kualitas sumber daya manusia.

Oleh karena itu, pemerintah harusnya lebih melihat gambaran besar pendidikan Indonesia, alih-alih cuma fokus pada anak-anak berbakat akademik.

Edi menilai bahwa ide pembangunan SMA Unggulan Garuda agaknya didasari paham meritokrasi untuk memberikan layanan khusus bagi anak-anak berbakat dan berkemampuan akademik di atas rata-rata.

Ide ini menarik dan dapat diterima sepanjang tidak membuahkan diskriminasi terhadap SMA-SMA negeri lain sebagaimana ketika dulu ada kebijakan RSBI [Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional]. Dulu, RSBI ditolak karena ada ketimpangan soal pendanaan dan diskriminasi,” ucap Edi.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, juga melontarkan komentar senada. Menurutnya, SMA Unggulan Garuda mirip dengan RSBI dan potensial memunculkan kembali ketimpangan pendidikan.

Ubaid menjelaskanbahwaprogram RSBI sudah dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2013 silam karena dinilai melanggengkan diskriminasi dan segregasi di sektor pendidikan. RSBI sendiri bergulir sejak tahun ajaran 2006/2007. Menurut Ubaid, model sekolah unggulan semacam RSBI menciptakan diskriminasi dan melanggengkan favoritisme.

Apalagi, [sekolah] khusus anak-anak pintar. Siapa anak-anak pintar ini? Ya pasti anak-anaknya orang kaya. Mereka punya resourceuntuk les privat, sementara anak-anak orang miskin mungkin yang pintar hanya sebuah keajaiban, satu ataudua orang,” ujar Ubaid kepada reporter Tirto, Rabu.

Semestinya, kata dia, pemerintah berpupaya mengembangkan semua sekolah di Indonesia menjadi sekolah bertaraf unggulan. Terlebih, Kementerian Pendidikan periode pemerintahan sebelumnya sudah mengantongi data sekolah yang berkualitas A hingga C. Dengan bekal itu, pemerintah sebenarnya hanya perlu meningkatkan kualitas sekolah yang tertinggal.

Prinsipnya adalah menghadirkan pemerataan akses dan kualitas pendidikan. Sehingga, anak desa, misalnya, tidak perlu jauh-jauh sekolah ke kota. Anak di daerah 3T tidak usah merantau ke Jawa untuk memperoleh pendidikan yang layak.

Selain itu, Ubaid juga mengkritisi rencana menghadirkan guru dari luar negeri untuk mengajar di SMA Unggulan Garuda. Pemerintah harusnya ingat bahwamasalah kesejahteraan guru dalam negeri saja masih centang perenang. Pemerintah pun, menurutnya, masih terjebak memakai cara-cara instan dalam menggenjot kualitas pendidikan.

Kita lupa harus berpikir secara strategis dan jangka panjang. Bagaimana supaya anak-anak Indonesia punya kemampuan level dunia, tapi strategi kita adalah strategi yang berkeadilan untuk semua,” tegas Ubaid.

Harus Dikaji Lebih Matang

Berdasarkan dokumen cetak biru program SMA Unggulan Garuda yang diperoleh Tirto, pembelajaran di sekolah tersebut bakal memadukan kurikulum nasional dan International Baccalaureate (IB).

IB digunakan untuk meningkatkan kesempatan lulusan SMA Unggulan Garuda diterima di perguruan tinggi luar negeri favorit. IB terdiri dari enam kelompok mata pelajaran interdisipliner, yakni: studies in language and literature, language acquisition, individuals and societies, sciences, mathematics, dan the arts.

SMA Unggulan Garuda menerapkan tiga jalur penerimaan, yaitu dari jalur afirmasi, jalur reguler, dan jalur paralel. Jalur afirmasi dibuka untuk keluarga prasejahtera dengan kuota 30 persen. Lalu, jalur reguler bakal menyediakan beasiswa kepada murid berprestasi dengan kuota sebesar 50 persen.

Sementara itu, jalur paralel diperuntukan untuk anak keluarga mampu yang membayar biaya sekolah, asrama, dan keperluan lainnya. Kuota jalur ini sebesar 20 persen.

Untuk pembangunan 20 SMA Unggulan Garuda hingga 2029, pemerintah menerapkannya dalam beberapa tahapan. Tahun ini, pemerintah akan mulai membangun 4 sekolah. Lantas, diikuti pembangunan 5 sekolah pada 2026, 4 sekolah di 2027, 4 sekolah di 2028, dan 3 sekolah pada 2029.

Total anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan satu sekolah sekitar Rp341 miliar. Adapun untuk operasional sekolahnya ditaksir mencapai Rp40 miliar.

Dokumen cetak biru program SMA Unggulan Garuda juga menjabarkan bahwatenaga pengajar asing yang direkrut akan membawa sejumlah tugas. Di antaranya mengedepankan perspektif global, keberagaman budaya dan wawasan, pembelajaran berkualitas dan inovatif, serta persiapan studi perguruan tinggi luar negeri bagi siswa.

Reporter Tirtosudah berupaya mengonfirmasi informasi-informasi dalam dokumen tersebut ke Kemdiktisaintek, tapi tak mendapatkan respons. Mendikti Satryo dan Plt. Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek, Togar Mangihut Simatupang, tidak merespons permintaan wawancara Tirtosoal rencana program SMA Unggulan Garuda.

Sementara itu, Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menilai bahwa penggunaan jasa pendidik luar negeri di SMA Unggulan Garuda memang berada di ranah persoalan tenaga kerja.

Guru-guru di Indonesia tentu amat wajar jika merasa waswas akan rencana tersebut. Namun, bagi Iman, wacana itu memang konsekuensi dari penerapan kurikulum internasional yang membutuhkan kualitas pengajar unggulan pula.

Menurut Iman, wacana tersebut tidak akan menjadi persoalan besar bila pemerintah turut membangun ekosistem guru di dalam negeri. Jadi, pemerintah diharap tidak sekadar mendatangkan guru asing, tapi juga membentuk program untuk meningkatkan kualitas guru di Indonesia.

SMA Unggulan Garuda akan menjadi mirip program ajang pencarian bakat semata apabila pemerintah tidak membenahi persoalan-persoalan klasik sektor pendidikan. Iman setuju saja jika sekolah unggulan diniatkan untuk memfasilitasi anak cerdas istimewa berbakat istimewa (CIBI). Sebab, anak CIBI memang bakal kurang terfasilitasi apabila bersekolah di sekolah reguler.

Meski demikian, Iman kurang setuju bila SMA Unggulan Garuda hanya dibentuk untuk memoles capaian kerja pemerintah semata. Amat disayangkan, pikir Iman, jika pembangunan sekolah unggulan tidak dipikirkan secara berkelanjutan karena berfokus pada capaian-capaian jangka pendek saja.

Bila biaya yang digelontorkan ratusan miliar, masyarakat khawatir keberlanjutannnya. Kalau programnya tidak dilanjut [usai Prabowo lengser], maka pembiayaannya jadi hilang. Maka ini berpotensi menjadi sekolah mahal di kemudian hari,” kata Iman kepada reporter Tirto.

Ditemui usai agenda di Kantor BKKBN, Jakarta Timur, Senin (13/1/2025) lalu, Mendiktisaintek, Satryo Soemantri Brodjonegoro, mengaku memang membuka peluang bagi pengajar dari luar maupun dalam negeri untuk menjadi guru di SMA Unggulan Garuda. Dia mengaku masih akan mempertimbangkan lebih lanjut sebelum menentukan opsi terbaik.

Satryo menyatakan bahwa pemerintah saat ini masih fokus membangun SMA Unggulan Garuda sesuai targat untuk tahun ini. Dia memastikan pembangunan sekolah ini di NTT akan mulai berjalan.

Tergantung, [guru] mana yang terbaik saja. Luar [negeri] bisa, dalam [negeri] bisa,” kata dia.

Baca juga artikel terkait KUALITAS PENDIDIKAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fadrik Aziz Firdausi