tirto.id - Akhir pekan lalu, penolakan pembangunan rumah ibadah kembali terjadi. Sekelompok orang menolak rencana pembangunan pura di di Desa Sukaurip, Kabupaten Bekasi, dengan alasan minimnya jumlah penganut Hindu di desa itu.
Warga Hindu di Kabupaten Bekasi memang merupakan kelompok minoritas. Berdasarkan data Jabar Dalam Angka, pada 2015, jumlah umat Hindu di Kabupaten Bekasi sebanyak 6.125 penduduk atau setara dengan 0,2 persen dari total penduduk Bekasi.
Minimnya jumlah pemeluk Agama tertentu di suatu wilayah nyatanya berdampak pada kesulitan pendirian rumah ibadah. Hal ini turut dikondisikan peraturan terkait tata cara pendirian rumah ibadah yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 dan No. 8 Tahun 2006. Pasal 14 ayat 1 peraturan tersebut disebutkan bahwa pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
Lebih lanjut, pada ayat kedua, dijelaskan pula soal beberapa persyaratan khusus dalam pembangunan rumah ibadah. Pertama, daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah harus paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat. Kedua, dukungan masyarakat setempat paling sedikit harus berjumlah 60 orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa. Selain itu, harus ada pula rekomendasi tertulis dari kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. Yang terakhir, rekomendasi tertulis dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) kabupaten/kota.
Jumlah Masjid Meningkat, Gereja Protestan Menurun
Menurut jumlah rumah ibadahnya, masjid merupakan rumah ibadah yang paling banyak berdiri dengan jumlah mencapai 292.439 unit pada 2013. Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya. Data terakhir yang tercatat di Laporan Kementerian Agama tahun 2016, jumlah masjid sudah mencapai angka 296.797 unit. Angka tersebut belum mencakup langgar dan musala.
Selain masjid, jumlah gereja Katolik di Indonesia juga mengalami peningkatan. Pada 2013, jumlahnya mencapai 7.907 unit dan meningkat menjadi 7.911 unit setahun setelahnya. Terakhir, pada 2016, jumlah gereja Katolik sudah mencapai 13.228 unit.
Sementara itu, untuk gereja Kristen Protestan, jumlahnya malah mengalami penurunan. Tahun 2013, gereja Kristen di Indonesia jumlahnya mencapai 61.796 unit, turun menjadi 58.650 pada 2014. Angkanya kemudian terus mengalami penurunan. Pada 2016, jumlah gereja Kristen tercatat sebanyak 57.166 unit.
Cerita Usang yang Berulang
Penolakan pendirian rumah ibadah memang bukan cerita baru. Pada 2018, misalnya, Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) menolak renovasi Masjid Agung Al-Aqsha di Sentani, Papua. Alasannya karena menara masjid itu lebih tinggi dari gereja di sekitar lokasi, di Jalan Raya Abepura.
Selain itu, PGGJ juga menyuarakan sejumlah poin penolakan lain, yakni: Pengeras suara masjid harus diarahkan ke arah masjid; Pembatasan dakwah Islam di Jayapura; Pelarangan anak sekolah memakai seragam "bernuansa agama tertentu"; Pelarangan "ruang khusus seperti musala" pada fasilitas umum; dan Melarang pembangunan masjid dan musala di area perumahan KPR BTN.
Mengacu pada peraturan pemerintah, pembangunan rumah ibadah wajib pula mendapatkan rekomendasi bersama antara PGGJ, pemerintah daerah, dan pemilik hak ulayat. PGGJ juga mendesak pemerintah provinsi dan DPR Jayapura menyusun Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) tentang "kerukunan umat beragama" di Jayapura.
Data BPS Kabupaten Jayapura mencatat, terdapat 37 masjid di Sentani pada 2017 dengan proporsi pemeluk agama Islam terhadap jumlah penduduk di wilayah itu hanya 38,09 persen atau setara dengan 20.785 penduduk. Di sisi lain, proporsi pemeluk agama Kristen dan Katolik di daerah tersebut sebesar 52,27 persen.
Penolakan lain juga pernah terjadi di Kota Bogor, Jawa Barat. Jemaat dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin yang kesulitan untuk membangun tempat peribadatan. Pada 10 April 2012, Wali Kota Bogor saat itu, Diani Budiarto menyegel sepenuhnya GKI Yasmin dengan mengerahkan Satpol-PP.
Pemerintah Kota Bogor melakukan penyegelan karena pihak GKI Yasmin tidak menghiraukan teguran mereka terkait pembangunan gereja. Sebagai catatan, proporsi pemeluk agama Kristen di Kota Bogor pada tahun 2016 tercatat sebesar 3,64 persen.
Dari beberapa kejadian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan regulasi pendirian rumah ibadah masih belum bisa berjalan dengan baik, salah satunya karena Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 dan No.8 tahun 2006. Masih banyak umat beragama dari kalangan minoritas yang kesulitan mendapatkan akses beribadah dengan aman dan nyaman. Padahal, kebebasan memeluk agama dan beribadah menurut agama dijamin dalam UUD 1945.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara