tirto.id - Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, membantah pihak Istana telah membentuk tim kajian khusus mengenai struktur organisasi DPP PDIP yang baru dilantik beberapa waktu lalu.
Pratikno menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo tak mengetahui hal itu dan membantah tuduhan pembentukan tim kajian khusus tersebut.
"Ini tadi saya tunjukkan ke Pak Presiden beliau juga baca ada berita apa ini? Padahal beliau sama sekali tidak mengetahui hal itu. Jadi enggak ada cerita sama sekali itu," kata Pratikno di Kantor Kemensetneg, Jakarta, Selasa (6/8/2024).
Dikutip dari Majalah Tempo, Jokowi disebut-sebut memerintahkan para pembantunya untuk membuat tim khusus untuk mengkaji aspek legal perpanjangan masa bakti pengurus PDIP 2019-2024. Kabar ini disampaikan oleh narasumber seperti termuat dalam laporan Majalah Tempo ‘Konflik Terbuka Jokowi-Mega’ yang terbit pada Senin, 5 Agustus 2024.
Langkah Jokowi untuk membuat tim khusus ini diawali dengan teguran kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly.
Para politikus PDIP menyampaikan kepada Tempo bahwa Yasonna ditegur gara-gara mengesahkan pengurus baru PDIP dalam lembaran negara. Wanti-wanti Jokowi kepada Yasonna disebut karena adanya nama-nama pengurus partai yang belakangan menjadi pengkritik keras kebijakan Jokowi.
Sebelumnya, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, membantah dirinya berkonflik dengan Presiden Joko Widodo. Dia berkilah bahwa hubungannya dengan Jokowi saat ini renggang karena ia menolak kebijakan untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Lho, enaknya lho dia ngomong gitu. Saya sama presiden baik-baik saja. Memangnya kenapa? Hanya karena saya dikatakan, karena saya tidak mau ketika diminta tiga periode. Atau karena saya katanya tidak mau memperpanjang? Lho, saya tahu hukum kok," kata Megawati dalam acara penyerahan duplikat bendera pusaka kepada seluruh gubernur se-Indonesia di Balai Samudra, Jakarta, Senin (5/8/2024).
Dirinya menegaskan bahwa penolakan mengenai perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode adalah perjuangan konstitusi. Menurutnya, perpanjangan masa jabatan tersebut harus melalui sidang MPR dan melibatkan banyak pakar di bidang hukum tata negara.
"Mana yang ahli hukum [tata negara] angkat tangan. Itu kan ranahnya konstitusi. Ya, saya tidak punya hak lho mengatakan boleh atau tidak. Itu kan mesti Majelis Permusyawaratan Rakyat. Karena apa? Ketika dari yang namanya presiden seumur hidup itu waktu reformasi kan diubah. Itu TAP MPR. Saya tanya kepada ahli tata negara, apakah MPR yang sekarang disamakan ini, TAP-nya itu masih berlaku? Yes. Ada yang mau menyanggah? Ahli hukum tata negara? Ya silakan," kata dia.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto