tirto.id - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan menyerahkan laporan hasil analisis terkait dengan donasi Rp2 triliun dari keluarga Akidi Tio ke Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
"Hanya akan diserahkan ke Kapolri dan Kapolda Sumatera Selatan, itu sudah sesuai aturan hukumnya," kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (4/8/2021) dilansir dari Antara.
Hingga saat ini, pengumpulan data masih terus dilakukan PPATK.
"Ada beberapa informasi yang masih ditunggu dan harus diklarifikasi," tambah Dian.
Dian menyebutkan sejak awal PPATK memberikan perhatian kepada donasi tersebut karena profil penyumbang tidak sesuai dengan jumlah yang disumbangkan.
"Juga karena keterlibatan pejabat publik yang menerima yaitu Kapolda Sumsel. Keterlibatan pejabat publik seperti ini memerlukan perhatian PPATK agar tidak mengganggu nama baik yang bersangkutan dan institusi kepolisian," ujar Dian.
Menurut Dian, sejauh ini PPATK sudah melakukan analisis dan pemeriksaan dan menyimpulkan uang yang disebut dalam bilyet giro itu tidak ada.
Seperti diketahui, pada 26 Juli 2021, almarhum Akidi Tio melalui anak perempuannya yaitu Heryanti Tio dan dokter keluarga Hardi Darmawan menyerahkan bantuan secara simbolis sebesar Rp2 triliun kepada Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Pol Eko Indra Heri.
Hibah itu disebut diberikan untuk membantu korban COVID-19 di Sumsel. Irjen Eko pun mengaku Akidi Tio adalah keluarga yang ia kenal saat bertugas di Aceh.
Akidi Tio diketahui adalah pengusaha konstruksi asal Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur. Ia meninggal dunia pada 2009 dan dimakamkan di Palembang.
Namun pada Senin (2/8) Heryanti Tio diperiksa oleh Polda Sumsel karena saat petugas Polda Sumsel hendak melakukan pencairan dana melalui bilyet giro, didapati uang dalam bilyet giro tersebut kurang dari Rp2 triliun.
Supaya bisa melakukan pemeriksaan lebih mendalam, Polda Sumsel pun mengirimkan surat kepada otoritas Bank Mandiri sebagai bank mengeluarkan bilyet giro itu karena bank tidak dapat memberitahukan informasi pemilik rekening berdasarkan Undang-Undang Perbankan.
Heryanti seharusnya kembali diperiksa pada Selasa (3/8) namun ia mengalami sesak nafas sehingga pemeriksaan belum dapat dilakukan lagi.
Terjadi kesimpangsiuran soal status Heriyanti. “Perlu digarisbawahi, kami undang (Heriyanti), bukan kami tangkap. Kami undang datang ke Polda untuk mengklarifikasi penyerahan dana Rp2 triliun melalui bilyet giro," kata Kabid Humas Polda Sumatera Selatan Kombes Pol Supriadi saat memberikan keterangan pers kepada wartawan, Senin (2/8/2021).
Pernyataan juru bicara berbeda dengan yang disampaikan Direktur Intelkam Polda Sumatera Selatan Kombes Pol Ratno Kuncoro saat bertemu Gubernur Sumsel Herman Deru pukul 14.20 WIB di kantor gubernur. Saat itu, Ratno menyebut Heriyanti telah menjadi tersangka dan dijerat Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana ihwal penyebaran berita bohong dan terancam 10 tahun penjara.
Editor: Bayu Septianto