Menuju konten utama

Polri, KPK, & DPR Tepis Usul Novel Baswedan soal TGPF

Politikus PDI Perjuangan menolak ide pembentukan TGPF penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Polri, KPK, & DPR Tepis Usul Novel Baswedan soal TGPF
Sejumlah pegawai KPK menggelar doa bersama untuk Novel Baswedan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/7). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Dalam sebuah wawancara dengan Najwa Shihab di program televisi Mata Najwa, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyebut kasus penyiraman air keras terhadapnya melibatkan oknum perwira tinggi di internal Polri.

Gara-gara itu Novel meragukan keberanian para penyidik Polri berani mengusut tuntas kasusnya. Ia pun mengusulkan pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) agar eksekutor lapangan maupun aktor intelektual yang menyerang dirinya terungkap.

  • Baca:

    Novel Tuding Perwira Polri Inisiasi Teror ke Penyidik KPK

    Novel: Ada Petinggi Polri yang Beri Tahu Saya akan Diserang

Namun usulan Novel agar TGPF dibentuk mendapat tanggapan dingin baik dari unsur Polri, KPK, dan DPR. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Kombes Pol Rikwantu menilai TGPF tidak perlu dibentuk. Toh menurutnya selama ini penyidik Polri selalu berkoordinasi dengan KPK mengungkap kasus Novel.

“Penyidik Polri selalu koordinasi dengan KPK. Bahkan sudah dua kali paparan di kantor KPK tentang perkembangan penyelidikan termasuk hambatan-hambatannya,” ujar Rikwanto, Jumat (29/7).

Rikwanto menganggap pemaparan Polri di KPK sudah sudah mencerminkan keseriusan dan keterbukaan Polri dalam bekerja. “Keseriuan dan transparansi dalam penyelidikan kami lakukan untuk mengungkap kasus ini sehingga dalam hal ini TGPF tidak diperlukan,” ujarnya.

Senada dengan Rikwanto, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan pihaknya harus mendengar langsung keterangan Novel. Setyo malah melempar bola ke KPK.

“Kami welcome, kapan KPK mau, karena waktu itu ketua KPK sudah janji mau dampingi tim kita yang pergi ke Singapura tapi sampai sekarang mungkin beliau masih sibuk, semoga dalam waktu dekat,” ujar Setyo.

Setyo juga membantah lambatnya proses pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel disebabkan adanya keterlibatan oknum perwira Polri. Ia mengklaim Polri bertindak profesional dalam proses penyelidikan.

Irwasum Mabes Polri Komjen Pol Dwi Prayitno menyatakan pihaknya memaklumi jika Novel merasa kecewa dengan proses pengungkapan kasusnya yang berjalan lambat. Namun, ia juga membantah Polri tidak serius dalam bekerja. “Kami ingin kasus ini segera terungkap, tapi memang kami punya kendala seperti yang tadi disampaikan. Karena kejahatan itu memang kadang-kadang bisa dilakukan dengan sempurna,” kata Prayitno.

Setali tiga uang dengan Polri, KPK pun terkesan ogah-ogahan menyikapi usulan Novel agar TGPF dibentuk. Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan beralasan pihaknya perlu pembahasan lebih lanjut sebelum menindaklanjuti usulan Novel. Ia tidak ingin ada kesalahan undang-undang dalam proses penyidikan kasus Novel yang merupakan ranah kepolisian.

“Mungkin hari ini atau besok pagi akan kami bicarakan dulu supaya di dalam setiap tindakan kita jangan terlalu gegabah. Semua berjalan smooth karena bagaimanapun tindak pidana ini ada di kewenangan kepolisian,” ujar Basaria.

Basaria juga mengatakan KPK merasa perlu mendengar langsung keterangan dari Novel soal perkembangan kasusnya. Sebab saat ini perkembangan kasus Novel hanya menjadi pembahasan di kalangan komisioner. Ia mengatakan KPK masih percaya dengan Polri yang sedang mengungkap kasus Novel. “Apa pun yg dibutuhkan kepolisian, termasuk keterangan yang dibutuhkan dari korban ini kami akan bantu itu semua. Sampai saat ini kami masih percaya kepolisian,” kata Basaria.

Sejumlah politikus Senayan, khususnya mereka yang berasal dari Fraksi PDI Perjuangan berkomentar sinis terhadap usulan Novel membentuk TGPF. Masinton Pasaribu, anggota Komisi III DPR Fraksi PDI Perjuangan meminta Novel dan pihak-pihak yang mengusulkan pembentukan TGPF melapor kepolisian jika memang memiliki bukti-bukti yang bisa mengungkap kasus dimaksud.

“Enggak ada [TGPF]. Mereka lapor ke polisi, itu baru betul,” ujar Masinton.

Masinton juga menganggap tuduhan Novel soal adanya keterlibatan oknum perwira Polri yang terlibat dalam penyerangan tidaklah beralasan. Dengan nada sarkastis, Masinton menyebut Novel tidak ubahnya kaleng rombeng.

“Lapor sajalah, jangan kayak kaleng rombeng. Ini lama-lama beropini terus mereka, nuduh sana, nuduh sini,” ujar Wakil Ketua Pansus Hak Angket DPR ini. “Lapor! Kan penegak hukum, masak enggak tahu prosedur hukum. Lapor dulu baru jelas. Itu kayak tudingan kaleng rombeng juga. Lapor biar jelas.”

Politikus PDI Perjuangan lainnya, Henry Yosodiningrat juga meminta Novel membuktikan segala tuduhannya. Menurutnya Novel tidak bisa terus menerus mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan Polri tanpa disertai pembuktian.

“Dia harus terbuka juga. Harus ngomong siapa yang dia curigai, kan gitu. Jangan nyindir-nyindir Kapolri, pokoknya harus berani menegakkan hukum," kata Henry yang juga menjadi anggota Komisi III dan Pansus Hak Angket KPK.

Meski begitu, secara pribadi Henry menilai tidak ada masalah seandainya TGPF jadi dibentuk. Ia beralasan tidak ada satu pun institusi yang melakukan boleh berlaku sewenang-wenang di republik ini. “Jadi jangan dikatakan bahwa karena ini terjadi dengan KPK lalu kita diam, dengan Polri pun begitu, kami akan melakukan pengawasan,” ujar Henry.

Arteria Dahlan—masih merupakan anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi III—mengatakan kasus penyiraman air keras yang dialami Novel tidak akan menyurutkan langkah Pansus KPK menyelidiki pelanggaran hukum yang dilakukan Novel sebagai penyidik KPK. Rencananya, Novel akan dipanggil Pansus pada 18 September 2017. “Kalau Novel tidak mau, ya kami yang ke tempat Novel,” lanjutnya.

Arteria mengatakan kasus penyerangan yang dialami Novel harus dipisahkan dengan dugaan pelanggaran penyidikan yang dilakukannya. “Kami akan lindungi [Novel] sebagai warga negara, sebagai penegak hukum yang dizalimi saat menjalani proses sebagai penegakan hukum. Tapi terkait dengan penyimpangan yang dia lakukan, dia wajib mempertanggungjawabkannya di hadapan hukum,” ujar Arteria.

Anggota Pansus Hak Angket KPK ini menilai Novel sulit diajak bekerjasama dengan penyidik oleh penyidik Polri. “Kendalanya, ketemu sama Novel itu polisi lebih sulit [bertemu] daripada Najwa ketemu sama Novel,” katanya.

Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK meminta Presiden Jokowi segera membentuk TGPF untuk menuntaskan kasus penyerangan terhadap Novel. Seperti halnya Novel, koalisi tidak percaya kepolisian punya niat serius mengungkap perkara ini.

“Kenapa Presiden? Karena secara langsung kepolisian di bawah Presiden,” kata Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.

“Sederhana saja Novel itu mantan penyidik polisi, mantan Kasatreskrim Bengkulu artinya Novel punya insting yang kuat untuk ungkap kasus ini. Dan insting yang sama kami yakin juga dimiliki polisi yang lain. Ini hanya masalah komitmen."

Kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang terjadi pada 11 April 2017 ini sudah lebih dari 100 hari di tangan kepolisian. Namun hingga hari ini, Polri belum menetapkan satu orang pun tersangka pelaku, apalagi aktor intelektual yang merencanakan serangan itu.

Baca juga artikel terkait NOVEL BASWEDAN DISIRAM AIR KERAS atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher & Felix Nathaniel
Penulis: Jay Akbar
Editor: Maulida Sri Handayani