Menuju konten utama

Lima Kejanggalan Penanganan Kasus Penyerangan Novel Baswedan

Dahnil mengatakan setidaknya ada lima kejanggalan yang ditemukan koalisi selama proses penyidikan terhadap kasus Novel.

Lima Kejanggalan Penanganan Kasus Penyerangan Novel Baswedan
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyapa wartawan saat akan dirujuk ke rumah sakit khusus mata di Jakarta, Selasa (11/4). Penyidik senior KPK itu diserang dengan air keras oleh orang tak dikenal seusai menjalankan Salat Subuh di masjid dekat rumahnya. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang bekerja secara independen terhadap kasus penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan. Pasalnya, sudah lebih seratus hari kasus itu ditangani, tim penyidik Polda Metro Jaya belum bisa menemukan pelaku penyiraman air keras terhadap Novel.

Ketua Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, baik Novel ataupun Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK sudah tidak percaya lagi terhadap kinerja para penyidik kepolisian.

"Sederhana saja Novel itu mantan penyidik polisi, mantan kasatreskrim Bengkulu artinya Novel punya insting yang kuat untuk ungkap kasus ini. Dan insting yang sama kami yakin juga dimiliki polisi yang lain. Ini hanya masalah komitmen," ungkap Dahnil di Kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2017).

Dahnil mengatakan setidaknya ada lima kejanggalan yang ditemukan koalisi selama proses penyidikan terhadap kasus itu. Pertama, tidak ditemukannya sidik jari dalam gelas yang ditemukan disekitar lokasi kejadian yang diduga digunakan oleh pelaku penyiraman.

"Awal disampaikan bahwa ada sidik jari di situ, tapi kemudian disampaikan oleh Humas Polda bahwa sidik jarinya hilang. Kenapa? Karena air kerasnya saking kerasnya bisa menghilangkan sidik jari," kata Dahnil.

Kedua, adalah dilepaskannnya tiga orang yang diduga pelaku penyerangan berdasarkan keterangan saksi di sekitar lokasi kejadian. Padahal koalisi meyakini bahwa 2 dari 3 orang tersebut merupakan pelaku yang telah lama mengintai Novel di rumahnya.

"Polisi berdalih ketiga orang tersebut merupakan orang yang sedang mengintai kendaraan bermotor. Padahal, tidak mungkin kegiatan mata elang dilakukan di dalam komplek perumahan," kata dia.

Ketiga, kejanggalan juga terlihat dari ketidaksepahaman penyidik Polda Metro Jaya dengan pihak Mabes Polri. "Pernyataan pihak Mabes Polri kerap dibantah atau direvisi oleh Tim Penyidik Polda, seperti terkait dengan status ketiga orang pelaku yang pernah ditangkap dan diperiksa oleh Penyidik Polda Metro Jaya," imbuhnya.

Keempat, kata Dahnil, adalah munculnya ancaman-ancaman terhadap beberapa anggota Komisoner Komnas HAM dalam proses usulan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta.

Beberapa waktu lalu Komnas HAM bersama PP Muhammadiyah menginisiasi pembentukan TGPF terkait kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan, namun sampai saat ini wacana tersebut belum terealisasi. "Ada pernyataan dari teman-teman Komnas HAM bahwa ada tekanan kepada mereka kalau bikin TGPF," ujarnya.

Kelima, yakni adanya Tim di internal Polri yang juga bergerak di luar proses penyidikan. Ia menerangkan beberapa anggota yang mengaku dari Mabes Polri juga mendekati para saksi dan meminta informasi terkait dengan peristiwa penyerangan Novel.

"Itu yang kemudian upaya ini agak tersendat. Oleh karena itu, kami tidak bisa berharap kepada institusi lain, kami hanya bisa berharap kepada tentu yang paling tinggi secara nyata adalah Presiden (Jkowi)," tegasnya.

Baca juga artikel terkait NOVEL BASWEDAN DISIRAM AIR KERAS atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto