Menuju konten utama

Polri Bantah Rasisme Aparat terhadap Mahasiswa Papua di Surabaya

Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengklaim bahwa evakuasi dilakukan agar tidak terjadi bentrokan dan jatuh korban.

Polri Bantah Rasisme Aparat terhadap Mahasiswa Papua di Surabaya
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, ANTARA FOTO/Reno Esnir/ama.

tirto.id - Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo membantah tuduhan soal polisi berlaku rasis dalam menangani mahasiswa asal Papua di Surabaya, Jawa Timur.

"Mana yang rasis? Tidak ada tindakan rasis, justru kami evakuasi agar tidak terjadi bentrokan dan jatuh korban, itu yang penting," kata dia di Mabes Polri, Senin (19/8/2019).

Tuduhan itu terdapat dalam video yang viral di media sosial, saat masyarakat dan aparat mengepung asrama di Jalan Kalasan No.10, Surabaya.

Saat itu 43 mahasiswa terkurung dan aparat meminta mereka menyerahkan diri.

Massa kesal lantaran mahasiswa Papua itu merusak tiang bendera, sehari sebelum HUT Republik Indonesia ke-74 berlangsung.

Salah satu mahasiswa, Dorlince Iyowau (19) tidak tahu alasan kemarahan orang-orang itu, tapi ia menduga aksi itu berhubungan dengan tiang bendera yang patah di depan asrama.

Suasana makin mencekam, Satpol PP dan berbagai ormas berdatangan mengepung asrama. Ujaran-ujaran rasis penuh kebencian terlontar dari mulut mereka sejak sore. Mahasiswa yang ketakutan hanya bisa berkumpul di aula asrama sembari menahan lapar sepanjang malam.

17 Agustus siang, 27 mahasiswa Papua lain datang ke asrama untuk membawa makan. Namun mereka tak bisa keluar, 43 mahasiswa terjebak di asrama. Dedi mengatakan dugaan perusakan tiang bendera itu ada.

"Ada. pelakunya belum (ditetapkan). Perusakan depan asrama memang terlihat, perusakan sering terulang. Masyarakat itu terprovokasi, terjadi pengepungan dan mencoba masuk ke asrama," kata Dedi.

Tapi, lanjut dia, terjadi negosiasi di lokasi kejadian, lantas 43 mahasiswa dievakuasi dan setelah itu dikembalikan ke asrama. Dalam peristiwa itu kepolisian memaksa masuk ke dalam asrama dengan kekuatan penuh. Gas air mata memenuhi asrama, sekitar empat mahasiswa pun terluka dalam kejadian itu. Masing-masing di pelipis kanan, di punggung, di kaki karena terkena gas air mata, dan tangan keseleo.

Mereka digelandang ke Mapolres Surabaya untuk diperiksa terkait dugaan perusakan bendera yang diadukan ke kepolisian pada 16 Agustus. Dalam pemeriksaan, mahasiswa mengaku tak tahu menahu atas rusaknya tiang bendera, selain itu tak ditemukan bukti lain yang menyatakan mahasiswa merusak bendera. Lantas mereka dilepaskan pada 17 Agustus tengah malam.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN APARAT atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari