tirto.id - Polisi Thailand menggagalkan penyelundupan sperma di perbatasan Laos. Mereka menangkap seorang tersangka bernama Nithinon Srithaniyanan (25) yang diduga akan menyelundupkan sperma ke sejumlah negara tetangga seperti Laos dan Kamboja.
Kepolisian setempat, seperti dikutip dari Sidney Morning Herald, Sabtu (22/4/2017), menyatakan bahwa penyelundupan itu terkait dengan praktik surogasi komersil. Surogasi merupakan pengaturan atau perjanjian yang mencakup persetujuan seorang wanita untuk menjalani kehamilan bagi orang lain, yang akan menjadi orang tua sang anak setelah kelahirannya.
Penyelundupan ini terbongkar saat pejabat pabean beberapa kali melihat seorang pria mencurigakan melintasi perbatasan dari Thailand timur laut ke Laos, sebuah rute penyelundupan yang diketahui.
Ketika polisi menangkap Nithinon Srithaniyanan dan meminta untuk membuka kopernya, polisi menemukan enam tabung sperma manusia di dalam tangki nitrogen.
Pada Jumat kemarin, pejabat kesehatan Thailand juga telah menggerebek setidaknya satu klinik yang diduga menjalankan prakik surogasi. Namun para pekerja di klinik tersebut membantah berhubungan bisnis gelap dengan Nithinon.
Thongchai Keeratihuttayakorn, wakil direktur Departemen Pelayanan Kesehatan Thailand, mengatakan kepada wartawan bahwa mereka akan menindak secara hukum terhadap setiap klinik Thailand yang memperdagangkan sperma manusia, telur dan atau embrio.
Kepada pihak berwenang Thailand, tersangka Nithinon mengatakan bahwa dia telah menerima bayaran dari hasil penyelundupan sperma dari Thailand ke Laos sebanyak 20 kali dan dari Thailand ke Kamboja 24 kali sejak Juli tahun lalu.
Sementara itu, pihak berwenang Kamboja mengumumkan sebuah tindakan keras terhadap praktik surogasi komersial di ibukota Phnom Penh pada Oktober tahun lalu. Pengumuman ini muncul ketika mereka menangkap perawat Australia bernama Tammy Davis-Charles. Davis-Charles saat ini tengah menunggu vonis atas tuduhan menjalankan bisnis surogasi komersial dan memiliki dokumen palsu.
Sedikitnya 70 orang tua Australia yang berniat untuk mengadakan perjanjian dengan operator surogasi di Phnom Penh menghadapi risiko dituduh melakukan perdagangan manusia dan kesulitan membawa pulang bayi mereka ke rumah.
Beberapa orang Australia diyakini telah membawa bayi dan ibu pengganti ke Vietnam dan Thailand di mana mereka mengajukan paspor untuk bayi di kedutaan besar Australia.
Namun pemerintah Kamboja telah mengumumkan bahwa orang tua asing dari bayi yang lahir dari ibu pengganti harus diadili untuk membuktikan ayah dan kemampuan merawat bayi tersebut.
Dalam kasus ibu pengganti di Kamboja yang sudah menikah, suaminya dianggap sebagai ayah bayi sampai terbukti sebaliknya di pengadilan.
Pengaturannya hanya akan mencakup kehamilan saat ini atau bayi yang sudah lahir. Kasus lainnya akan dianggap sebagai perdagangan manusia.
Berdasar kasus ini Kamboja telah menyusun undang-undang baru untuk menangani perkara surogasi.
Sementara Laos, salah satu negara paling korup di dunia, telah membatasi fasilitas perawatan intensif neo-natal.
Pemerintah Australia telah memperingatkan warganya bahwa surogasi komersial di luar negeri berpotensi menimbulkan masalah hukum dan sosial signifikan. Hal ini berarti pemerintah memperingatkan warga Australia untuk mempertimbangkan semua risiko legal dan lainnya.