tirto.id - Belasan anggota kepolisian merangsek masuk ke gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta di Menteng, Jakarta Pusat pada Sabtu (16/9/2017) untuk memastikan acara seminar bertajuk “Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965/66" batal dilaksanakan.
Sekitar puku 16.10 WIB polisi berdebat dengan para panitia dan kemudian memaksa masuk ke lantai 4 di mana diskusi akan digelar.
Polisi juga sempat mengambil laptop yang ada di ruang seminar untuk dibawa sebagai alat bukti. Namun hal tersebut digagalkan oleh panitia yang ada di ruangan lantaran menganggap tindakan tersebut tidak memiliki alasan.
"Gini aja, kan udah ada kesepakatan tadi diskusi ini enggak boleh diadakan. Tapi faktanya apa, ini spanduk masih ada," katanya Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Suyudi Ario Seto.
Ia meminta Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa untuk ikut ke kantor kepolisian sektor Menteng untuk dimintai keterangan. Namun Alghiffari enggan menuruti permintaan tersebut.
"Bicarakan apa lagi, dari tadi kita sudah banyak bicara di sini," ujar Alghiffari.
Adu mulut pun terjadi lantaran Kapolsek Menteng, Ronald Purba, memaksa semua atribut seminar dicabut dan para penyintas 65 yang telah hadir di Gedung LBH dipulangkan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Asfinawati mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan kepolisian untuk memaksa masuk ke gedung LBH merupakan yang kesekian kalinya sejak masa reformasi.
Tindakan pertama terjadi di awal 2000-an saat ada tawuran mahasiswa. Tindakan kedua terjadi pada 2012 usai terjadi kerusuhan dalam aksi penolakan kenaikan harga BBM yang dilakukan Konsolidasi Nasional Mahasiswa Indonesia (KONAMI).
Pada kasus pertama, "Mereka [aparat polisi] kemudian masuk ke mana-mana dan mengambil teman-teman Papua yg sedang konsultasi," kata Asfinawati.
Terkait pembubaran paksa seminar hari ini, Asfinawati juga mengatakan bahwa pihak kepolisian telah melanggar kesepakatan sebelumnya yang mengatakan bahwa para penyintas diperbolehkan untuk menetap sementara di gedung LBH saat ada aksi penolakan dari sejumlah organisasi kemasyarakatan.
"Kesepakatannya adalah acara boleh dibatalkan dan para orang tua boleh masuk makan karena kan tidak mungkin mereka tiba-tiba pulang, mereka tiketnya jam berapa?" ungkapnya.
"Mereka mungkin bisa terancam di jalan. Dan sebagian masih trauma karena aksi penolakan tadi," tambahnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Akhmad Muawal Hasan