tirto.id - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan mendukung Perppu Ormas untuk dijadikan undang-undang. Namun, mereka memberikan sejumlah catatan untuk direvisi sebelum disahkan.
"Mengapa perlu revisi? Partai Demokrat berpendapat kalau langsung diperlakukan sebagai undang-undang dan kemudian sama sekali tidak direvisi dan penyempurnaan, maka paradigma dan substansi undang-undang tersebut ada yang tidak tepat, tidak adil dan tidak sesuai dengan jiwa konstitusi kita, UUD 1945 meskipun sebagian dari substansi perppu tepat dan memang diperlukan," kata SBY di kantor DPP Partai Demokrat, Proklamasi, Jakarta, Senin (30/10/2017).
Menurut SBY, sikap setuju dengan revisi dari Partai Demokrat karena tidak ingin UU Ormas ditolak. Selain melihat ada sejumlah masalah dari Perppu ormas. Mereka juga melihat jumlah suara yang menolak perppu itu tidak lebih besar daripada jumlah suara yang menerima.
SBY juga menyatakan bahwa upayanya melobi Presiden Joko Widodo agar menyetujui direvisinya Perppu Ormas membuahkan hasil.
"Alhamdulillah pertemuan saya dengan Pak Jokowi, perlunya benar-benar perppu yang sekarang jadi UU Ormas itu direvisi dan ini memiliki prioritas dan urgensi yang tinggi. Presiden Jokowi jelas menjawab saat itu bahwa pemerintah bersedia untuk dilakukan revisi," kata SBY.
Usai pertemuan itu, Anggota Komisi II DPR RI dari Partai Demokrat pun menyiapkan sejumlah usulan revisi untuk Perpu Ormas. Hasil kajian revisi itu pun akan segera diserahkan kepada pemerintah dan DPR RI untuk disempurnakan menjadi Undang-undang.
Tiga Poin Revisi yang Diajukan Partai Demokrat
SBY mengatakan Partai Demokrat mengajukan 3 bentuk revisi dalam Perppu Ormas sebelum dijadikan undang-undang. Pertama, pemerintah harus mengatur pemberian sanksi secara tegas dan berimbang. Mereka berharap pemerintah memuat definisi penafsiran ormas yang harus dibubarkan sehingga tidak terjadi kesalahan saat pembubaran ormas.
"Partai Demokrat mengingatkan tidak boleh dalam menetapkan Ormas A atau B itu anti-Pancasila secara subjektif, sepihak, apalagi kalau sifatnya politis dan merujuk pada persoalan hukum atau legal," kata SBY.
Kedua, Partai Demokrat meminta pemerintah mengatur dengan jelas tingkat ancaman hukuman dan siapa yang dikenakan hukuman. Mereka tidak mau hukuman yang diberikan kepada ormas melebihi batas dan tidak adil.
SBY mencontohkan, apabila ada ormas yang melanggar, terutama kesalahan pada pengurus, maka hal itu tidak bisa diterapkan pada semua anggotanya. Pasalnya, tidak semua anggota yang mengetahui jika pengurus organisasi itu melakukan kesalahan, sehingga hukuman tidak boleh sama rata.
Ketiga, mereka menyoroti tentang mekanisme pembubaran, Demokrat meminta pemerintah membubarkan dengan proses hukum akuntabel tanpa mempertimbangkan waktu. "Kalau terlalu lama (waktu pembubaran), bisa disederhanakan, tetapi tidak boleh menghapuskan akuntabilitas berkaitan dengan pengadilan," kata SBY.
Pemerintah Menerima Revisi dengan Tangan Terbuka
Pemerintah melalui Menkumham Yasonna Laoly mengaku siap menerima poin-poin Perppu Ormas yang ingin direvisi sebelum disahkan menjadi Undang-undang.
"Kan ada kesepakatan-kesepakatan dengan beberapa fraksi. Ok kami sepakati, memang ada catatan mereka, ya sudah kami lihat keinginan-keinginan perbaikan mereka di mana," kata Yasonna di Kemenkumham, Kuningan, Jakarta, Senin (30/10/2017).
Kesepakatan partai politik dalam menerima Perppu Ormas menjadi Undang-undang sebagai tanda DPR dan pemerintah sepakat menjaga keutuhan NKRI. Ia mengingatkan, Indonesia tidak ingin menjadi seperti negara timur tengah yang mengalami konflik akibat kemunculan pemikiran radikal.
Meskipun terbuka terhadap revisi, pemerintah ingin melihat poin-poin yang ingin direvisi dari para legislatif. Pemerintah akan menelaah bersama dengan DPR dan menentukan bentuk revisi sebelum disahkan menjadi undang-undang. "Pasti kami sepakati bersama poin-poin mana yang diinginkan teman-teman. Kita lihat, kita duduk bersama saja, enggak perlu hura-hura, duduk. Bangsa ini kan milik kita bersama," kata Yasonna.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto