tirto.id - Menindaklanjuti instruksi Presiden Jokowi soal perpanjangan PPKM Darurat, Mendagri Tito Karnavian merilis aturan PPKM Level 4 dan 3 di Inmendagri Baru yang berlaku sampai 25 Juli 2021.
Inmendagri Nomor 22 Tahun 2021 mengatur soal PPKM Darurat Jawa-Bali yang diganti nama menjadi PPKM Level 4. Sedangkan Inmendagri Nomor 23 Tahun 2021 mengatur soal PPKM Mikro.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan dua instruksi menteri dalam negeri (Inmendagri) tentang perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat Jawa-Bali maupun PPKM mikro. Hal tersebut sebagai tindak lanjut pengumuman Presiden Jokowi soal nasib perpanjangan program PPKM di Indonesia.
Kedua aturan yang diterbitkan 20 Juli 2021 ini menyatakan ketentuan perpanjangan berlaku hingga 25 Juli 2021.
"Instruksi Menteri ini mulai berlaku pada 21 Juli 2021 sampai dengan 25 Juli 2021," bunyi diktum ke-13 Inmendagri 22 tahun 2021 maupun diktum ke-23 Inmendagri 23 tahun 2021 sebagaimana dilihat Tirto, Rabu (21/7/2021).
Untuk penerapan PPKM Level 3 dan 4 di Jawa Bali aturan berlaku sama dan diatur dalam Inmendagri 22 Tahun 2021. Sedangkan di Inmendagri 23 tahun 2021, ada sedikit perbedaan penerapan untuk PPKM Level 3 dan 4.
Perbedaan PPKM Level 3 dan 4 di Luar Jawa-Bali
Secara substansi penerapan PPKM Level 3 dan 4 maupun PPKM mikro tidak berubah. Berikut beberapa perbedaan aturan PPKM Level 3 dan 4 di luar Jawa-Bali (Inmendagri no.23/2021) yakni terkait:
1. Pada PPKM Level 4, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar baik di sekolah, perguruan tinggi, akademi, tempat pendidikan/pelatihan dilakukan secara daring. Pada PPKM Level 3 juga berlaku hal yang sama.
2. Kegiatan sektor non-esensial wajib memberlakukan 100 persen bekerja dari rumah atau work from home (WFH) pada PPKM Level 4. Untuk penerapan PPKM Level 3, pelaksanaan kegiatan di tempat kerja/perkantoran diberlakukan 75 persen WFH dan 25 persen WFO dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.
3. Pelaksanaan kegiatan sektor esensial dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen. Sementara perusahaan-perusahaan sektor kritikal dapat beroperasi 100 persen. Sedangkan pada PPKM Level 3, tetap dapat beroperasi 100% (seratus persen) dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat;
4. Supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan hanya dapat beroperasi hingga pukul 20.00 waktu setempat dan dengan kapasitas pengunjung maksimal 50 persen.
5. Kegiatan untuk apotek dan toko obat dapat buka selama 24 (dua puluh empat) jam. Aturan ini berlaku sama untuk PPKM level 3 dan 4.
6. Pada PPKM level 4, kegiatan makan/minum ditempat umum (warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan) baik yang berada pada lokasi tersendiri maupun yang berlokasi pada pusat perbelanjaan/mal hanya menerima delivery/take away dan tidak menerima makan ditempat (dine-in);
Pada PPKM level 3, pelaksanaan kegiatan makan/minum di tempat umum (warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan) baik yang berada pada lokasi tersendiri maupun yang berlokasi pada pusat perbelanjaan/mal:
1) makan/minum di tempat sebesar 25 persen dari kapasitas;
2) jam operasional dibatasi sampai dengan pukul 17.00 waktu setempat;
3) untuk layanan makanan melalui pesan-antar/dibawa pulang tetap diizinkan sampai dengan jam 20.00 waktu setempat;
4) untuk restoran yang hanya melayani pesan-antar/dibawa pulang dapat beroperasi selama 24 (dua puluh empat) jam; dan
5) pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 4) dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat,
7. Pada PPKM level 4, kegiatan pada pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan ditutup sementara kecuali akses untuk restoran, supermarket, dan pasar swalayan dapat diperbolehkan dengan memperhatikan untuk sektor esensial dan kritikal.
Pada PPKM level 3, pelaksanaan kegiatan pada pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan:
1) pembatasan jam operasional sampai dengan pukul 17.00 waktu setempat; dan
2) pembatasan kapasitas pengunjung sebesar 25 persen dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.
8. Pelaksanaan kegiatan konstruksi untuk infrastruktur publik (tempat konstruksi dan lokasi proyek) beroperasi 100 persen dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat;
9. Tempat ibadah tidak mengadakan kegiatan peribadatan/keagamaan berjamaah selama masa penerapan PPKM dan mengoptimalkan pelaksanaan ibadah di rumah;
10. Fasilitas umum (area publik, taman umum, tempat wisata umum dan area publik lainnya) ditutup sementara;
11. Kegiatan seni, budaya, olahraga dan sosial kemasyarakatan (lokasi seni, budaya, sarana olahraga dan kegiatan sosial yang dapat menimbulkan keramaian dan kerumunan) ditutup sementara;
12. Transportasi umum (kendaraan umum, angkutan masal, taksi (konvensional dan online) dan kendaraan sewa/rental) diberlakukan dengan pengaturan kapasitas maksimal 70 persen dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat, pada PPKM level 4. Sedangkan pada PPKM level 3 beroperasi dengan prokes ketat.
13. Pelaksanaan resepsi pernikahan ditiadakan selama penerapan PPKM level 4. Sedangkan untuk penerapan PPKM level 3, untuk kegiatan hajatan (kemasyarakatan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari kapasitas dan tidak ada hidangan makanan di tempat;
Perbedaan dari aturan sebelumnya, terkait aturan kebijakan Work From Home (WFH) dan Work From Office (WFO) untuk usaha di sektor kritikal maupun esensial, pada Inmendagri Nomor 22 Tahun 2021 merinci persentasenya.
Selain soal pelaksanaan PPKM Level 4 dan PPKM mikro sebagai pembeda dalam kedua Inmendagri tersebut, ada beberapa perbedaan lain yakni fokus penguatan dan pelaksanaan.
Pada Inmendagri 22 tahun 2021, pemerintah menekankan agar bantuan sosial dan jaring pengaman sosial untuk segera dicairkan. Pemerintah juga menginstruksikan agar daerah melakukan rasionalisasi anggaran untuk keperluan bansos dan jaring pengaman sosial.
Pada Inmendagri 23 tahun 2021, pemerintah fokus pada penguatan posko, penguatan sosialisasi 5M dan 3T serta penguatan posko di tingkat desa dan kelurahan. Daerah juga bisa membuat tempat karantina mandiri jika menerima masyarakat yang melakukan perjalanan luar kota. Warga yang melakukan perjalanan luar kota diminta isolasi dalam 5x24 jam. Kemudian, pemerintah daerah lewat Satpol PP melakukan penguatan pengendalian dan pengawasan checkpoint warga bersama TNI-Polri.
Hal yang sama dalam kedua Inmendagri tersebut adalah ambang batas minimal orang yang dites. Dalam diktum ke-7 poin j Inmendagri 22/2021 misalnya, pemerintah mematok jumlah minimum orang yang diperiksa seperti di Jakarta Selatan (4916 orang), Kota Bekasi (6551 orang) maupun Kudus (1896 orang).
Pada Inmendagri 23/2021, hal tersebut diatur dalam diktum ke-12 poin j. Beberapa kota yang dipatok testing minimum adalah Kota Mataram (369 orang), Kota Banda Aceh (592 orang) dan Kota Medan (406 orang). Kedua Inmendagri mewajibkan tracing minimal 15 orang dan memberikan perawatan sesuai tingkat kegawatan. Pemda juga didorong untuk mempercepat vaksinasi.
Kemudian, Inmendagri 22 tahun 2021 dan Inmendagri 23 tahun 2021 juga mengumumkan ketentuan sanksi jika ada pihak yang melanggar pelaksanaan PPKM darurat maupun PPKM mikro. Para pelanggar bisa dikenakan sanksi 212-218 KUHP, UU 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular hingga aturan terkait.
Para pengusaha bisa dikenakan sanksi paling berat penutupan usaha sementara para kepala daerah yang tidak melaksanakan instruksi akan dikenakan sanksi sesuai pasal 68 hingga 78 Undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri