Menuju konten utama

Penjelasan Fenomena Aphelion 2024 BMKG-BRIN dan Dampaknya

Penjelasan fenomena aphelion menurut BMKG-BRIN yang diprediksi terjadi pada 5 Juli 2024, dan dampaknya bagi Bumi.

Penjelasan Fenomena Aphelion 2024 BMKG-BRIN dan Dampaknya
Ilustrasi Aphelion. foto/istockphoto

tirto.id - Ilmuwan memperkirakan fenomena aphelion terjadi pada 5 Juli 2024. Aphelion merupakan kejadian astronomi tahunan yang akan muncul setiap awal Juli. Apa itu fenomena aphelion menurut BMKG-BRIN dan dampaknya?

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), aphelion adalah kondisi ketika Bumi berada di titik jarak terjauh dari Matahari.

Faktanya, fenomena aphelion tak hanya terjadi antara Bumi dengan Matahari, tetapi benda-benda langit lain yang mengorbit Matahari dalam sistem tata surya. Bumi biasanya mendapati titik aphelion pada setiap awal Juli.

Kebalikan dari aphelion yaitu perihelion. Kejadian ini menunjukkan benda langit yang mengorbit Matahari berada di titik terdekat. Titik perihelion Bumi terhadap Matahari akan terjadi pada awal Januari.

Penjelasan Fenomena Aphelion Menurut BMKG dan BRIN

Fenomena aphelion tahun ini akan terjadi pada 5 juli 2024, sekitar pukul 12.06 WIB. Bumi dengan Matahari berada di jarak sekitar 152.099.969 kilometer.

Menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), aphelion terjadi karena orbit Bumi tidak sepenuhnya berbentuk lingkaran sempurna. Melalui akun X @brin_indonesia, lembaga riset itu menjelaskan bahwa bentuk orbit ini adalah elips dengan kelonjongan sekitar 1/60.

Lebih lanjut, BMKG menjelaskan efek langsung dari adanya aphelion yang bisa dikenali, yaitu diameter Matahari menjadi tampak lebih kecil. Ukuran Matahari seakan menyusut sekira 1,68 persen atau kurang lebih 15,73 menit busur.

Meski begitu, aphelion tidak memberikan dampak signifikan pada Bumi secara luas. Keadaan tersebut tidak memunculkan pengaruh pada fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan Bumi.

Apa Saja Dampak Fenomena Aphelion?

Dampak fenomena aphelion terhadap Bumi tidak banyak. Bahkan beberapa ilmuwan menyebut fenomena ini nyaris tak berdampak apapun pada Bumi, selain kenampakan Matahari yang seakan lebih kecil dari pada saat perihelion.

Banyak orang percaya bahwa dampak fenomena aphelion adalah menyebabkan suhu di permukaan bumi menjadi lebih dingin. Anggapan ini hampir selalu muncul di berbagai platform media sosial jelang fenomena aphelion terjadi.

Menurut kabar tersebut, suhu Bumi menurun karena paparan sinar Matahari berkurang karena Bumi sedang berada di titik terjauhnya. Kabar tersebut seakan masuk akal, namun sebenarnya salah kaprah.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), menyebut bahwa fenomena aphelion tidak memberikan dampak yang berarti bagi Bumi. Asumsi Bumi menjadi sangat dingin karena panas Matahari lebih sedikit juga merupakan pendapat salah.

Faktanya, paparan cahaya Matahari yang sampai ke Bumi tidak menimbulkan dampak krusial. Jika dilihat dari letak kedua benda angkasa tersebut, Bumi dan Matahari memiliki jarak rata-rata 149,6 juta kilometer.

Saat terjadi perihelion, jarak Bumi - Matahari sekira 147,1 juta kilometer. Sebaliknya, sewaktu kejadian aphelion maka jarak Bumi - Matahari rata-rata 152,1 kilometer. Selisih jarak perihelion dan aphelion ini tidak terlalu berdampak pada banyaknya sinar Matahari yang diterima Bumi.

Lantas, bagaimana dengan fenomena sebagian wilayah Indonesia mengalami cuaca dingin pada bulan Juli? Hal ini tidak ada kaitannya dengan peristiwa aphelion.

Fenomena suhu udara dingin saat Juli adalah sesuatu yang lumrah. Juli merupakan bulan-bulan yang berada di puncak musim kemarau pada periode Juli-September.

Saat periode tersebut tiba, terjadi pergerakan angin yang berasal dari arah timur-tenggara Benua Australia. Sementara itu, wilayah Australia sedang mengalami musim dingin pada bulan Juli, sehingga turut terbawa dinginnya sampai di sebagian wilayah Indonesia.

Pola pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia dikenal dengan Monsoon Dingin Australia. Udara bergerak dari Australia menuju wilayah Indonesia lewat perairan Samudra Indonesia yang mempunyai suhu permukaan laut juga relatif dingin.

Hal inilah yang akhirnya membuat suhu di wilayah Indonesia bagian selatan khatulistiwa ikut lebih dingin, seperti di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Baca juga artikel terkait PERISTIWA atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yonada Nancy & Iswara N Raditya