tirto.id - Komisi antirasuah dalam seminggu terakhir melakukan dua kali operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus berbeda. Pertama, OTT KPK pada Minggu (12/11/2023) di Sorong, Provinsi Papua Barat Daya yang menyeret Penjabat Bupati Yan Piet Mosso. Dalam penindakan ini, KPK telah menetapkan enam orang tersangka.
Tak hanya itu, KPK juga menemukan bukti awal adanya keterlibatan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Pius Lustrilanang, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengamanan audit Pemkab Sorong. Alat bukti ini ditemukan usia penyidik melakukan penggeledahan di ruang kerja Pius pada Rabu (15/11/2023).
“Di tempat tersebut, ditemukan dan diamankan bukti antara lain terkait dengan berbagai dokumen, catatan keuangan dan bukti elektronik yang diduga kuat erat kaitannya dengan penyidikan perkara ini,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, dalam keterangan tertulis, Jumat (17/11/2023).
Kedua adalah OTT KPK di Bondowoso pada Rabu (15/11/2023). Dalam penindakan ini, komisi antirasuah mengamankan enam orang. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, dua di antaranya adalah aparat penegak hukum, yakni: Kajari Bondowoso, Puji Triasmoro dan Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasipidsus Kejari) Bondowoso, Alexander Silaen. Dua lainnya adalah pihak swasta.
Selain OTT, belakangan ini KPK memang sangat masif melakukan penindakan kasus, baik pengembangan maupun perkara baru. Dalam catatan Tirto, di luar OTT, KPK juga menindaklanjuti kasus korupsi Pembangunan Stadion Mandala Krida Yogyakarta, kasus korupsi di lingkungan DJKA Kemenhub 2018-2022, perkara korupsi di lingkungan Ditjen Pajak.
Kasus lainnya yang dikebut KPK adalah perkara korupsi yang menyeret bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Dalam kasus ini, komisi antirasuah bahkan telah melakukan penggeledahan di rumah dua anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, yakni Sudin dan Vita Ervina.
Saat ini, KPK juga sedang menangani kasus dugaan gratifikasi yang menyeret nama Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej sebagai tersangka korupsi. Pria kelahiran 10 April 1973 tersebut diduga menerima gratifikasi dari seorang pengusaha. Detal artikel bisa baca di link ini.
Masifnya Penindakan di Tengah Sorotan Publik
Penindakan yang cukup intens yang dilakukan KPK belakangan ini, tentu tidak bisa dilepaskan dari sorotan publik kepada komisi antirasuah, khususnya Ketua KPK, Firli Bahuri. Aksi KPK terkesan lebih cepat setelah kasus yang menjerat SYL naik ke tahap penyidikan.
Kasus SYL ini menjadi spesial tidak hanya karena SYL adalah menteri aktif dan juga petinggi Partai Nasdem, melainkan muncul dugaan pemerasan yang diduga dilakukan Firli terhadap SYL. Sebelumnya, beredar kabar bahwa SYL menyerahkan uang ratusan miliar kepada pimpinan KPK demi mencegah penetapan tersangka eks Gubernur Sulawesi Selatan itu.
Pimpinan KPK tersebut lantas merujuk kepada Ketua KPK, Firli Bahuri. Hal ini terungkap lewat beredar foto antara Firli dengan SYL saat bermain bulu tangkis.
Dugaan pemerasan semakin kuat setelah penyidik Polda Metro Jaya menetapkan kasus ini naik ke penyidikan. Penyidik juga sudah memeriksa anggota KPK hingga eks pimpinan KPK seperti Saut Situmorang hingga M. Jasin.
Akan tetapi, meski telah naik ke penyidikan, upaya pemeriksaan terhadap Firli dalam perkara ini penuh tantangan. Eks Deputi Penindakan KPK itu tidak hadir dalam pemanggilan penyidik Polda Metro Jaya, yakni pada 10 November dan 14 November 2023. Namun, Firli baru hadir di pemeriksaan Kamis (16/11/2023).
Dalam keterangan kepada wartawan, Jumat (17/11/2023), Firli mengklaim, sudah diperiksa pada 24 Oktober 2023. Ia juga mengatakan pemeriksaan pada 16 November 2023 sebagai pemeriksaan lanjutan. Ia juga membantah tudingan mangkir dalam kasus tersebut.
“Ketua KPK, Firli Bahuri, tidak pernah bersikap ‘mangkir’ dari pemanggilan penyidik Polda Metropolitan Jakarta Raya (PMJ) karena semua disampaikan secara komunikatif dan informatif serta selalu berada di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Firli dalam keterangan, Jumat (17/11/2023).
Firli mengatakan, dirinya akan berupaya selalu kooperatif dalam proses penegakan hukuk tersebut. Ia berharap agar kasus bisa diselesaikan dengan baik. Purnawirawan jenderal Polri bintang 3 ini menegaskan, tidak pernah terlibat aksi korupsi.
Kejanggalan penindakan KPK yang intens saat pimpinan sedang bermasalah, bukan kali pertama terjadi. Di masa lalu, Firli kerap melakukan operasi tangkap tangan secara masif ketika internal KPK disorot publik. Kini, pola yang serupa terjadi. Detail artikel bisa dibaca di link ini.
Dapat Dipersepsikan sebagai Pengalihan Isu?
Analis Komunikasi Politik dari Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengingatkan bahwa KPK sebelumnya adalah lembaga superbodi. Ia menilai, citra akibat situasi Firli dan lembaga KPK saling berpengaruh. Alhasil, pencapaian penindakan KPK bisa dipersepsikan sebagai upaya pengalihan isu terhadap Firli, apalagi kinerja KPK tidak intens seperti sebelumnya.
“Yang terjadi kemudian muncul anggapan dari publik terjadi pengalihan-pengalihan isu dari pensanderaan dari ketua KPK itu,” kata Suko kepada reporter Tirto, Jumat (17/11/2023).
Suko menekankan, citra lembaga KPK yang selama ini besar bisa hancur bersamaan dengan posisi Firli sebagai Ketua KPK. Ia tidak memungkiri situasi Firli yang masih sebagai pimpinan KPK akan mengganggu citra lembaga.
Ia mencontoh bagaimana penindakan hukum terhadap petinggi BPK. Hal ini lantas berimbas pada citra lembaga BPK. Situasi yang sama juga terjadi pada KPK ketika yang tersandung kasus adalah pucuk pimpinannya.
“Jadi orang yang berperan dalam organisasi terkena masalah, maka otomatis akan membuat masalah besar bagi organisasi. Kalau yang terkena masalah OB itu kecil, tapi kalau yang terkena ketuanya, penyidiknya otomatis impact-nya cukup gede,” kata Suko.
Oleh karena itu, kata dia, jangan kaget muncul persepsi dari beragam isu tersebut. “Saya tidak menuduh, hanya ada kecurigaan kenapa kok berlebih-berlebih [penindakan dilakukan secara masif saat Firli tersandung kasus]. ada apa?" kata Suko.
Sementara itu, dosen komunikasi politik Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam, menilai kejadian saat ini akibat dari permainan dua muka KPK. Ia melihat ada dua muka akibat sikap KPK yang giat bekerja saat ketuanya sedang ada kasus.
“Kalau kemudian KPK konsisten bekerja, bekerja sesuai tupoksi, ada [atau] tidak ada momentum politik, tetap bekerja keras menjalankan tupoksi, maka kemudian publik wajar ada peristiwa, selalu dikaitkan peristiwa politik,” kata Surokim kepada Tirto, Jumat (17/11/2023).
Surokim mengatakan, KPK memang tidak secara langsung memainkan dua sisi, yakni sisi depan dan belakang. Akan tetapi, ia menilai publik seharusnya bisa merasakan dari kerja KPK selama ini, apakah pekerjaan menyasar secara politis atau ada kepentingan.
Ia khawatir KPK akan terus-menerus dipersepsikan negatif akibat sikap dari pimpinan lembaga antirasuah tersebut. “Mestinya enggak bisa begitu, harus konsisten based on rule dan sesuai tupoksi tugas sehingga publik tidak melihat seolah-olah ada panggung depan dan panggung belakang dimainkan oleh KPK, mestinya KPK harus menghindari terkait sifat politis itu,” kata Surokim.
Penindakan KPK dan Kasus Firli Jangan Dikatkan
Deputi Transparency International Indonesia (TII), Wawan Heru Suyatmiko, menilai permasalahan penindakan KPK yang moncer di tengah sorotan kasus Firli sebaiknya tidak dilihat secara satu-kesatuan. Ia menekankan bahwa KPK saat ini memang bekerja secara proses hukum dan kasus Firli berdiri secara terpisah.
“Tolong dipisahkan problematik Firli yang dia sekarang sudah menuju pidana karena pemerasan itu, sama kinerja KPK. Kinerja KPK karena ada proses, bukan tiba-tiba, terus Firli ditahan, dia langsung aktif. Gak gitu mainnya,” kata Wawan, Jumat (17/11/2023).
Wawan mengingatkan, KPK saat ini terbagi atas tiga unsur, yakni pimpinan, pegawai, dan dewan pengawas. Pegawai tetap bekerja sesuai koridor penegakan hukum, yakni mulai dari penyelidikan dengan pendekatan tertenu, penyidikan hingga penuntutan.
Sementara itu, kata Wawan, posisi pimpinan saat ini berbeda akibat pengesahan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK. Aturan saat ini, pimpinan KPK hanya sebagai 'formalitas' lantaran sudah tidak lagi punya wewenang penyidik dan penuntut umum.
“Jadi sebenarnya para penyidik senior cukup lapor ke deputi penindakan, deputi penindakannya kan penyidik dan penuntut. Tinggal ditandatangani, selesai. Kolektif kolegial ketika menentukan itu sebenarnya, kalau hari ini hanya proses sifatnya memenuhi kewajiban saja,” kata Wawan.
Akan tetapi, Wawan mengingatkan bahwa kasus Firli tetap memengaruhi citra KPK. Dari dua kacamata tersebut, Wawan memahami terkait permintaan Firli untuk diperiksa di Bareskrim Mabes Polri karena konflik kepentingan Kapolda Metro Jaya, Karyoto dengan Firli. Sebagai catatan, Karyoto adalah eks Deputi Penindakan KPK di era Firli.
Wawan juga mendesak agar kasus pemerasan Firli segera diselesaikan. Ia melihat kasus ini sudah seperti kasus politik. Dalam kacamata Wawan, opsi penyelesaian adalah segera tentukan status hukum Firli atau eks Kapolda NTB itu mundur dari kursi pimpinan KPK.
“Jadi enggak ada masalah, tapi maksud saya ketika pimpinannya tersandera dengan kasus yang begini. Pilihannya cuma 2, satu polisi segera mentersangkakan kalau memang dirasa bukti permulaan cukup. Kedua, Firli yang mundur dari posisi sebagai ketua. Itu etiknya,” kata Wawan.
Respons KPK: Tak Ada Kaitan Penindakan Masif dengan Kasus Firli
Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, menegaskan bahwa segala penindakan yang dilakukan komisi antirasuah saat ini tidak berhubungan. Ia beralasan, semua penindakan berjalan sudah lama sehingga tidak ada kaitan dengan kasus Firli.
“Tidak ada hubungannya. Semua proses, proses kerja tersebut bahkan ada yang sudah 1 tahun lalu kami analisis,” kata Ali dalam keterangan kepada Tirto, Jumat (17/11/2023).
Ali menegaskan bahwa segala penindakan yang dilakukan KPK tidak ada yang instan. Semua butuh waktu panjang hingga akhirnya ada penindakan lewat operasi tangkap tangan. Oleh karena itu, kata dia, tidak ada kaitan dengan kasus tertentu yang menyasar pimpinan dan murni hanya penindakan.
“Orang yang mengatakan hanya pengalihan isu menunjukkan dirinya sama sekali tidak tahu seluruh proses kerja-kerja penindakan KPK dan oleh karenanya perlu kami luruskan," kata Ali.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz