tirto.id - Direktur The Community Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, merespons perihal penembakan kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dia berpendapat Mustopa, pelaku penembakan kantor MUI, tidak menganut paham ekstremisme. "Paham sesat dan menyesatkan. Lebih tepatnya haluisme dalam beragama," ucap dia ketika dihubungi Tirto, Rabu, 3 Mei 2023.
"Halusinasi akibat psikosis, gangguan bipolar, depresi dengan gangguan psikotik dan Borderline Personality Disorder (BPD/gangguan kepribadian ambang). BPD itu lebih dekat dengan sosok pelaku," lanjut Harits.
Berdasar informasi yang dia dapat, Mustopa, sempat dua kali mendatangi kantor MUI pada tahun lalu, ia diduga ingin bertemu dengan pimpinan untuk menyampaikan pesan bahwa ia diutus oleh nabi Muhammad; dan bersurat enam kali kepada pimpinan lembaga itu.
"Saya menduga kuat ini tidak ada kaitan dengan kelompok teroris di Indonesia," ujar Harits.
Kehadiran Mustopa di kantor MUI saat hari kejadian barangkali ingin mengulangi hal yang sama. Dia ingin bertemu, menyampaikan pesan-pesan itu tapi selama ini MUI tidak mengakomodasinya.
"Barangkali ini yang menjadi salah satu pemicu Mustopa, mungkin marah atau depresi. Atau memang sudah direncanakan mengeksekusi," terang Harits.
Dalam keterangan terpisah, Direktur Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia, Stanislaus Riyanta, meyakini Mustopa tak terafiliasi jaringan teror.
"Analisis saya itu bukan jaringan teroris, karena memang hingga saat ini tidak ditemukan bukti-bukti yang ada kaitan pelaku dengan kelompok teroris," ucap Riyanta ketika dihubungi Tirto, Rabu.
Merujuk kepada rekam jejak Mustopa, ia pernah memecahkan kaca ruangan Ketua di Gedung DPRD Lampung, mengirim surat bernada ancaman kepada MUI, yang dilakukan secara personal, ini juga menguatkan bahwa pada pelaku tidak ditemukan afiliasi.
Terkait dengan aksi pelaku yang menyerang MUI perlu kajian psikologis untuk memastikan apa yang menyebabkan pelaku melakukan hal tersebut.
"Berdasar perspektif terorisme, saya melihat bahwa aksi tersebut bukan aksi teror yang biasanya disertai motif politik atau ideologi, tetapi aksi individu dengan pribadi, walaupun dugaan ini masih terlalu dini," tutur Riyanta.
Penembakan kantor MUI terjadi sekitar pukul 11.00. Mustopa menembak menggunakan airsoft gun. Ia berhasil kabur, lalu ditangkap oleh petugas sebelum akhirnya meninggal.
Penyebab tewasnya pria usia 60 tahun asal Kabupaten Pesawaran, Lampung, itu masih belum diketahui. Tim forensik pun mengautopsi jenazah guna mencari dasar peregangan nyawa.
Berdasar pengusutan sementara, kepolisian Ibu Kota akan berkoordinasi dengan Polda Lampung untuk mencari tahu latar belakang pelaku.
"Semua ini belum kami dapatkan profil yang bersangkutan. Kami akan koordinasi dengan Polda Lampung karena yang bersangkutan berdomisili di Lampung," ucap Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto di lokasi penembakan, Selasa, 2 Mei.
"Kemudian hal-hal lain menyangkut pemeriksaan yang bersangkutan, akan kami autopsi apakah yang bersangkutan punya penyakit dan lain-lain, kami belum bisa simpulkan," lanjut dia.
Di dalam tas milik Mustopa, polisi menemukan obat-obatan, kaleng berisi peluru gotri, dan tabung gas kecil.
Kemudian, Wakil Sekjen MUI Arif Fahrudin berujar pelaku sempat mengirim surat ancaman ke kantor MUI. "Dua kali dia sudah mengirimkan surat ancaman. Ini ketiga (kalinya datang), lalu terjadilah seperti ini," ujar Arif.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky