tirto.id - Nama dan pengaruh Wiranto kian memudar di peta politik Tanah Air sejak ‘ditendang’ Ketum Partai Hanura Oesman Sapta Odang alias OSO pada 2019 silam. Kala itu, OSO bahkan blak-blakan pada acara Munas III Hanura 2019 lalu, mengatakan partainya tak lagi memiliki dewan pembina. Saat itu, Wiranto menjabat Dewan Pembina Partai Hanura.
Belakangan, Wiranto disebut keluar dari partai yang didirikannya itu lantaran menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) pada 2019 silam. Sebab, menjadi Watimpres mensyaratkan agar bebas dari ikatan partai politik (parpol).
Teranyar, Wiranto menyalurkan sejumlah eks kader Hanura ke dua parpol, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Gerindra.
Alasan Wiranto terkait langkahnya "menitipkan kader" agar para mantan kader Hanura tersebut masih bisa berkiprah di politik. Wiranto menitipkan kadernya yang memiliki ideologi dan kedekatan pada kelompok muslim ke PPP, sedangkan kadernya yang berhaluan nasionalis ke Gerindra.
"Ternyata memang mereka masih punya hasrat untuk berjuang dalam perpolitikan nasional. Secara demokratis saya tidak ingin mereka berhenti berjuang," kata Wiranto di kediaman Prabowo Subianto, Padepokan Yaksa Garuda Hambalang, Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Bogor pada Senin (1/5/2023).
Ia mengatakan eks kader yang memiliki basis nasionalisme memilih Gerindra sebagai kapal baru. Sedangkan kader yang lebih banyak bernafaskan agamis terutama Islam memilih berkiprah di PPP.
Wiranto juga mengkritik Partai Hanura yang kini sudah berubah haluan. Sebab, tidak sesuai dengan tujuan awal maka ia ingin para mantan kadernya bisa berkiprah di tempat lain dengan ideologi yang sesuai.
"Karena navigasinya saat ini saya lihat sudah berubah. Tetapi itu menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi saya," jelasnya.
Wiranto Ikhlas Lepas Hanura
Wiranto menjelaskan bahwa dirinya tidak bergabung dalam partai politik saat ini. Baik dengan PPP maupun Gerindra. Wiranto juga mengaku dirinya sudah tidak lagi menjadi bagian dari Partai Hanura.
Mantan Menkopolhukam di era Presiden Jokowi ini juga mengibaratkan selama di Partai Hanura seperti berada di atas kapal perang. Ia menyebut jabatannya sebagai ketua umum seperti nakhoda kapal dan kini ikhlas melepasnya.
Pendiri partai yang didirikan tahun 2006 ini mengaku tak menyimpan dendam dengan Hanura dan sejumlah pengurus partai yang kini dipimpin Oesman Sapta atau OSO. Dia mengaku ikhlas dan berharap partai tetap eksis seperti yang ditujukan saat awal berdiri.
"Saya lepaskan dan saya memilih untuk berdoa mudah-mudahan kapal yang saya lepaskan bisa selamat sampai tujuan," ungkapnya.
Wiranto menegaskan tak mempermasalahkan bila banyak pihak yang mengaitkan dengan Hanura. Baginya hal itu menjadi bagian dari masa lalu yang masih melekat hingga saat ini.
Ia juga telah menyatakan dukungannya untuk mendukung Prabowo Subianto menjadi capres pada Pilpres 2024. Sekadar diketahui, Prabowo merupakan bacapres yang direkomendasikan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang merupakan kerja sama Gerindra dan PKB.
Wiranto mengungkap sejumlah alasan mendukung Prabowo untuk menjadi capres di Pilpres 2024. Dirinya menilai pemimpin negara adalah posisi yang harus diisi oleh orang yang memahami pesan para pendahulu untuk menciptakan kesinambungan pembangunan negara. Wiranto menyebut, Prabowo adalah sosok yang memenuhi kriteria tersebut.
Oleh karena itu, Wiranto mendorong Prabowo dan Gerindra terus maju membawa negeri ini ke dalam suasana politik yang sehat, untuk memberikan kesinambungan pembangunan untuk negeri ini.
Dia juga menjelaskan bahwa dukungannya kepada Prabowo tak hanya ingin sekedar basa-basi politik belaka.
Wiranto mengakui pernyataan tersebut sebagai ungkapan isi hatinya.
"Saya kira, saya bukan mau ceramah tapi saya betul-betul keluar dari isi hati saya," terangnya.
Permintaan Prabowo ke Wiranto
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto meminta mantan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto mendampinginya kelak bila terpilih menjadi presiden. Hal itu sebagai tanggapan atas pengakuan Wiranto saat bertemu Prabowo. Sebab, Wiranto dinilai telah memiliki pengalaman mendampingi lima presiden, dari Presiden Soeharto hingga Joko Widodo.
Prabowo mengatakan kepada Wiranto bahwa permintaan tersebut adalah harga mati dan tak bisa ditolak. Oleh karenanya, dia meminta secara langsung agar Wiranto berada di sisinya bila dia terpilih menjadi presiden melalui Pilpres 2024.
"Karena itu Bapak sudah mendampingi lima presiden. Nanti Bapak harus mendampingi enam presiden. Bapak didaulat, Bapak bukan diminta. Jadi sulit Pak untuk menolak," ujarnya.
Permintaan tersebut, bagi Prabowo, menjadi penanda bahwa hubungan mereka berdua sudah baik. Terlebih banyak pihak selalu mengaitkan hubungan Wiranto dan Prabowo yang dulu pernah memburuk saat keduanya masih aktif di ABRI, apalagi saat era Reformasi 1998.
Nama Wiranto Makin Tenggelam atau Masih Ada Power?
Analis politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Kunto Adi Wibowo menilai langkah yang dilakukan Wiranto menyalurkan sejumlah eks kader ke dua parpol itu menunjukkan masih memiliki kekuatan. Ia mengakui nama Wiranto memang mulai tenggelam di dunia politik Indonesia.
“Pak Wiranto ingin kalau pun namanya enggak beredar, tetapi [mau menunjukkan] 'aku masih punya power.' Ini ada orang-orang aku, loh. Makanya aku masih ke Gerindra dan PPP. Akhirnya dia punya kekuatan baik di Gerindra maupun PPP. Jadi, beliau main dua kaki,” kata Kunto saat dihubungi Tirto, Selasa (2/5/2023).
Kunto mengatakan Wiranto menunjukkan kekuatannya lewat sejumlah loyalisnya yang bergabung ke Gerindra dan PPP.
“Dia ingin menunjukkan bahwa dia [Wiranto] masih punya power, banyak pendukung yang bisa mendatangkan vote. Baik untuk partai maupun ke calon presiden. Jadi, kartu itu harus dibuka dari sekarang,” ucap Kunto.
Ia mengatakan langkah Wiranto bermain dua kaki itu bukan untuk menargetkan jabatan. Sebab, kata dia, jabatan merupakan bonus.
“Siapa pun yang menang dia masih punya power. Besar kecilnya power relatif, tetapi paling tidak dia masih punya [kekuatan],” pungkas Kunto.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin mengatakan langkah yang dilakukan Wiranto menyalurkan gerbongnya ke PPP dan Gerindra sudah tepat. Pasalnya, kata dia, Wiranto yang sudah tak cocok lagi dengan OSO.
“Pak Wiranto sebagai pendiri yang merasa tidak pas dan tidak cocok lagi di Hanura merasa tersingkir. Makanya pilihannya harus memberi ruang kepada pendukung-pendukungnya untuk bisa eksis di politik,” kata Ujang saat dihubungi reporter Tirto.
Upaya Wiranto Selamatkan Loyalis
Ujang mengatakan apa yang dilakukan Wiranto itu merupakan upaya menyelamatkan anak buahnya, sehingga tetap eksis di politik Tanah Air.
“Tentu ini sebuah jalan tengah bagi Pak Wiranto untuk bisa menyelamatkan kader-kadernya, ingin menjadi politisi baik di Partai Islam [PPP] maupun nasionalis seperti Gerindra,” ujar Ujang.
Senada dengan Kunto, Ujang menilai Wiranto masih memiliki kekuatan, meskipun telah disingkirkan OSO. Wiranto masih punya akess ke parpol lain, sehingga memudahkannya untuk menyerahkan sejumlah anak buahnya ke PPP dan Gerindra.
“Pak Wiranto masih punya tenaga, kekuatan, jaringan, akses baik kepada parpol sehingga Pak Wiranto punya kewajiban menyelamatkan gerbong-gerbongnya menjadi anggota legislatif baik di Gerindra maupun di PPP,” tukas Ujang.
Ujang mengatakan langkah Wiranto itu ingin memenuhi hasrat politik loyalisnya, sehingga tetap eksis.
“Apa yang dilakukan Pak Wiranto menurut saya hal yang pas. Bagaimanapun orang-orangnya harus diamankan. Itu pilihan tidak mudah, suka tidak suka, menyalurkan kader-kadernya, pengikutnya ke PPP dan Gerindra,” tutur Ujang Komarudin.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Maya Saputri