tirto.id -
Hal ini dijelaskan Guru Besar Unand Padang Prof Fauzan Azima di Padang, Senin (6/11/2018), pada orasi ilmiah pengukuhan guru besar tetap dalam Ilmu Kimia Hasil Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Unand dengan tema "Prospek Pengembangan Sumber Daya Lokal sebagai Pangan Fungsional dan Produk Lainnya".
"Selama ini memasak rendang selalu dilakukan dalam waktu lama hingga berwarna coklat kehitaman, yang menjadi tanda tanya apakah nutrisinya berkurang dan berpengaruh bagi kesehatan saat dikonsumsi? Ternyata tidak berkurang," katanya.
Fauzan juga menyampaikan telah meneliti sampel rendang dari seluruh wilayah yang ada di Sumatera Barat dan ternyata berbagai pertanyaan yang mengemuka soal rendang bisa terjawab.
Ia mengatakan rendang dihasilkan dari daging dan santan serta bumbu rempah dimasak dengan suhu tinggi dalam waktu lama. Kemudian timbul pertanyaan apakah mungkin terbentuk senyawa berbahaya dan warnanya yang coklat kehitaman membahayakan kesehatan.
"Ternyata ketika dilakukan pengamatan saat memasak rendang 30 menit pertama dari daging menjadi gulai terjadi peningkatan daya cerna protein dari 87,58 persen menjadi 91,51 persen," ujar dia.
Kemudian, pada pemanasan selanjutnya hingga berubah wujud menjadi kalio daya cerna protein turun menjadi 90,31 persen.
Saat terbentuk rendang basah turun menjadi 88,59 persen dan saat jadi rendang kering berwarna hitam daya cerna protein menjadi 86,39 persen. Tidak hanya itu, selama proses pemasakan terungkap tidak terbentuk angka peroksida dan asam lemak trans berada pada angka 0,00 persen.
"Artinya daya cerna protein rendang hanya turun satu persen dibandingkan saat masih berbentuk daging yang belum dimasak, yang artinya proses memasak yang lama tidak merusak nilai gizi yang terkandung," katanya.
Fauzan juga menjelaskan, protein rendang yang dimasak pada suhu di atas 80 derajat Celcius mengalami denaturasi sehingga terjadi penguraian protein menjadi bentuk yang lebih mudah dicerna.
Ia juga mengungkap rendang yang disimpan dalam aluminium foil kedap lebih tahan dibanding wadah gelas, botol plastik maupun kantong plastik.
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani