Menuju konten utama

Penelitian: Pria dengan Kadar Hormon Seks Tinggi Kurang Religius

Penelitian dari McGill University di Kanada menyatakan bahwa, pria dengan kadar hormon testosteron yang tinggi tingkat religiusitas yang rendah.

Penelitian: Pria dengan Kadar Hormon Seks Tinggi Kurang Religius
Ilustrasi hormon testosteron. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Tingkat hormon seks seperti testosteron dalam tubuh pria dapat memengaruhi religiusitasnya.

Para peneliti telah mengungkap bahwa pria dengan hormon seks yang tinggi memiliki ikatan religius atau agama yang lemah.

Setidaknya, penelitian ini menemukan, kadar dua hormon seks penting yang berhubungan langsung dengan tingkat pengabdian agama seseorang, yaitu kadar hormon testosteron dan dehydroepiandrosterone (DHEA).

DHEA dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan diperlukan untuk produksi testosteron. DHEA juga diyakini berperan dalam proses penuaan, dan dalam menjaga suasana hati.

Penelitian ini ditulis oleh Aniruddha Das dari McGill University di Kanada yang dipublikasikan dalam jurnal Springer Adaptive Human Behavior and Physiology.

Penelitian ini menambah bukti yang berkembang bahwa religiusitas tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan atau psikologis, tetapi faktor fisiologis juga dapat berperan.

Das menganalisis data yang diambil dari gelombang National Social Life, Health and Aging Project (NSHAP) tahun 2005-2006 dan 2010-2011.

Penelitian nasional ini didirikan untuk mengumpulkan informasi dari orang dewasa Amerika yang lebih tua yaitu usia 57-85 tahun.

Peserta yang terlibat dalam penelitian ini diminta mengisi kuesioner di rumah mereka, dan ditanya tentang seberapa sering mereka menghadiri layanan keagamaan, dan apakah mereka memiliki anggota klerus dalam jaringan sosial inti mereka.

Informasi juga dikumpulkan tentang berat dan kesehatan peserta, sementara sampel saliva dan darah dikumpulkan dan kemudian diperiksa.

Dari analisis terhadap lebih dari 1.000 pria, Das menemukan bahwa pria dengan kadar hormon testosteron dan DHEA yang lebih tinggi dalam tubuh mereka memiliki ikatan agama yang lebih lemah.

"Agama memengaruhi berbagai pola budaya dan politik di tingkat populasi. Hasil dari penelitian saat ini menunjukkan bahwa yang terakhir mungkin juga memiliki pengaruh dengan hormone. Oleh karena itu, diperlukan model konseptual yang dapat mengakomodasi interaksi dinamis faktor psikososial dan neuroendokrin dalam membentuk siklus hidup seseorang," kata Das dilansir Springer.

Das percaya bahwa lebih banyak penelitian harus dilakukan untuk lebih memahami bagaimana hormon, khususnya, membentuk pola keagamaan seseorang di kemudian hari.

Ini sangat penting, karena agama telah terbukti memiliki pengaruh positif pada bagaimana orang menua dan pada akhirnya mengalami kehidupan di tahun-tahun selanjutnya.

Menurut Das, temuan lebih lanjut menunjukkan alasan biologis di balik jaringan pribadi dan afiliasi sosial yang dibentuk orang selama kehidupan mereka.

"Tanpa eksplorasi sistematis hubungan-hubungan ini, teori kehidupan tetap tidak lengkap dan berpotensi tidak akurat," tambah Das.

"Oleh karena itu, diperlukan lebih banyak penelitian tentang alasan mengapa kadar androgen memengaruhi koneksi keagamaan seseorang, dan pada peran yang dimainkan hormon dalam menyusun lintasan kehidupan orang tua."

Infografik SC Cowok Sangean Biasanya Lupa Tuhan

Infografik SC Cowok Sangean Biasanya Lupa Tuhan. tirto.id/Rangga

Baca juga artikel terkait HORMON TESTOSTERON atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Febriansyah
Editor: Yandri Daniel Damaledo