tirto.id - Gelombang panas akibat dari pemanasan global diprediksi akan bisa meruntuhkan kemampuan alami terumbu-terumbu karang di Great Barrier Reef, Australia, yang merupakan sistem terumbu karang terbesar di dunia, untuk mempertahankan diri dari perubahan suhu musiman.
Studi yang dipublikasikan Kamis, (14/4/2016), telah meneliti data mengenai suhu selama 27 tahun di sepanjang kawasan terumbu karang terbesar dunia itu dan mendapati bahwa terumbu-terumbu karang tersebut bisa mengatasi peningkatan suhu air secara bertahap, namun tidak dengan peningkatan suhu yang tiba-tiba.
Dalam tiga perempat dari 372 kasus yang dipelajari di sepanjang terumbu karang itu, suhu air meningkat dan kemudian turun selama sekitar 10 hari sebelum memuncak pada suhu yang sebenernya dapat membunuh terumbu-terumbu karang tersebut. Waktu istirahat sepanjang 10 hari itu tampaknya memungkinkan karang membangun ketahanan dan selamat dari kejutan dari panas.
Namun demikian, pada seperempat kasus lainnya, terumbu-terumbu karang tersebut mengalami lebih banyak kerusakan. Hal ini disebabkan oleh naiknya temperatur tajam yang melampaui ambang temperatur lokal sehingga menjadi penyebab kerusakan di sepanjang 2.575 kilometer terumbu karang tersebut, demikian menurut para peneliti dalam hasil studi yang terbit di jurnal Science.
Pola yang lebih aman seperti yang telah disebutkan di atas adalah seperti manusia yang berjemur dalam jangka pendek untuk menghitamkan kulitnya dan menghindari terbakar sinar matahari, kata Scott Heron dari Badan Kelautan dan Atmosferik Nasional Amerika Serikat, salah satu penulis hasil studi itu.
Menurut hasil studi itu, pemanasan global akan menghilangkan ketahanan alami karang terhadap kejutan panas karena peningkatan langsung ke temperatur yang berbahaya menjadi makin sering.
"Dalam waktu dekat, peningkatan temperatur lokal sekecil 0,5 derajat Celcius mengakibatkan hilangnya mekanisme perlindungan ini, yang bisa meningkatkan laju degradasi Great Barrier Reef," tulis para peneliti.
Terumbu karang, yang merupakan binatang sangat kecil dengan kerangka berbatu, mengalami pemutihan ketika temperatur naik karena alga warna warni yang hidup bersama mereka dan menyediakan makanan bagi mereka mati. Terumbu karang kadang bisa pulih dari pemutihan jangka pendek tapi mati jika itu terus berlangsung.
Secara global, tahun lalu adalah tahun terhangat sejak pencatatan suhu mulai dilakukan pada Abad ke-19, antara lain didorong oleh kegiatan manusia dan badai El Nino di kawasan Pasifik.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2014 menunjukkan sudah adanya tanda-tanda peringatan awal bahwa karang-karang perairan hangat dan Arktik, di mana timbunan-timbunan es mulai meleleh, sudah mengalami perubahan yang tidak dapat dipulihkan.
Penulis utama hasil studi, Tracy Ainsworth dari di James Cook University, mengatakan, tidak jelas apakah ketahanan panas semacam itu ada pada terumbu-terumbu karang lain dari Indonesia sampai Belize, sebuah negara di kawasan Amerika Tengah.
Studi itu merekomendasikan lebih banyak upaya untuk mengurangi ancaman lain terhadap terumbu karang, seperti polusi industri, demikian seperti dilansir kantor berita Reuters.
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara