tirto.id - Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Senin (24/7/2017) menjatuhkan vonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan kepada Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno karena terbukti menerima suap 148.500 dolar AS (setara Rp1,998 miliar) dari pengusaha.
Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), yang menuntut hakim menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan kepada Handang, seperti dikutip Antara.
Menurut hakim, Handang terbukti menerima 148.500 dolar AS (setara Rp1,998 miliar) dari country director PT EK Prima Indonesia (EKP) Ramapanicker Rajamonahan Nair untuk membantu penyelesaian pajak PT EKP.
Baik Handang maupun jaksa KPK menyatakan akan pikir-pikir selama tujuh hari sebelum merespons putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang diketuai Frangki Tambuwun itu.
Pemberian suap itu terkait dengan pengurusan sejumlah permasalahan pajak yang dihadapi EKP, termasuk di antaranya pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) periode Januari 2012-Desember 2014 sebanyak Rp3,53 miliar, Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN) tahun 2014 sebesar Rp52,36 miliar dan STP PPN tahun 2015 sebesar Rp26,44 miliar.
Masalah lainnya berkenaan dengan Penolakan Pengampunan Pajak, Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Pemeriksaan Bukti Permulaan pada KPP PMA Enam Kalibata dan Kantor Kanwil Dirjen Pajak (DJP) Jakarta Khusus.
Awalnya, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) Enam Jakarta memberikan imbauan kepada PT EKP agar melunasi PPN kacang mete gelondong 2014 sebesar Rp36,87 miliar dan pada 2016 sebesar Rp22,4 miliar, namun Rajamohanan mengajukan keberatan ke KPP PMA Enam dan disarankan untuk ikut program pengampunan pajak oleh kepala kantor KPP PMA Enam Johnny Sirait.
Namun permohonan PT EKP untuk mengajukan pengampunan pajak ditolak karena PT EKP punya tunggakan pajak yaitu STP PPN Desember 2014 sebesar Rp52,36 miliar dan pajak Desember 2015 sebesar Rp26,44 miliar.
Selanjutnya Jhonny Sirait menginstruksikan pengajuan usulan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana pajak atas nama PT EKP tahun 2012-2014. Jhonny juga mengeluarkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada PT EKP.
Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv bertemu dengan Handang pada 22 September, kemudian Haniv menyampaikan keinginan Arif Budi Sulisyto dipertemukan dengan Ken Dwijugiasteadi selaku Dirjen Pajak. Arif adalah Direktur Operasional PT Rajakbu Sejahtera yang juga adik ipar Presiden Joko Widodo.
Atas permintaan itu, Handang pada 23 September 2016 mempertemukan Arif ditemani dengan seorang pihak swasta Direktur Utama PT Bangun Bejana Baja, Rudy Prijambodo Musdiono bertemu dengan Dirjen Pajak Ken di lantai 5 gedung Dirjen Pajak.
Rajamohanan lalu meminta bantuan Arif terkait penyelesaian masalah pajak PT EKP dengan mengirimkan dokumen-dokumen tersebut melalui WhatsApp yang diteruskan Arif ke Handang. Atas permintaan itu Handang menyanggupi dengan mengatakan "Siap bpk, bsk pagi saya menghadap beliau bpk. Segera sy khabari bpk".
Pada 4 Oktober 2016, atas arahan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, Muhammad Haniv memerintahkan Jhonny Sirait membatalkan surat pencabutan pengukuhan PKP PT EKP, sehingga KPP PMA Enam mengeluarkan surat Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP PT EKP.
Pada 5 Oktober 2016, Rajamohanan lalu menemui Handang dan meminta tolong permasalah PT EKP lainnya. Handang pun meminta kepada Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyelidikan (Kabid P2IP) Kanwil DJP Jakarta Khusus, Wahono Saputro untuk membantu penyelesaian masalah PT EKP dengan membuat pertemuan pada 20 Oktober 2016 di antara Rajamohanan, Wahono dan Handang di Nippon Khan Hotel Sultan.
Sehingga pada 2 November 2016, Haniv menerbitkan surat pembatalan STP terhadap pajak tahun 2014 dan 2015 PT EKP senilai total Rp78 miliar.
Rajamohanan menjanjikan akan memberikan uang dengan jumlah 10 persen dari total nilai STP PPN senilai Rp52,36 miliar, dan setelah negosiasi disepakati uang yang diberikan oleh Handang kepada Handang dibulatkan menjadi Rp6 miliar, sudah termasuk bagian Muhammad Haniv. Haniv selaku Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus.
Tahap pertama pemberian uang adalah Rp2 miliar dalam bentuk 148.500 dolar AS pada 21 November 2016 yang diambil di rumah Rajamohanan. Namun saat penyerahan uang itu Handang dan Rajamohanan terkena Operasi Tangkap Tangan KPK.
Terkait perkara ini, Rajamohanan sudah divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri