Menuju konten utama

Pegawai KPK Lawan Pansus Angket dengan Ajukan Uji Materi UU

Pegawai KPK menilai dasar hak angket yang dilakukan DPR kepada lembaga antirasuah tidak sah. Menutut mereka, hak angket tidak dapat digunakan untuk lembaga independen seperti KPK.

Pegawai KPK Lawan Pansus Angket dengan Ajukan Uji Materi UU
Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa (ketiga kiri) berjalan keluar gerbang Lapas Sukamiskin usai meminta keterangan kepada narapidana kasus korupsi di Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/7). ANTARA FOTO/Agus Bebeng

tirto.id - Safari dukungan yang dilakukan Pansus Angket KPK dengan mengunjungi napi koruptor, Polri dan Kejagung dilawan pegawai antirasuah dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait asal 79 ayat (3) Undang-Undang No.17 Tahun 2014. Pegawai KPK rencananya akan menyampaikan permohonan uji materi tersebut pada Kamis (13/7/2017) sekitar pukul 12.30 WIB.

Ketua II Wadah KPK, Harun Al Rasyid dalam pernyataannya menyampaikan, pihaknya mempertanyakan dasar hukum yang digunakan DPR dalam mengajukan angket terhadap KPK. Menurut dia, dari pendapat sejumlah ahli hukum tata negara, hak angket tidak dapat digunakan untuk lembaga independen seperti KPK.

“Apalagi dalam sejumlah putusan MK ditegaskan posisi KPK dan landasan konstitusional KPK yang menurut kami bukan termasuk ruang lingkup pemerintah," kata Harun.

Harun berharap Mahkamah Konstitusi (MK) bisa memberikan keputusan yang adil dan proporsional agar dapat menghentikan kesemrawutan penggunaan kewenangan oleh lembaga.

"Dalam pelaksanaan tugas sebagai pegawai KPK, sulit memisahkan peristiwa angket DPR terhadap KPK ini dengan penanganan kasus KTP-Elektronik yang sedang berjalan. Apalagi asal mula Hak Angket dibicarakan adalah ketika KPK menolak memutar rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani di DPR," tambah Harun.

Pasal 79 ayat (3) UU No.17 Tahun 2014 berbunyi: "Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan."

Menurut pegawai KPK, DPR telah keliru menafsirkan pasal tersebut dan bertentangan dengan pasal 1 ayat (3) dan pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan "Indonesia adalah Negara Hukum", dalam konteks tersebut maka pembatasan kekuasaan dan supremasi hukum merupakan syarat yang harus dipenuhi.

Berdasarkan pada hal itu, pegawai KPK menilai penggunaan hak angket DPR terhadap KPK merupakan bentuk penerobosan terhadap batasan kekuasaan yang telah digariskan oleh undang-undang yaitu KUHAP, undang-undang KPK dan undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Demikian pula semua keberatan terhadap tindakan yang dilakukan oleh KPK dalam proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan maka lembaga praperadilan dan pengadilan merupakan badan yang ditunjuk untuk menguji segala tindakan KPK tersebut," tambah Harun.

Pemohon juga menilai rumusan pasal 79 ayat (3) UU No 17 Tahun 2014 telah menimbulkan berbagai penafsiran sehingga memberikan peluang bagi DPR untuk menafsirkan secara keliru ketentuan pasal tersebut, sehingga rumusan pasal 79 ayat (3) bertentangan dengan asas kejelasan rumusan dan kepastian hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

"Ini adalah ikhtiar kami, sebagai bagian dari pegawai KPK untuk meluruskan penggunaan kewenangan DPR sekaligus membela pemberantasan korupsi yang terus menerus diserang dari berbagai sisi oleh pihak yang dirugikan dengn kerja kami," tegas Harun.

Baca juga artikel terkait HAK ANGKET KPK

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH