tirto.id - Paus Fransiskus mendesak Uni Eropa untuk menunjukkan solidaritas dan "menemukan kembali perasaan kebersamaan sebagai sebuah komunitas". Hal ini menurut Paus, diperlukan jika organisasi kawasan itu menginginkan masa depan yang penuh kesejahteraan dan keadilan untuk semua.
"Uni Eropa yang, dalam menghadapi krisisnya, gagal memulihkan rasa kesatuan komunitas yang menopang dan membantu para anggotanya -- dan bukan hanya kumpulan kelompok kepentingan kecil -- bukan hanya akan kehilangan salah satu tantangan terbesar dalam sejarahnya, namun juga kesempatan besar untuk masa depannya," kata Paus sebagaimana dilansir Reuters.
Imbauan ini disampaikan Paus saat menutup konferensi dua hari di Vatikan, Sabtu (28/10/2017), bertema "Menimbang Ulang Eropa" yang dihadiri banyak tokoh penting, termasuk Presiden Parlemen Eropa Antonio Tajani, Wakil Presiden Komisi Eropa Frans Timmermans serta sejumlah pemuka agama.
Meski Paus tak menyebut spesifik mengenai situasi yang terjadi di Catalonia yang ingin melepaskan diri dari Spanyol ataupun keputusan Brexit Inggris, ia banyak berbicara tentang solidaritas, kerja sama dan pengorbanan bersama. Ia juga mengimbau untuk menghapus kepentingan politik tertentu yang bisa menghentikan terwujudnya keinginan bersama.
"Agenda khusus dan nasionalis berpotensi menggagalkan impian berani dari para pendiri Eropa," ujarnya menambahkan.
Paus juga mengingatkan bahaya mengancam Uni Eropa yang ditimbulkan oleh partai-partai populis anti-imigran.
Dalam pemilu Jerman, September lalu misalnya, Partai Alternative for German (AfD) meraup hampir 13 persen suara, menempatkan mereka sebagai partai ketiga terbesar dan menjadi partai haluan kanan ekstrem pertama yang memperoleh kursi parlemen dalam kurun waktu hampir separuh abad.
"Kelompok ekstrem dan populis tumbuh subur di banyak negara; mereka membuat gelombang protes sebagai inti pesan politik mereka, tanpa pernah memberi proyek politik konstruktif alternatif,' kata Paus tanpa menyebut spesifik kelompok yang ia maksud.
Paus pertama dari tanah Amerika Latin itu menyebut politik telah kehilangan arah, sembari mengatakan "Sayangnya, kita terlalu sering melihat politik hanya menjadi medan pertarungan antara dua kelompok berlawanan."
Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy telah membubarkan Parlemen Catalunya kurang dari satu jam setelah anggota parlemen di wilayah tersebut mendeklarasikan kemerdekaan sesuai hasil referendum.
“Pemimpin Catalunya [Carles Puigdemont] memiliki kesempatan untuk kembali ke jalan yang legal dan mengadakan pemilihan umum di wilayah tersebut. Keputusan ini diinginkan oleh mayoritas rakyat Catalunya, namun ia [Puigdemont] tak menginginkannya. Oleh sebab itu pemerintah Spanyol mengambil langkah yang diperlukan untuk mengembalikan Catalunya ke jalan yang legal,” ungkapnya.
Pernyataan resmi tersebut otomatis menggugurkan status ekonomi wilayah Catalunya. Rajoy menyatakan, pemerintah Spanyol melakukannya demi “memulihkan keadaan menjadi kembali normal”. Ia juga secara resmi memecat jabatan Carles Puigdemont dan anggota kabinet Catalunya lain yang berada di belakangnya.
Presiden Dewan Eropa Donald Tusk sebelumnya telah secara eksplisit mengesampingkan tindakan Uni Eropa untuk Catalonia, terlepas dari situasi "prihatin" yang tengah dialami
"Tidak ada ruang, tidak ada tempat untuk mediasi atau inisiatif atau tindakan internasional," kata Tusk sebagaimana dilansir BBC.
Pernyataan ini diungkapkan dalam sebuah konferensi pers bersama dengan Presiden Komisi UE Jean-Claude Juncker.
"Saya tentu saja karena banyak alasan, melakukan kontak permanen dengan [Perdana Menteri Spanyol] Mariano Rajoy," kata Tusk.
"Tidak ada yang disembunyikan terkait situasi Spanyol yang mengkhawatirkan, tapi posisi kita ... jelas,” tambahnya.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari