Menuju konten utama

Patroli Perbatasan AS Dituduh Lenyapkan Sepuluh Ribu Imigran

Lembaga hak asasi manusia menuduh patroli perbatasan Amerika Serikat memanfaatkan ganasnya gurun pasir untuk melenyapkan para imigran gelap.

Patroli Perbatasan AS Dituduh Lenyapkan Sepuluh Ribu Imigran
Ilustrasi. Agen patroli perbatasan Amerika Serikat berdiri di gerbang terbuka sebuah pagar di sepanjang perbatasan Meksiko ketika Laura Avila dan putrinya Laura Vera Martinez menangis setelah menyapa keluarga sebagai bagian dari Hari Anak Universal di Border Field State Park, California, Amerika Serikat, Sabtu (19/11). ANTARA FOTO/REUTERS/Mike Blake.

tirto.id - Sepuluh ribu imigran gelap tercatat telah meninggal atau hilang di sepanjang area perbatasan Amerika Serikat (AS) dan Meksiko yang didominasi padang pasir. Kejadian ini disinyalir merupakan hasil dari tindakan terencana yang dilakukan patroli perbatasan Amerika Serikat. Kondisi alam padang pasir yang berbahaya menjadi senjata utama patroli perbatasan untuk melenyapkan para imigran gelap.

Laporan yang dikeluarkan oleh lembaga hak asasi manusia asal Arizona, No More Death, menyebut para agen kepolisian mengejar dan mencerai-beraikan para imigran gelap. Strategi itu membuat para penyebrang perbatasan itu terluka, meninggal, atau menghilang. Sehingga, area perbatasan di barat daya AS disebut sebagai sebuah kuburan raksasa.

“Menghilangnya ribuan orang di area perbatasan AS–Meksiko yang merupakan padang gurun terpencil adalah salah satu kejahatan sejarah besar di zaman ini,” ungkap laporan tersebut, seperti dikutip The Guardian pada Rabu (7/11/2016).

Kejahatan ini dilakukan oleh para patroli perbatasan dengan menyabotase bantuan kemanusian serta mendiskriminasi imigran gelap dalam pemberian tindakan darurat. Sekitar 18 ribu agen polisi saat ini bertugas di area perbatasan seluas lebih dari 3 ribu kilometer tersebut.

Fakta-fakta tersebut didapat dari survei terhadap 58 pelintas perbatasan dan 544 kasus hilangnya imigran. Tercatat, sejak dua dekade lalu, lebih dari 10 ribu imigran menghilang termasuk 1200 yang hilang pada tahun lalu.

“Jika pun ditemukan, mereka akan muncul di ruang tahanan, kamar mayat, atau tinggal tersisa tulang-belulangnya di gurun pasir. Banyak dari mayat-mayat mereka yang tak dapat dikenali dan ribuan lainnya benar-benar tak ditemukan,” lanjut laporan itu.

Tuduhan itu langsung ditepis oleh badan yang membawahi patroli perbatasan AS, US Customs and Border Protection. “Petugas patroli perbatasan menghargai hidup manusia, dan kami bekerjasama dengan pemerintah asing, partner penegak hukum, dan organisasi komunitas untuk mengedukasi para calon imigran soal betapa berbahayanya menembus perbatasan secara illegal,” ujar badan tersebut.

Mereka juga mengatakan bahwa patroli perbatasan sektor Tucson menyebarkan 36 rambu penyelamatan. Dua ratus tiga puluh agen juga merupakan Teknisi Medis Darurat (Emergency Medical Technicians/EMTs), serta masih ditambah 54 Patroli Perbatasan Pelacak, Trauma, dan Penyelamat (Border Patrol Search, Trauma and Rescue/BORSTAR).

Kelompok penyelundup imigran menjadi pihak yang seharusnya disalahkan. “Para penyelundup berkata kepada para korbannya mereka akan aman, kenyataanya kondisi alamnya sangat ekstrim dan berbahaya. Penyelundup lebih peduli bagaimana mereka mendapat uang, dibanding dengan hidup orang lain,” ujar US Customs and Border Protection.

Seorang bekas imigran gelap bernama Betencourt asal Honduras menuturkan pengakuan lain. Pria yang tak mau menyebut nama lengkapnya ini dulu menghabiskan ribuan dolar AS dan menempuh jarak 4 ribu kilometer dari Honduran mencapai perbatasan AS. Kala itu, ia memiliki rencana jika dirinya telah terdeteksi oleh patrol perbatasan: ”Lari”.

Baca juga artikel terkait PERBATASAN NEGARA atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari