tirto.id - Industri kendaraan niaga di Indonesia tengah menghadapi tekanan berat pada awal 2025. Berdasarkan data terbaru Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan truk dari pabrik ke diler (wholesales) sepanjang Januari hingga April 2025 hanya mencapai 16.529 unit.
Angka ini turun sekitar 14 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penjualan ritel (diler ke konsumen) untuk kategori truk juga mengalami koreksi sebesar 5 persen secara tahunan, menjadi 18.721 unit pada empat bulan pertama tahun ini. Penurunan terjadi di hampir semua kategori, termasuk segmen truk ringan (GVW < 5 ton) dan menengah (GVW 5–10 ton).
Ketua I Gaikindo, Jongkie D. Sugiarto, menilai bahwa penurunan ini tak lepas dari lesunya harga komoditas di awal tahun yang menyebabkan aktivitas sektor pertambangan menurun.
Sektor tambang, yang selama ini menjadi penyerap terbesar kendaraan niaga berat, mengurangi kebutuhan armada akibat tekanan harga bahan mentah. "Harga komoditas tidak baik sehingga alat angkut apalagi mineral dan lain-lain kan menurun. Otomatis, kalau semua turun, siapa yang mau tambah truk?" ujarnya saat dihubungi Tirto, Rabu (21/5/2025).
Di luar itu, ia juga menyoroti peredaran truk-truk ilegal yang dikeluhkan oleh pemain industri otomotif nasional. Beberapa menilai kendaraan tersebut tidak memenuhi standar teknis dan tidak melalui jalur distribusi resmi sehingga berpotensi menciptakan persaingan tidak sehat.
Karena itu, ia mendorong pemerintah segera mengambil kebijakan terkait masalah ini. Jika pun melanggar aturan, perlu ada konsekuensi tegas kepada pelaku impor dan penjual kendaraan tidak resmi. Terlebih, penetrasi dan kontribusinya terhadap pasar kendaraan niaga juga sulit diukur karena tidak ada laporan transparan terkait jumlah kendaraan yang masuk maupun angka penjualannya.
Umumnya, unit-unit tersebut beroperasi di wilayah tambang atau proyek-proyek terpencil yang menyulitkan pendeteksian.
"Kami tidak tahu pasti dengan jalan apa, atau jalur apa kendaraan itu diimpor Indonesia. Katanya, sih, ada yang melalui master list dari BKPM jadi itu investasi, lah. Karena diperlukan alat angkut darat, tidak hanya mesin-mesin, sehingga itu diperbolehkan. Cuma memang karena tidak dipakai di jalan umum mereka tidak memerlukan laik jalan dan lain-lain. Tapi ini sedang pendalaman dengan pihak-pihak terkait," terangnya.
Keluhan terkait truk ilegal juga sempat disampaikan PT Hino Motors Manufacturing Indonesia (HMMI). Dalam pertemuan dengan Dedi Mulyadi pada awal tahun, Direktur Produksi HMMI Kristijanto Saputra mengungkapkan bahwa truk-truk asal Tiongkok masuk tanpa melalui jalur resmi. Ia menyebut Pelabuhan Tanjung Priok serta pelabuhan di sekitar Morowali—wilayah industri tambang dan pengolahan nikel di Sulawesi Tengah—sebagai titik masuk utama truk-truk tersebut.
Meski demikian, Gaikindo menilai peluang pemulihan masih terbuka. Selain pertambangan, sektor lain seperti infrastruktur dan logistik diprediksi akan menjadi motor pertumbuhan permintaan truk pada paruh kedua tahun ini, seiring peningkatan aktivitas proyek dan distribusi barang.
"Kita harapkan pertumbuhan ekonomi kita bisa kembali di atas 5 persen, lalu harga komoditas membaik sehingga orang bergairah lagi untuk mengoperasikan tambangnya. Kalau kendaraan niaga sangat tergantung," tutur Jonkie.
Sementara itu, dari sisi merek, Mitsubishi Fuso tercatat sebagai pemimpin pasar kendaraan niaga dengan total wholesales sebanyak 30.142 unit pada Januari hingga April 2025. Di posisi berikutnya terdapat Hino dengan 16.529 unit, disusul oleh Isuzu yang mencatat 11.086 unit dalam periode yang sama.
Untuk penjualan ritel, Mitsubishi Fuso kembali mendominasi dengan 30.636 unit, diikuti Hino sebanyak 18.721 unit, dan Isuzu sebesar 11.609 unit. Angka-angka ini mencakup seluruh jenis kendaraan niaga dari masing-masing merek, termasuk truk ringan, menengah, berat, hingga kendaraan pikap dan bus.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dwi Aditya Putra