Menuju konten utama
Hikayat Ramadan

Para Ulama Oposisi Penguasa: dari Ibnu Rusyd hingga Gus Dur

Penguasa tak selamanya mesti dipatuhi. Saat mereka bertindak sewenang-wenang, beberapa ulama seperti Ibnu Rusyd dan Gus Dur memilih beroposisi.

Para Ulama Oposisi Penguasa: dari Ibnu Rusyd hingga Gus Dur
Ilustrasi ulama oposan. tirto.id/Quita

tirto.id - Usia Imam An-Nasa’i sudah sangat tua ketika memutuskan untuk pergi ke Damaskus, ibu kota pemerintahan Dinasti Umayyah. Ketekunan dan ketelitiannya dalam menyeleksi penerimaan hadis mengantarkannya pada posisi yang sangat terhormat, yakni masuk jajaran papan atas perawi hadis. Kitabnya yang bertajuk Sunan Nasa’i masuk ke dalam golongan kutubus sittah atau enam kitab kumpulan hadis papan atas.

Kealiman dan kezuhudan An-Nasa’i kondang di seantero negeri. Selain istikamah menjalankan puasa Daud, ia juga dikenal sebagai pribadi yang sederhana, alim, dan teguh pendirian. Keteguhannya bahkan mesti dibayar dengan kematian.

Ia sangat benci praktik menjilat kekuasaan yang menjamur di Damaskus saat semua orang mengelu-elukan Muawiyah, khalifah Dinasti Umayyah. Bahkan banyak hadis yang muncul dengan corak memuji-muji Muawiyah. Berbeda dengan orang kebanyakan, ia justru menolaknya. An-Nasa’i menantang hadis-hadis kontroversial itu. Ia paham dan sudah mengalkulasi risiko yang akan ditanggungnya.

Pendukung Muawiyah yang fanatik, geram dan meradang. Mereka mengamuk, menyiksa dan memukuli An-Nasai. Menurut Ibnu Kastir dalam Al-Bidayah wa Nihayah (1988), tragedi pemukulan dan penganiayaan itu menyebabkan An-Nasai menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Beberapa tahun sebelum kematian menghampiri Ibnu Rusyd Al-Andalusy, intelektual brilian dari Timur yang di Barat populer dengan sebutan Averroest, harus kerja keras melawan pahit getir penderitaan akibat berseberangan dengan penguasa. Betapa sesak dadanya ketika Khalifah Al-Manshur mengeluarkan keputusan untuk melarang studi-studi filsafat dan memerintahkan untuk membakar semua buku-buku disiplin ilmu filsafat.

Keputusan yang dikeluarkan oleh khalifah bersumber dari bisikan-bisikan kedengkian yang dihembuskan oleh para ulama parasit yang iri dengan kecemerlangan Ibnu Rusyd. Sikap dan pandangan Ibnu Rusyd tidak goyah. Ia tetap memegang teguh semua pandangan dan pendapatnya, meskipun dirinya harus menjalani hidup dalam keterasingan, tekanan, juga kesepian. Ia meninggal dalam keadaan terasing pada 1198 M.

Cerita lain datang dari Ibnu Qayyim Al-Jauzy. Murid cemerlang dari Ibnu Taimiyyah ini harus menerima penyiksaan atas pandangan politik yang berbeda dengan penguasa. Dalam Murahul Arwah karyanya, tubuhnya yang babak belur berlumuran darah ditaruh di atas keledai dan diseret ke sana ke mari mengelilingi kota.

Hamka dan Gus Dur Menentang Rezim Orde Baru

Kisah ulama yang menantang penguasa terjadi juga di Indonesia. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Hamka adalah satu di antara ulama jempolan yang berani berbeda pendapat dengan penguasa. Pada 1981 dengan besar hati ia meletakkan jabatan ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Keputusan Hamka didasari sikapnya yang tidak mau berkompromi dengan pemerintah, yang menolak penerbitan Fatwa MUI tentang larangan bagi umat Islam mengikuti upacara perayaan natal bersama dengan umat Nasrani.

Bagi Hamka, fatwa yang dikeluarkan oleh MUI telah melalui mekanisme dan pertimbangan yang matang. Maka, pihak manapun yang berseberangan dengan fatwa tersebut tidak bisa seenaknya mendesak untuk membatalkan fatwa tersebut. Kala itu, pemerintah Orde Baru menilai fatwa tersebut dapat merugikan posisi pemerintah.

Infografik Hikayat Ulama Ulama Oposan

Infografik Hikayat Ulama-Ulama Oposan. tirto.id/Quita

Menurut Mujiburrahman dalam Feeling Threatened, Muslim-Christian Relation In Indonesia’s New Order (2006), pemerintah menilai setidaknya ada dua kerugian yang akan dirasakan oleh mereka jika fatwa tersebut tidak dicabut. Pertama, fatwa itu dikhawatirkan akan merusak relasi antara umat Islam, umat Kristiani, dan pemerintah. Kerukunan antarumat beragama yang digadang-gadang pemerintah akan terancam dengan adanya fatwa tersebut. Kedua, pemerintah akan terganggu dengan efek lain yang lebih rumit yang ditimbulkan oleh fatwa larangan perayaan Natal bersama di masyarakat.

Selain Hamka, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga pernah bersikap oposisi terhadap penguasa. Sikapnya yang kritis terhadap segala kebijakan pemerintah Orde Baru membuat penguasa geram. Soeharto seperti ditulis oleh Adam Schwarz, wartawan FarEastern Economic Review dalam A Nation in Waiting (2000) sempat marah ketika ia menulis hasil wawancaranya dengan Gus Dur tentang pemerintah Orde Baru.

Gus Dur dengan tanpa beban berkata, That is the stupidity of Soeharto that he did not follow my advice. Orang yang pernah menjadi nomor satu di republik ini dengan enteng diejek secara serius, dan dibodoh-bodohkan karena tidak mengikuti saran dan masukannya.

"Mereka seperti kumpulan orang aneh yang mengambil opsi untuk melawan kekuasan Orde Baru Soeharto," ujar sastrawan Floribertus Rahardi mengenang gaya oposan dan perjuangan Gus Dur dalam melawan penguasa Orde Baru.

Jika ukuran keulamaan salah satunya ditentukan oleh padunya antara perkataan dengan perbuatan, maka bersikap oposisi terhadap penguasa lalim merupakan upaya yang dilakukan oleh para ulama untuk menegakkan kebenaran dan konsistensi. Di hadapan penindasan, seperti ditulis penyair Wiji Thukul yang dihilangkan oleh penguasa: "hanya ada satu kata: lawan!"

==========

Sepanjang Ramadan, redaksi menampilkan artikel-artikel tentang kisah hikmah yang diangkat dari dunia pesantren dan tradisi Islam. Artikel-artikel tersebut ditayangkan dalam rubrik "Hikayat Ramadan". Rubrik ini diampu selama sebulan penuh oleh Fariz Alnizar, pengajar Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia dan kandidat doktor linguistik UGM.

Baca juga artikel terkait RAMADAN 2019 atau tulisan lainnya dari Fariz Alniezar

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fariz Alniezar
Editor: Irfan Teguh