Menuju konten utama
Kontaminasi Cesium-137

Paparan Radioaktif Sneakers Nike & Adidas: Bahaya ke Konsumen?

Meski risiko bagi konsumen tergolong rendah, bahaya tetap ada bila bahan baku atau komponen sepatu terpapar langsung oleh partikel Cs-137 yang masih aktif.

Paparan Radioaktif Sneakers Nike & Adidas: Bahaya ke Konsumen?
Ilustrasi. Sepatu Sneakers. Foto/iStock

tirto.id - Bagi Djaidi (33), sepatu kets atau bekennya sneakers, telah menjadi gaya hidup sehari-hari. Bukan cuma penunjang tampilan saat nongkrong, tapi juga sneakers wajib dipakai saat bekerja dan berpergian.

Tapi informasi belakangan, soal banyak sneakers jenama Adidas dan Nike terkontaminasi zat radioaktif, membuat Djaidi seketika panik.

Ada "ritual" baru yang kini ia lakukan. Ketika sneakers baru—yang masih dalam boks—datang, dia langsung menyemprotkan cairan disinfektan ke arah sepatu, berharap bisa dekontaminasi partikel radioaktif. “Ngeri bacanya [soal radioaktif di sepatu], dua merek itu yang saya pakai setiap hari. Tiap tiga bulan pasti beli baru buat upgrade penampilan dan koleksi,” cerita Djaidi kepada Tirto, Kamis (13/11/2025).

Tak puas dengan menyemprot cairan disinfektan, Djaidi berencana bakal mencuci sepatu barunya. Dirinya tak ingin tubuh terpapar radiasi. Dia tak menyangka sepatu bermerk global bisa terpapar zat berbahaya. “Pokoknya habis ini saya bawa ke tempat cuci sepatu, jangan sampai jadi bahaya buat saya. Malah ada dua pasang yang baru,” ujar dia.

Rabu (12/11/2025) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah memastikan bahwa pabrik sepatu milik PT Nikomas Gemilang, yang merupakan pemasok bagi merek internasional Nike dan Adidas, ikut terdampak oleh paparan radiasi Cesium-137 (Cs-137). Temuan ini menjadi bagian dari penyelidikan terhadap 24 perusahaan di kawasan industri yang dicurigai mengalami kontaminasi zat radioaktif tersebut.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier, menjelaskan bahwa kasus kontaminasi pada produk sepatu ini pertama kali menarik perhatian dunia internasional setelah otoritas Bea Cukai Belanda menemukan sepatu kets asal Indonesia yang mengandung radiasi sekitar Mei 2025 lalu.

Ia menuturkan bahwa laporan mengenai adanya Cs-137 pada sepatu tersebut telah diterima oleh Kemenperin jauh sebelum pihak Amerika Serikat mempersoalkan kasus serupa yang terjadi pada produk udang beku dari Indonesia.

"Kami perlu menyampaikan hal ini karena masyarakat hebohnya hanya dengan udang. Tapi sebelum dengan udang, jauh sebelumnya, kami sudah menerima laporan dari Bea Cukai Belanda terhadap hasil temuan beberapa kotak sepatu kets yang memiliki paparan radiasi maksimal 110 nanosievert per jam akibat Cesium-137," katanya dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (10/11/2025).

Pabrik sepatu yang disebutkan tersebut berlokasi di Banten. Dari hasil penyelidikan lanjutan ditemukan satu kotak sepatu dengan tingkat aktivitas radiasi sekitar 1,5 kilo becquerel (kBq) Cs-137.

Setelah kasus pada sepatu, otoritas Amerika Serikat juga menemukan kandungan Cs-137 pada produk udang beku milik PT Bahari Makmur Sejati (BMS) yang beroperasi di kawasan Modern Cikande Industrial Estate.

Hasil penelusuran yang dilakukan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan bahwa sumber radiasi tersebut berasal dari tungku peleburan baja milik PT Peter Metal Technology (PMT).

Menurut Taufiek, terdapat dua kemungkinan sumber paparan radiasi ini, yaitu berasal dari bahan lokal atau dari impor scrap metal yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri baja nasional.

“Tapi posisi kedua ini tidak boleh dilakukan karena importasi scrap tidak boleh diperjualbelikan. Kalau supplier-nya dari dalam negeri, kemungkinan adalah baja atau bekas peralatan medis yang punya kemungkinan untuk memberikan kontaminan pada saat peleburan,” ujarnya.

Dari total 22 perusahaan yang teridentifikasi, proses dekontaminasi telah dilakukan oleh Bapeten, BRIN, serta pihak Kepolisian. “Pada rapat koordinasi terakhir, sekitar 22 titik telah berhasil didekontaminasi,” tutur Taufiek.

Haruskah Pengguna Khawatir dengan Radioaktif Cs-137?

Meski demikian, sebagian besar perusahaan tetap menjalankan kegiatan produksinya secara normal. Adapun sebanyak 1.561 pekerja dari BMS dan PMT, beserta warga sekitar kawasan industri tersebut, telah menjalani pemeriksaan kesehatan. Dari jumlah tersebut, ditemukan sembilan orang positif terpapar Cs-137, namun kini seluruhnya telah diperbolehkan kembali ke rumah masing-masing.

“Kini mereka sudah pulang ke rumah masing-masing,” ucapnya.

Sebagai langkah pencegahan agar insiden serupa tidak terulang, Kemenperin mewajibkan seluruh pelaku industri logam yang menggunakan bahan baku scrap metal untuk memasang Radiation Portal Monitoring (RPM) serta Continuous Emission Monitoring System (CEMS) di fasilitas mereka.

Kejelasan mengenai tingkat paparan radioaktif menjadi hal penting dalam menjaga keberlanjutan rantai pasok industri dan kepercayaan konsumen. Kasus paparan Cs-137 pada produk sepatu yang diproduksi di kawasan industri Cikande, Banten, memunculkan kekhawatiran publik. Namun, pakar menilai risiko bagi pengguna akhir sebenarnya sangat kecil bila ditinjau dari sisi ilmiah.

ilustrasi zat Cesium 137

ilustrasi zat Cesium 137. foto/istockphoto

Pakar kesehatan dari Griffith University Dicky Budiman menerangkan, secara umum paparan Cs-137 pada material non-biologis seperti kulit atau bahan sintetis tidak serta-merta membuat produk berbahaya. Zat ini memancarkan radiasi gamma yang dapat menembus bahan padat, tetapi tidak mengubah struktur kimia material yang terkena. Karena itu, hanya bahan yang masih terkontaminasi aktif di atas ambang batas aman internasional yang berpotensi menimbulkan bahaya.

Kata dia, konteks ilmiah semacam ini seringkali luput dipahami masyarakat luas. Ia menekankan bahwa persepsi publik kerap berlebihan terhadap istilah “radioaktif”.

“Cs-137 memang bersifat memancarkan radiasi, tapi tidak otomatis membuat setiap benda yang pernah bersentuhan dengannya menjadi berbahaya,” rangkumnya, saat Tirto hubungi, Kamis (13/11/2025).

“Kalau produk sudah dibersihkan dan tidak lagi menyentuh sumber radiasi langsung, risikonya bagi konsumen hampir nihil,” tambah dia.

Dari sisi teknis, kata dia, proses transmisi Cs-137 ke produk sepatu di Cikande diduga terjadi karena kontaminasi eksternal. Penelusuran awal menunjukkan bahwa sumber utama berasal dari tungku peleburan baja industri lain yang menggunakan scrap metal atau besi bekas yang ternyata mengandung unsur radioaktif. Saat logam tersebut dilebur, partikel Cs-137 ikut terlepas bersama asap panas tungku, lalu terbawa udara hingga mengendap di tanah dan lingkungan sekitar.

Dicky menambahkan bahwa rantai kontaminasi semacam ini lazim terjadi di kawasan industri yang padat. “Debu radioaktif itu sangat halus. Ia bisa berpindah lewat udara, menempel di dinding pabrik, atau hinggap di bahan mentah seperti kulit sintetis, kain, hingga sol karet. Jadi ketika pabrik sepatu beroperasi di area yang berdekatan dengan sumber paparan, sangat mungkin partikel Cs-137 menempel tanpa disadari,” jelasnya.

Paparan radiasi relatif rendah, tapi tetap perlu transparansi dan penguatan regulasi

Dia menekankan bahwa pemindaian laboratorium menunjukkan tingkat paparan radiasi mencapai 110 nanosievert per jam, Angka itu sekitar dua kali lipat dari paparan radiasi alami di lingkungan sehari-hari.

Meski sebenarnya relatif rendah. Kadar tersebut masih jauh di bawah batas aman internasional sebesar 1.000 microsievert per tahun. Tapi, angka itu tetap signifikan dalam konteks forensik lingkungan, karena menunjukkan adanya sumber kontaminasi di sekitar lokasi industri.

Menanggapi temuan ini, Dicky menegaskan bahwa publik tidak perlu panik. “Tingkat radiasi seperti itu tergolong rendah. Paparan sebesar 110 nanosievert per jam tidak akan menyebabkan efek biologis jangka panjang, apalagi mutasi genetik. Namun tetap penting untuk menelusuri sumber kontaminasinya,” kata dia.

Meski risiko bagi konsumen tergolong rendah, bahaya tetap ada bila bahan baku atau komponen sepatu—seperti aksesoris logam, perekat, atau komponen baja—terpapar langsung oleh partikel Cs-137 yang masih aktif. Dalam kasus seperti itu, menurutnya, radiasi bisa menembus tubuh jika produk digunakan dalam waktu lama atau disimpan dekat kulit.

Bazar sepatu sneaker

bazar sepatu sneaker garage 6 digelar disalah satu cafe kemang, jakarta, (17/5). berbagai macam jenis sepatu kets dan sneaker dijual dengan harga ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. tirto/andrey gromico

Dicky kemudian menekankan perlunya pengujian menyeluruh sebelum produk dikirim ke konsumen, apalagi ke luar negeri. “Setiap produk dari kawasan industri terdampak wajib menjalani uji radioaktif. Pemerintah juga harus memastikan semua pabrik di Cikande yang mengekspor produk memperoleh sertifikat bebas kontaminasi radioaktif. Itu bukan hanya demi keselamatan konsumen, tapi juga menjaga nama baik industri nasional,” ungkapnya.

Insiden ini juga diwanti-wanti Dicky menjadi peringatan bagi pengelola kawasan industri. Kasus sebaran Cs-137 menandakan adanya kelemahan dalam pengawasan limbah logam radioaktif di sektor manufaktur. Dampak terbesarnya justru dirasakan oleh para pekerja di pabrik-pabrik terdampak, bukan oleh pengguna sepatu di luar negeri.

“Para pekerja yang berada di sekitar sumber paparan lebih rentan karena mereka berhadapan langsung dengan lingkungan yang tercemar. Oleh sebab itu, pemantauan radiasi di tempat kerja harus menjadi prioritas, bukan hanya pengujian pada produk jadi,” kata dia.

Meskipun begitu, masyarakat diimbau untuk tidak bereaksi berlebihan. Hasil pengujian laboratorium sejauh ini menunjukkan kadar radiasi masih di bawah ambang batas aman, yakni sekitar 0,1 milisievert per jam. Namun, kata Dicky, mesti ada keterbukaan informasi kepada publik. Dua hal, katanya, harus dilakukan pemerintah: memastikan transparansi dan memperkuat regulasi industri.

“Publik berhak tahu hasil forensiknya secara terbuka. Selama produk dinyatakan aman dan diuji secara berkala, masyarakat tak perlu khawatir. Tapi negara wajib memastikan hal itu, karena keselamatan publik adalah tanggung jawab bersama,” kata dia.

Baca juga artikel terkait RADIOAKTIF atau tulisan lainnya dari Rohman Wibowo

tirto.id - News Plus
Reporter: Rohman Wibowo
Penulis: Rohman Wibowo
Editor: Alfons Yoshio Hartanto