Menuju konten utama

Pak Mahfud, OTT Bupati Sidoarjo Itu Masih Pakai UU KPK yang Lama

Mahfud MD menyebut OTT KPK terhadap Bupati Sidoarjo tidak lepas dari peran Dewas sesuai UU KPK baru. Klaim tersebut disanggah oleh Alexander Marwata dan Agus Rahardjo.

Pak Mahfud, OTT Bupati Sidoarjo Itu Masih Pakai UU KPK yang Lama
Menko Polhukam Mahfud MD (ketiga kiri) berjabat tangan dengan Ketua KPK Firli Bahuri (ketiga kanan) dan pimpinan lainnya seusai konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (7/1/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan dua Operasi Tangkap Tangan (OTT) beruntun pada Selasa (7/1/2020) dan Rabu (8/1/2020). OTT terakhir yang diumumkan Rabu malam berhasil menjerat salah satu Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Sedangkan OTT sebelumnya, menempatkan Bupati Sidoarjo, Saiful llah sebagai target. Saiful, yang sudah menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK hingga Rabu pagi, diringkus lantaran atas dugaan korupsi barang dan jasa.

Saiful tidak sendiri, dia diringkus bersama sejumlah pejabat lain dan kontraktor di Sidoarjo. KPK turut menyita sejumlah koper besar, ransel dan uang sebagai barang bukti.

“Saat ini KPK kerja sama dengan Polda Jatim. Untuk pemeriksaan awal dilaksanakan di Polda Jatim,” ujar Ketua Umum KPK Firli Bahuri.

Menkopolhukam Mahfud MD, merespons operasi tersebut dengan pujian setinggi langit. Secara sepihak, Mahfud meyakini OTT kali ini adalah buah dari penerapan Undang-Undang (UU) KPK baru, yang mengharuskan penyidik mendapat izin dari Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan.

“Dulu yang dikhawatirkan orang KPK tidak bisa lagi melakukan OTT karena apa, karena di undang-undang tersebut disebut harus dengan izin Dewan Pengawas,” ujar Mahfud di Kantor Kemenkopolhukam, Rabu (8/1/2020).

“Nah, nanti itu bisa bocor, ini ternyata tidak kan artinya bisa OTT dan dewan pengawasnya bisa cepat memberi persetujuan dan tidak bocor sehingga OTT tetap jalan."

Dalam UU KPK yang baru, Pasal 6 huruf (e) berbunyi: Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi; Sementara Pasal 12 berbunyi: (1) Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan.

“Yang ditunggu lagi, adalah menangani kasus-kasus besar seperti di bidang migas,” timpal Mahfud menegaskan pujiannya.

Klaim Mahfud Dibantah Petinggi KPK

Pujian ini mulanya ditujukan Mahfud selaras dengan klaim Firli sendiri. Seperti halnya Mahfud, Firli mengklaim OTT kali ini adalah hasil dari penerapan UU KPK yang baru.

"Kami melaksanakan tugas pokok dan kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam pasal 6 E dan pasal 12 UU Nomor 19 Tahun 2019 atas perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002," ujar Firli saat dikonfirmasi, Rabu (8/1/2020).

Namun, yang kemudian menjadi polemik, klaim sepihak Mahfud dan Firli ini bertentangan dengan pengakuan sebagian petinggi KPK lainnya.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata adalah salah satu yang membeberkan informasi tersebut. Marwata punya bukti, yakni proses penyadapan yang memang dilakukan sejak sebelum Dewas dilantik.

“Penyadapannya yang lama, sebelum pelantikan Dewan Pengawas itu, kan, informasi yang sebelumnya, sudah lama,” ujar Marwata.

Untuk membantah klaim Mahfud dan Firli, Marwata juga menyinggung proses Standar Operasional Prosedur (SOP) UU KPK baru yang hingga kini belum selesai. Mustahil aturan yang pembahasan SOP-nya belum selesai bisa langsung diimplementasikan.

“Peraturan sedang disusun SOP-nya [belum bisa dipakai]. Jadi sementara disusun. Dewasnya sudah ada, tinggal ketentuan SOP-nya, standar prosedurnya.”

Keterangan Marwata ini juga ditegaskan oleh mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo. Agus, bahkan berani menyebut jika Surat Perintah Penyelidikan dan Surat Perintah Penyadapan kasus Bupati Sidoarjo diterbitkan pada masa jabatannya.

Bantahan Marwata dan Agus sebenarnya bukan kejutan. Sejak pertama kali OTT Bupati Sidoarjo diumumkan, sejumlah aktivis dan peneliti sudah menduga bahwa penggerebekan kali ini tidak bisa sepenuhnya dikatakan kesuksesan penerapan UU KPK baru era Firli.

“ICW sendiri tidak terlalu yakin tangkap tangan ini berhasil dilakukan atas kontribusi dari pimpinan KPK baru,” ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.

“Sederhana saja, bagaimana mungkin tangkap tangan akan efektif jika penyadapan saja memerlukan waktu lama, karena harus melalui izin Dewas?”

Walau demikian, Kurnia tetap mengapresiasi tindakan KPK. Dia dan para pegiat anti korupsi lain, kini hanya bisa berharap agar gebrakan-gebrakan seperti OTT, terus dilakukan agar efek jera terus diterima para koruptor.

“ICW mengapresiasi kerja penyelidik dan penyidik KPK,” tukasnya.

Baca juga artikel terkait OTT KPK BUPATI SIDOARJO atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Hukum
Reporter: Herdanang Ahmad Fauzan
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Maya Saputri