tirto.id - Partai Gerindra resmi bergabung ke pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Sang ketua umum, Prabowo Subianto, resmi jadi Menteri Pertahanan. Sedangkan wakilnya, Edhy Prabowo menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan.
Jokowi memastikan keduanya bagian dari Kabinet Indonesia Maju, beserta 36 menteri dan pejabat lainnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/10/2019) pagi.
Dengan demikian, Prabowo memboyong partainya untuk meninggalkan koalisinya saat pilpres lalu: PAN, Partai Demokrat, PKS, dan kelompok ekstra parlemen Persaudaraan Alumni 212.
Namun bukan berarti keempatnya otomatis jadi oposisi.
Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno tak menjawab tegas saat ditanya apakah partainya jadi oposisi atau tidak. Dia hanya menegaskan kalau PAN akan mendukung segala kebijakan yang pro-rakyat.
"Tapi kami memberikan ruang bagi [kader] PAN untuk bisa memberikan masukan yang konstruktif, kritis, dan objektif," kata Eddy di DPR RI, Rabu (23/10/2019) siang.
Ia mengklaim partainya tak pernah mengharapkan atau bahkan meminta jatah menteri. Soalnya, PAN sadar betul kalau mereka bukan bagian dari koalisi Jokowi-Ma'ruf. Dengan kata lain, tak ada satu pun tetes keringat keluar untuk memenangkan keduanya.
Namun, Eddy mengaku PAN siap jika diminta untuk "kerja sama". "Pegang apa yang kami sampaikan: kami mendukung dan mengucap selamat kepada pemerintah dan PAN menyatakan siap bekerja sama. Sifatnya untuk kebaikan, tentu kami dukung."
Demokrat juga serupa. Ketua DPP Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan mereka akan memantau kinerja kabinet terlebih dulu sebelum memutuskan ada di sisi yang mana.
"Kalau kinerjanya baik, untuk apa juga kami kritisi, kan? Cari gara-gara namanya itu. Tidak baik," kata Jansen saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Rabu sore.
"Jika pun jadi oposisi," lanjut Jansen, "lima tahun terakhir semua kader, termasuk saya, toh sudah terlatih untuk itu. Jadi tidak perlu latihan lagi, tinggal 'tembak' saja."
PKS dan PA 212
PKS adalah partai pengusung Prabowo-Sandiaga Uno tang paling tegas mengambil sikap sebagai oposisi. Sikap ini bahkan telah mereka deklarasikan sejak jauh-jauh hari.
Ketua DPP Partai PKS Mardani Ali Sera menegaskan kalau "oposisi sehat bagi demokrasi." Dia juga menegaskan kalau "oposisi mulia karena menjadi kekuatan penyeimbang". Pilihan itu diambil karena menurutnya sejak awal konsep pembangunan Jokowi dengan PKS berbeda, dan itu tak bisa dinegosiasikan lagi.
Agar barisan oposisi semakin banyak, Mardani mengaku PKS tengah menjalin komunikasi dengan partai pendukung Prabowo yang belum tegas bersikap, PAN dan Demokrat. Mereka juga akan menjajaki komunikasi dengan pihak lain. "Sehingga kami memiliki sinergi dan amplifikasi yang baik," katanya.
Sementara Wakil Ketua Majelis Syuro DPP PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan yang terpenting dari komposisi koalisi-oposisi saat ini adalah "jangan ada dikotomi". "Seolah di dalam kabinet membangun, di luar kabinet tidak membangun. Di mana pun kita berada, kita bangun bangsa," katanya di DPR RI.
Hidayat, yang juga Wakil Ketua MPR RI periode 2019-2024, mengaku tak kecewa dengan sikap Gerindra. Menurutnya, baik PKS dan Gerindra/Prabowo "sama-sama saling menghormati."
Posisi oposisi juga diambil oleh PA 212. Mereka memang bukan partai, tapi salah satu motor koalisi. PA 212 juga turut andil dalam pemilihan Sandiaga Uno lewat ijtima ulama.
Ketua Media Center PA 212 Novel Bamukmin mengatakan mereka masih berpegang kepada hasil Ijtima Ulama IV, yaitu tidak mengakui hasil pemilu karena semua dianggap rekayasa belaka.
"Otomatis kami menjaga jarak dengan menjadi oposisi kritis," kata Novel saat dihubungi Rabu siang.
Novel lantas meminta publik tidak menyamakan mereka dengan PKS, PAN, dan Demokrat. "Mereka bukan bagian dari kami dan tidak ada sangkut pautnya dengan 212," tegas Novel.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino