Menuju konten utama

Orang Tua Terlalu Protektif ke Anak Bikin Sulit Jadi Mandiri

Orang tua yang terlalu protektif terhadap anak bisa membuatnya susah menjadi orang mandiri. 

Orang Tua Terlalu Protektif ke Anak Bikin Sulit Jadi Mandiri
Ilustrasi Anak Mandiri. foto/Istockphoto

tirto.id - Setiap orang tua tentu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun, terus khawatir dan ikut campur agar si buah hati selalu mendapatkan yang terbaik bukanlah solusi.

Jika orang tua selalu melindungi anaknya dan tidak membiarkannya kecewa, bisa dibilang orang tua tersebut terlalu protektif. Tandanya, mereka selalu menjaga agar anaknya tidak terluka, baik itu secara fisik atau emosional.

Mereka menjaga anak-anak agar tidak gagal, tidak melakukan kesalahan, membelanya jika bertengkar, dan selalu membantu pekerjaan rumahnya agar mendapat nilai bagus di sekolah.

Bukannya memberi hasil yang baik, orang tua yang terlalu protektif malahan menjadikan anak kurang berkembang dan terhambat dalam mengeksplorasi potensinya. Padahal, anak harus bertanggung jawab dan belajar dari kesalahannya.

"[Orang tua yang terlalu protektif] menjadikan anak tidak bertanggung jawab dan bergantung pada orang lain," ujar psikolog anak, Lauren Feiden, sebagaimana dilansir dari PsychCentral.

Oleh karena itu, orang tua dapat mengenali indikasi yang menunjukkan bahwa bisa jadi gaya pengasuhan mereka terlalu protektif bagi si anak. Berikut tanda-tanda orang tua yang terlalu protektif, sebagaimana dilansir dari Very Well Family:

1. Terlalu mengatur anak hingga hal-hal detailnya

Orang tua terkadang tidak sabar melihat anaknya yang urakan atau tidak rapi. Tak jarang, ia ikut campur dengan mengatur dan mengontrol hingga hal-hal mendetail terkait keseharian si buah hati.

Bukannya baik, hal demikian malahan membuat anak lalai untuk membenahi dirinya sendiri dan membuatnya abai terhadap tanggung jawab.

Orang tua tidak seharusnya terlalu mengatur keadaan anak dan memberi tahu hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukannya, mulai dari melakukan hobi baru atau menginap di rumah temannya.

2. Orang tua menghindarkan anak dari kegagalan

Semua orang tentu saja tidak ingin gagal. Namun, orang tua yang perfeksionis dan menetapkan bahwa anaknya tidak boleh gagal kadang kala melakukan segala cara agar keinginannya tercapai.

Padahal, realitanya seseorang setidaknya pasti mengalami gagal dalam satu fase di hidupnya. Sesekali, biarkan anak gagal dan beri dukungan seperlunya agar ia bangkit kembali, serta belajar dari kegagalannya itu.

3. Tidak mengajarkan anak mengenai tanggung jawab

Kadang kala orang tua terlalu memanjakan si buah hati hingga ia tumbuh dewasa, seperti membereskan tempat tidur, membersihkan kamar, hingga mencucikan bajunya. Padahal, hal tersebut bisa menjauhkan si anak dari rasa tanggung jawab.

Mungkin orang tua berpikir dengan mengerjakan tugas-tugas anak akan jauh lebih cepat dan efisien. Namun, dengan memanjakan anak justru akan membuatnya tidak belajar untuk bertanggung jawab.

4. Orang tua terlalu menghibur anak

Orang tua yang amat sayang anaknya sering kali merasa terluka melihat anaknya sedih, baik karena suatu kejadian atau ketika buah hatinya bertengkar dengan teman sebaya. Orang tua boleh saja meredakan kesedihan anaknya, namun bukan berarti terlalu membela dan berlebihan dalam menghiburnya.

Terlalu menghibur anak dapat membuatnya manja dan tidak belajar mengenal emosinya sendiri. Agar anak berkembang maksimal, orang tua dapat mendukung seperlunya dan membiarkan anak menyelesaikan masalah emosinya sendiri, bukan terlalu menghibur dan ikut campur terlalu jauh terhadap urusan pribadinya.

5. Mengatur pertemanan anak

Tak jarang orang tua merasa paling tahu hal terbaik untuk anaknya, termasuk memilihkan teman yang cocok untuk buah hatinya. Orang tua yang terlalu protektif membuat anak tidak merasa bebas dan terkekang, apalagi bila ikut campur dalam pergaulan anaknya.

Kendati demikian, tak ada salahnya orang tua mengenalkan anak-anak lain kepada buah hatinya, namun bukan berarti ia dapat memaksakan anaknya untuk berteman dengan anak-anak pilihannya tadi.

Namun, dalam beberapa kondisi, orang tua perlu ikut campur mengenai pertemanan anaknya jika ia merasa bahwa anaknya berteman dengan sebaya yang destruktif, seperti teman yang ikut-ikutan kekerasan fisik, terjerumus obat-obatan, dan lain sebagainya.

6. Selalu mengingatkannya tentang hal-hal berbahaya

Menjaga keamanan anak tentu saja merupakan prioritas utama orang tua. Namun, menakut-nakutinya terhadap hal-hal kecil yang ia lakukan akan menghambat perkembangannya.

Orang tua yang terus menerus mengatakan: "Jangan!" atau "Berhenti!" adalah tanda bahwa mereka adalah pengasuh yang terlalu protektif.

Akibatnya, anak terbiasa mendengar hal-hal negatif dari orang tuanya. Ia menjadi khawatir dan takut mencoba hal-hal baru atau tidak bisa mengeksplorasi secara mandiri potensi yang ada pada dirinya.

7. Menghalangi anak mengambil keputusan sendiri

Orang tua tentu saja tidak ingin anaknya salah langkah menentukan pilihan hidup. Kadang kala orang tua lebih tahu kelebihan anaknya, namun si buah hati ternyata ingin mendalami hal lain. Karena paksaan orang tuanya, ia jadi batal mengeksplorasi potensi yang ada pada dirinya.

Oleh karena itu, agar perkembangan anak maksimal, biarkan ia menentukan sendiri keputusannya. Orang tua boleh saja menyatakan pendapat dan menawarkan sudut pandang baru agar pikirannya terbuka, namun jangan sampai ada paksaan atau tekanan sehingga ia kurang bisa mengembangkan potensi dirinya.

Untuk bisa tumbuh dan berkembang maksimal, anak butuh ruang tersendiri untuk menentukan pilihan, merasakan kegagalan, membuat kesalahan, dan berusaha memperbaikinya sendiri. Bagi orang tua yang terlalu protektif, hal ini tampak sulit dan berat, apalagi menyaksikan anaknya gagal dan kecewa.

Namun, dengan memberikan ruang kepada anak, hal ini akan membuatnya melakukan introspeksi diri dan menjadikannya dewasa melihat kenyataan hidup dari sudut pandang berbeda.

Baca juga artikel terkait CARA MENGAJARKAN ANAK MANDIRI atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Alexander Haryanto