tirto.id - Pemerintah bersama DPR RI sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) menjadi undang-undang. Hal ini diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022 dan 2024, Kamis (15/12/2022).
“Kami menanyakan kepada fraksi, apakah RUU tentang P2SK dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” kata Ketua DPR Puan Maharani. Politikus PDIP itu sempat meminta persetujuan di Rapat Paripurna DPR dan disetujui oleh para anggota yang kemudian diikuti oleh ketuk palu.
Penyusunan RUU P2SK telah dimulai sejak penyampaian ke Badan Legislasi sebagai RUU prioritas usulan Komisi XI pada 28 September 2021. Kemudian sesuai dengan keputusan Rapat Badan Musyawarah DPR (Bamus) pada 9 November, maka RUU P2SK dibahas dan ditindaklanjuti oleh Komisi XI.
Komisi XI DPR melakukan rapat kerja bersama perwakilan pemerintah pada 10 November 2022 untuk membentuk Panitia Kerja RUU P2SK dalam melaksanakan pembahasan RUU. Panja RUU P2SK pun melaksanakan pembahasan, perumusan dan sinkronisasi dalam rapat kerja Komisi XI bersama pemerintah pada 8 Desember 2022.
Ketua Panja sekaligus Wakil Ketua Komisi XI DPR, Dolfie Othniel Frederic Palit menyampaikan, dalam rapat panja seluruh fraksi, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP menyetujui RUU P2SK untuk dilanjutkan kepada tahap pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR sehingga dapat ditetapkan sebagai UU.
“Untuk fraksi PKS menerima dengan catatan,” ujar Dolfie dalam pidato penyampaian pandangan dalam sidang tersebut.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, momentum penetapan RUU P2SK sangat relevan di tengah dinamika perekonomian global dan domestik yang masih dipenuhi ketidakpastian serta tantangan masa depan seperti dampak perubahan iklim. Ditambah adanya potensi disrupsi dari perkembangan teknologi terhadap aktivitas perekonomian, yang perlu segera diantisipasi dan direspon oleh bangsa Indonesia.
Dia melanjutkan bahwa reformasi sektor keuangan Indonesia merupakan prasyarat utama untuk membangun perekonomian Indonesia yang dinamis, kokoh, mandiri, sustainable, dan berkeadilan. Ada 17 UU terkait sektor keuangan yang telah cukup lama berlaku, bahkan ada yang telah melebihi 30 tahun, sehingga perlu disesuaikan dengan dinamika perubahan zaman.
UU P2SK ini diharapkan akan menjawab tantangan fundamental sektor keuangan Indonesia seperti tingginya biaya transaksi di sektor keuangan, terbatasnya instrumen keuangan, rendahnya kepercayaan dan perlindungan investor dan konsumen, rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan yang terjangkau, serta kebutuhan penguatan kerangka koordinasi dan penanganan stabilitas sistem keuangan.
“Materi RUU P2SK secara umum mencakup dua bagian besar. Bagian pertama adalah ketentuan yang mengatur kelembagaan dan koordinasi otoritas di sektor keuangan,” kata Sri Mulyani.
Selanjutnya, materi kedua terkait ketentuan yang mengatur masing-masing industri di sektor keuangan beserta infrastruktur pendukungnya, termasuk sumber daya manusia.
RUU P2SK sendiri berfokus pada lima pilar. Pertama, penguatan kelembagaan otoritas sektor keuangan. Kedua, penguatan tata kelola industri keuangan dan peningkatan kepercayaan publik terhadap industri keuangan. Ketiga, upaya mendorong akumulasi dana jangka panjang sektor keuangan untuk kesejahteraan dan dukungan pembiayaan pembangunan yang berkesinambungan
Kemudian keempat fokus pada penguatan perlindungan negara terhadap konsumen produk keuangan. Kelima, penguatan literasi, inklusi dan inovasi sektor keuangan agar masyarakat dapat semakin berpartisipasi secara aman dalam sektor keuangan nasional.
Jadi Payung Hukum yang Kuat
Direktur Eksekutif Segara Institut, Piter Abdullah menyatakan, memang sudah saatnya pemerintah melakukan amandemen UU Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Perbankan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal ini karena UU tersebut sudah banyak yang tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
“Kalau dilakukan amandemen satu persatu akan butuh waktu lama. Sementara kita butuh payung hukum yang kuat. Oleh karena itu dilakukan amandemen secara berbarengan (omnibus) yaitu UU P2SK," kata Piter kepada Tirto, Senin (19/12/2022).
Dalam omnibus law tersebut pemerintah mengatur banyak hal. Contohnya OJK mendapat tambahan tugas yakni mengatur dan mengawasi transaksi aset kripto. Tugas ini sebelumnya dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Pengawasan terintegrasi di bawah OJK sangat diperlukan agar penguatan sektor keuangan terjadi secara menyeluruh, tidak hanya mengatur dan mengawasi pada sektor yang sudah berkembang seperti perbankan.
Tugas dan pengawasan OJK kini mencakup kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, keuangan derivatif, bursa karbon, perasuransian, penjaminan, dana pensiun, lembaga pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro dan lembaga jasa keuangan (LJK) lainnya.
Kemudian kegiatan di sektor Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) serta aset keuangan digital dan aset kripto; perilaku pelaku usaha jasa keuangan serta pelaksanaan edukasi dan perlindungan konsumen; dan sektor keuangan secara terintegrasi serta melakukan asesmen dampak sistemik konglomerasi keuangan.
OJK juga memiliki tambahan tugas baru di sektor koperasi, di mana koperasi yang melaksanakan kegiatan di sektor jasa keuangan segala perizinan, pengaturan dan pengawasannya akan dilakukan oleh OJK.
Peran LPS juga akan bertambah seiring disepakatinya UU P2SK. Aturan memandatkan LPS melindungi dana masyarakat tidak hanya yang ditempatkan pada bank, melainkan juga pada perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah.
Dalam melaksanakan program tersebut, LPS berwenang menetapkan dan memungut premi penjaminan dan iuran berkala penjaminan polis, serta menetapkan dan memungut kontribusi pada saat perusahaan asuransi pertama kali menjadi peserta.
“UU P2SK ini sekalian mengatur hal-hal lain yang memang sudah mendesak misal terkait kripto, penjaminan polis dan lain-lain," jelasnya.
Piter menyebut dengan adanya UU P2SK ini, maka pengaturan dan pengawasan sistem keuangan bisa lebih baik. Sehingga akan bermanfaat bagi masyarakat dan pengusaha ketika sistem keuangan ini terjaga sehat dan stabil.
Sistem Keuangan Indonesia Siap Hadapi Risiko Resesi
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudistira menilai, kehadiran UU P2SK ini bisa membuat sistem keuangan di Indonesia lebih siap hadapi risiko resesi. Karena belajar dari 1998, 2008, dan 2020, ancaman krisis terjadi semakin pendek rentangnya.
"UU P2SK ini bisa membuat sistem keuangan di Indonesia lebih siap hadapi risiko resesi," kata Bhima dihubungi terpisah.
Dia menyebut kehadiran UU P2SK akan memperbaiki koordinasi antar pengawas dan regulator keuangan. Di sisi lain, terobosan yang patut diapresiasi berkaitan dengan adanya Lembaga Penjaminan Polis Asuransi.
"Sehingga nasabah tidak khawatir ketika asuransi gagal bayar. Begitu juga pengaturan soal bursa karbon penting untuk memfasilitas potensi karbon yang besar di Indonesia," jelasnya.
Walaupun demikian, Bhima juga memberikan catatan soal UU P2SK lebih ke masalah implementasi di tingkat OJK. Terlebih dalam hal ini wewenang OJK luas sekali yakni pengawasan pasar karbon, koperasi, bulion bank (bank emas), hingga aset kripto.
“Makin kompleks pengawasan makin rumit infrastruktur dan SDM yang dibutuhkan OJK," ujarnya.
Di samping itu, soal burden sharing pun menuai polemik. Menurutnya BI bisa jadi kurang independen ketika melakukan burden sharing atau pembelian SBN di pasar perdana karena seolah kendali ada di tangah eksekutif. Selain itu, burden sharing punya risiko terhadap kenaikan inflasi karena menambah jumlah uang beredar.
"BI perlu waspada dalam UU P2SK seolah independensi BI terjaga dengan pengurus parpol dilarang jadi dewan gubernur, tapi membuka celah di burden sharing," jelasnya.
Dalam aturan UU P2SK, pemerintah memang mengatur menguatkan kewenangan dan tata kelola kelembagaan di sektor keuangan. Baik pejabat BI, OJK, dan Lembaga LPS tetap dijaga independensinya dengan tidak boleh berasal dari partai politik.
Di aturan sebelumnya, pejabat BI, OJK dan LPS diperbolehkan dari partai politik asalkan mundur setelah terpilih. Di aturan baru ini, sebelum dicalonkan mereka sudah harus mengundurkan diri dari partai politik.
Perkuat BPR Syariah
Dari sisi pelaku usaha, kehadiran UU P2SK ini juga dinilai sebagai angin segar dan menguntungkan. Direktur Utama PT Badan Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) Harta Insan Karimah (HIK) Parahyangan, Martadinata mengatakan, UU P2SK yang baru disahkan kian memperkuat BPR Syariah.
Setidaknya ada tiga hal dalam UU P2SK yang memberikan alat-alat baru untuk keberlangsungan industri BPRS, yaitu keleluasaan transaksi BPRS, hak BPRS untuk mendapatkan dana dari publik, dan penempatan modal di lembaga pendukung BPRS.
“Ketiga alat-alat baru BPRS tersebut perlu diperkuat dalam aturan turunannya, yaitu Peraturan Bank Indonesia (BI) dalam hal aktivitas transfer dana dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk ketiga alat-alat baru tersebut. Ini tentu akan memberi akselerasi baru bagi pertumbuhan BPRS ke depan,” kata Martadinata dikutip Antara.
Sebelumnya BPRS tidak diperkenankan bekerja sama dengan perusahaan switching dan perusahaan pelaksana jasa pembayaran lainnya untuk memfasilitasi aktivitas transfer dana. BPRS hanya boleh bekerja sama dengan bank umum, Bank Umum Syariah (BUS), atau Unit Usaha Syariah (UUS).
Martadinata mengungkapkan dalam UU P2SK, lalu-lintas pembayaran dalam dunia keuangan oleh BPRS menjadi lebih longgar. Penjabaran pada pasal operasional BPRS ditambahkan agar BPRS dapat melakukan aktivitas transfer dana.
Pada ketentuan ini sudah tidak ada monopoli BUS atau UUS sebagai mediatornya. BPRS dapat memilih perusahaan jasa pembayaran lainnya yang membantu aktifitas transfer dana tersebut.
Sementara itu, hak BPRS untuk mendapat modal dari publik dengan mekanisme pasar modal dalam UU P2SK telah sejalan dengan tuntutan salah satu BPRS dalam uji materi UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kendati tidak dikabulkan MK, akhirnya tuntutan ini dikabulkan oleh DPR dalam UU P2SK.
Selain itu, lanjut dia, dalam UU P2SK, BPRS juga diperbolehkan menempatkan modal di lembaga pendukung BPRS. Hal ini dalam penjelasan UU dinyatakan bahwa penempatan modal oleh BPRS diperbolehkan di lembaga yang mengatasi likuiditas dan lembaga yang mendorong pengembangan teknologi serta lembaga sertifikasi.
“Kemampuan BPRS mengelola dana masyarakat terkecil sekalipun dapat dilakukan sebagaimana jaringan BPRS yang telah menyebar ke pelosok Nusantara. Kemampuan BPRS yang tetap tumbuh dan bertahan dalam melewati berbagai masa krisis, mulai dari krisis 1998, 2002, 2008, dan pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa industri ini cukup kuat," ucap dia.
Menurutnya, UU P2SK akan memberi pintu akses modal bagi BPRS yang asetnya sudah hampir Rp20 triliun. Satu persatu BPRS yang tumbang dapat diselamatkan dengan suntikan modal yang kuat dari publik.
Kemampuan BPRS untuk berkembang di dunia digital juga terakomodir dalam UU P2SK, di mana BPRS dapat menempatkan modal pada lembaga penunjang yang mengembangkan teknologi bagi pertumbuhan BPRS sendiri.
Ke depan, Martadinata menilai, kondisi BPRS akan terus tumbuh dari 167 BPRS yang ada di seluruh pelosok Nusantara. Keleluasaan transaksi akan membuat BPRS mampu mengoptimalkan transaksi keuangan di seluruh penjuru Indonesia.
"Ini menjadi peluang bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan instrumen transaksi keuangan dan investasi. Literasi keuangan pun akan berkembang sampai pelosok negeri," ungkap Martadinata.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz