Menuju konten utama

Ombudsman Temukan 3 Malaadministrasi Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan

BPJS Ketenagakerjaan dinilai terbukti melakukan tindakan tidak kompeten, penyimpangan prosedur, dan penundaan berlarut dalam pelayanannya.

Ombudsman Temukan 3 Malaadministrasi Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan
Kantor BP JAMSOSTEK. (FOTO/Humas BPJS Ketenagakerjaan)

tirto.id - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan tiga bentuk malaadministrasi dalam pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

“Berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, BPJS Ketenagakerjaan terbukti malaadministrasi berupa tindakan tidak kompeten, penyimpangan prosedur, dan penundaan berlarut dalam pelaksanaan pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial,” kata Anggota ORI, Hery Susanto dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Kamis (7/7/2022).

Hery menyebutkan bentuk malaadministrasi tidak kompeten yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan di antaranya pelaksanaan akuisisi kepesertaan Penerima Upah (PU) dan Bukan Penerima Upah (BPU) tidak berjalan optimal. BPJS Ketenagakerjaan juga tidak optimal dalam mengawal pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

“Dengan jumlah pengawas ketenagakerjaan di lingkup Kemnaker [Kementerian Ketenagakerjaan] RI sangat terbatas dan hanya di level provinsi, berdampak lemahnya pengawasan dan penanganan pengaduan masyarakat,” kata dia.

Hal itu mengakibatkan rendahnya kepatuhan perusahaan dalam mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Menurut Hery, persoalan tersebut harus diselesaikan dengan perbaikan regulasi terkait.

“Selain itu, harus ada perbaikan kualitas SDM [sumber daya manusia] BPJS Ketenagakerjaan dalam hal rekrutmen peserta dan pelayanan kepesertaan,” tambah dia.

Kemudian, bentuk penyimpangan prosedur yang ditemukan ORI di antaranya pencairan klaim secara kolektif melalui human resource development (HRD) perusahaan. Lalu ada perbedaan penetapan usia pensiun antara perusahaan dan BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, penyelarasan regulasi untuk optimalisasi akuisisi kepesertaan dan pelayanan klaim manfaat belum dilaksakan.

“Terkait klaim secara kolektif ini dapat menimbulkan celah yang dapat dimanfaatkan oknum. Padahal hubungan kepesertaan adalah antara kedua belah pihak yaitu antara pihak BPJS Ketenagakerjaan dengan peserta, maka proses klaim seharusnya dilakukan oleh kedua belah pihak,” kata Hery.

Sedangkan bentuk malaadministrasi penundaan berlarut yang ditemukan ORI adalah pelayanan pencairan klaim manfaat yang masih terjadi hambatan. Hery menuturkan pengawasan dan pengendalian penjaminan sosial oleh pihak Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Ketenagakerjaan tidak berjalan optimal.

“Bahwa terjadinya persoalan pencairan klaim manfaat hendaknya menjadi perhatian untuk dibuatkan saran alternatif dan perbaikan pelayanan kepada BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Hery.

Baca juga artikel terkait BPJS KETENAGAKERJAAN atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Gilang Ramadhan