Menuju konten utama

Norwegia Lepas Saham Israel, Investasi Jadi Alat Diplomasi

Pengamat melihat bahwa keputusan bisnis dengan alasan kemanusiaan akan menjadi tren dan kelaziman di masa depan, termasuk terkait Israel.

Norwegia Lepas Saham Israel, Investasi Jadi Alat Diplomasi
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Free Palestina Network (FPN) mengenakan panci di kepalanya dalam aksi bela Palestina di depan Kedutaan Besar Mesir, Jakarta, Sabtu (2/8/2025). ANTARA FOTO/Fauzan/nym.

tirto.id - Sebuah keputusan mengejutkan dalam bidang bisnis baru-baru ini dilakukan oleh Norges Bank Investment Management (NBIM), lembaga pengelola dana kekayaan negara dan divisi manajemen aset dari bank sentral Norwegia. NBIM memutuskan untuk melepas sebagian besar saham yang sebelumnya ditempatkan di perusahaan-perusahaan milik Israel, seperti yang mereka informasikan di rilis resmi mereka bertanggal 11 Agustus 2025.

Keputusan itu bukan tanpa sebab, NBIM mencabut saham mereka sebagai respon atas perlakuan Israel selama ini ke Palestina, khususnya genosida yang terjadi Gaza.

"Langkah-langkah ini diambil sebagai tanggapan atas keadaan luar biasa. Situasi di Gaza adalah krisis kemanusiaan yang serius. Kami berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang beroperasi di negara yang sedang berperang, dan kondisi di Tepi Barat dan Gaza baru-baru ini memburuk. Sebagai tanggapan, kami akan lebih memperkuat uji tuntas kami. Langkah-langkah yang kami ambil akan menyederhanakan pengelolaan investasi kami di pasar ini dan mengurangi jumlah perusahaan yang kami dan Dewan Etika awasi," kata Nicolai Tangen, CEO Norges Bank Investment Management, pada rilis tersebut.

Dikabarkan sehari sebelumnya, pengelola aset sebesar 2 triliun dolar AS—sekitar Rp32,4 kuadriliun (kurs Rp16.203 per dolar AS)—tersebut juga mengumumkan telah memutus kontrak dengan manajer aset eksternal yang menangani investasinya di Israel.

NBIM, yang merupakan bagian dari bank sentral Norwegia, tercatat memiliki saham di 61 perusahaan Israel per 30 Juni, melansir CNN. Namun, dalam beberapa hari terakhir, NBIM melepas kepemilikannya di 11 perusahaan, salah satunya BSEL, tanpa menyebutkan nama perusahaan lainnya.

Peninjauan dimulai pekan lalu setelah muncul laporan media bahwa NBIM memiliki saham lebih dari 2 persen di sebuah perusahaan mesin jet Israel yang menyediakan layanan bagi militer Israel, termasuk perawatan jet tempur.

Pada Selasa (12/8/2025), dana itu mengumumkan bahwa kepemilikan saham di perusahaan tersebut, Bet Shemesh Engines Ltd (BSEL) BSEN.TA, kini telah dijual.

NBIM kini meninjau lebih jauh 50 perusahaan Israel lainnya dalam portofolio mereka dan akan melaporkan hasilnya kepada Kementerian Keuangan Norwegia paling lambat 20 Agustus 2025.

Aksi bela Palestina di Aceh

Massa dari berbagai elemen masyarakat membawa poster, spanduk dan bendera saat menggelar aksi long march bela Palestina di kawasan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Aceh, Minggu (22/6/2025). ANTARA FOTO/Ampelsa/nz.

Teranyar, dilansir dari Reuters, dana kekayaan negara (sovereign wealth fund, SWF) Norwegia akan mengecualikan enam perusahaan Israel lainnya yang memiliki keterkaitan dengan Tepi Barat dan Gaza dari portofolionya setelah melalui peninjauan etika, sebagaimana diumumkan pada Senin (18/8/2025).

SWF Norwegia tidak menyebutkan nama perusahaan yang akan dikecualikan, namun menyatakan bahwa daftar tersebut beserta alasan spesifiknya akan dipublikasikan setelah proses divestasi selesai.

Salah satu kemungkinan adalah lima bank terbesar Israel, yang saat ini tengah ditinjau oleh pengawas etika dana tersebut.

Per 14 Agustus, operator dana yakni Norges Bank Investment Management mencatat investasi senilai 19 miliar kron (setara 1,86 miliar dolar AS) di 38 perusahaan yang terdaftar di Israel, berkurang 23 perusahaan dibandingkan dengan posisi per 30 Juni.

NBIM Cabut Investasi Karena Kemanusiaan: Pelajaran Untuk Danantara

Tindakan NBIM yang berani menarik saham mereka dari perusahaan-perusahaan Israel menuai decak kagum dari para pengamat ekonomi Indonesia. Direktur & Founder CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira, mengungkapkan bahwa NBIM sengaja didesain menjadi perusahaan publik yang terbuka atas saran, kritik dan masukan.

"Prosesnya memang agak lama pembuatannya, tapi partisipasi publiknya, akademisi yang diajak untuk merumuskan strategi investasi, pengelolaan investasi semuanya transparan. Bahkan publik bisa melihat portofolio dari investasi SWF-nya setiap satu kuartal sekali," kata Bhima saat dihubungi Tirto, Senin (18/8/2025).

Dia membandingkan antara SWF Norwegia dengan milik Indonesia yaitu Danantara. Menurutnya, Danantara ataupun INA SWF tidak memiliki sisi transparan dalam menjalankan proyek pendanaan, sehingga masyarakat tidak bisa mengakses informasi mengenai perputaran uang di dalamnya.

Town Hall Danantara Indonesia

Presiden Prabowo Subianto (tengah) didampingi Menteri BUMN Erick Thohir (ketiga kanan), Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) Rosan Roeslani (kiri), Chief Investment Officer (CIO) Pandu Patria Sjahrir (kedua kanan), dan Chief Operating Officer (COO) Dony Oskaria (kanan) menghadiri Town Hall Danantara Indonesia di Jakarta, Senin (28/4/2025). Acara tersebut digelar dalam rangka penyampaian arah strategis BPI Danantara Indonesia serta memperkuat kolaborasi dengan para pemangku kepentingan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/tom.

"Sekarang kalau lihat website-nya SWF di Indonesia, Danantara maupun INA SWF, informasi detail proyek yang didanai pembiayaannya itu tidak dilakukan secara transparan. Sekarang sudah berjalan beberapa bulan, dan kita juga belum melihat laporan keuangan di kuartal 1 2025 atau di kuartal kedua 2025, seharusnya Danantara bisa mempublikasikannya ke publik," jelasnya.

Saat ini, Celios membentuk sebuah website pengawas Danantara yang diberi nama danantramonitor.org. Dia berharap Danantara mau lebih terbuka dan transparan perihal kerja mereka terutama berkaitan dengan pembiayaan proyek-proyek yang bernilai fantastis sebagai tanggung jawab etik kepada publik.

"Kalau ada pengawasan publik yang lebih bagus, itu akan memberikan tekanan kepada Danantara agar hati-hati dalam memilih proyek yang lebih selektif," kata Bhima.

Pakar ekonomi dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, mengungkapkan bahwa Indonesia dapat belajar dari Norwegia bahwa SWF dapat dijadikan sebagai daya tawar kebijakan saat berdiplomasi. Syafruddin menilai, Norwegia dapat meletakkan nilai kemanusiaan dan moral di atas kepentingan bisnis.

"Norwegia telah memberi pelajaran berharga. Dengan menggunakan SWF sebagai instrumen diplomasi, mereka berhasil mengirim pesan moral yang bergema hingga ke pasar global. Nilai kemanusiaan tidak lagi diletakkan di belakang profit, melainkan berdiri sejajar," kata Syafruddin saat dihubungi, Senin.

Menurutnya, Indonesia seharusnya mawas diri dengan apa yang dilakukan oleh Norwegia. Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia seharusnya bisa menegur Israel mengenai kelakuan biadab mereka ke warga Gaza dengan instrumen ekonomi.

Syafruddin menilai aset triliunan dolar yang dikelola SWF di dunia Islam tidak boleh berhenti pada keuntungan finansial.

Aksi bela Palestina di Banda Aceh

Warga mengarak bendera Palestina dan Indonesia pada aksi solidaritas bela Palestina yang diselenggarakan organisasi kemasyarakatan dan Pemerintah Kota Banda Aceh di Banda Aceh, Aceh, Minggu (27/7/2025). ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/nz.

"Saat Norwegia mampu menggunakan kekuatan investasinya untuk menegur Israel, negara-negara Muslim seharusnya bisa lebih lantang. Inilah waktunya menjadikan SWF bukan sekadar tabungan, tetapi senjata diplomasi yang berlandaskan keadilan," tegasnya.

Direktur Eksekutif DECS House (Development & Economic Studies House), Mangasa Augustinus Sipahutar, menilai keputusan Norwegia untuk menarik saham dari perusahaan Israel akan menjadi tren dunia. Mangasa melihat bahwa keputusan bisnis dengan alasan kemanusiaan akan menjadi tren dan kelaziman di masa depan, termasuk soal kebijakan Israel yang terus merundung Gaza dengan serangan rudal dan militer.

"Mereka menilai bahwa kondisi politik dewasa ini akan sangat mempengaruhi eksistensi bisnis perusahaan-perusahaan tersebut. Hal ini akan menjadi risiko yang harus dimitigasi. Agar dana yang mereka tempatkan dalam bentuk saham tersebut tidak terdepresiasi, maka lebih baik mengatasi risiko tersebut dengan melepas saham-saham yang mereka miliki," ungakpnya.

Co-Founder and Advisor, Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Wijayanto Samirin, berpendapat hal yang sama. Tren penarikan investasi dari perusahaan Israel akan merebak dan menjalar di seluruh SWF dunia.

Terlebih, saat ini, negara-negara Barat, atau yang memiliki afiliasi dengan Amerika Serikat, kian terbuka dan mulai mengakui keberadaan Palestina sebagai negara berdaulat.

"Saya yakin keputusannya akan diikuti oleh banyak SWF lainnya; apalagi banyak negara barat mulai terbuka matanya, dan mulai mengakui keberadaan Palestina serta meyakini solusi dua negara sebagai solusi yang paling realistis," kata Wijayanto.

Mengenai Danantara, Wijayanto melihat masih ada harapan agar bisa bertindak serupa dengan NBIM kendati tak mempublikasikannya secara terbuka. Dia meyakini hal tersebut karena pemerintah Indonesia secara tegas menolak segala bentuk hubungan diplomasi dengan Israel.

"Kendatipun tidak mempublikasikannya secara terbuka, saya yakin Danantara juga melakukan, apalagi negara kita sangat tegas menentang Zionisme dan tindakan Pemerintah Israel di Gaza," terangnya.

Baca juga artikel terkait ISRAEL atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - News Plus
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Farida Susanty