tirto.id - Berbagai hoaks ihwal jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 marak muncul di dunia maya. Selain menyebabkan disinformasi, ia juga dianggap tak manusiawi.
Salah satu pelaku penyebar hoaks adalah Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin. Ia mengunggah foto seorang perempuan dengan latar belakang pesawat sedang menukik ke permukaan laut melalui akun Twitter resminya, @AlingabalinNew. Dalam unggahan itu dia menuliskan ucapan belasungkawa.
Ngabalin, yang pernah mendesak pemerintah menertibkan akun media sosial yang menyebarkan berita palsu, sadar bahwa foto itu keliru. Ia mengaku tidak berniat menyebarkan hoaks, lalu langsung menghapus cuitannya dan membuat unggahan baru. "Maafkan saya," kata Ngabalin, Senin (11/1/2021).
Pengamat komunikasi dan politik dari Universitas Airlangga Surabaya Suko Widodo meminta Ngabalin, yang berstatus pejabat publik, lebih berhati-hati dalam menyampaikan sesuatu di media sosial. "Tidak perlu menyebarkan informasi yang tidak benar, apalagi bukan bidangnya. Karena setiap pernyataan pejabat publik berimplikasi terhadap hukum," kata dia kepada reporter Tirto, Selasa (12/1/2021).
Polisi memang sempat mengingatkan bahwa para penyebar hoaks, termasuk dalam konteks jatuhnya pesawat Sriwijaya, bisa disanksi pidana baik KUHP atau UU ITE.
"Harusnya aparat memproses secara adil dengan UU ITE meski dia pejabat, meski saya sangat pesimis dengan Polri saat ini," kata dosen komunikasi politik dari Universitas Brawijaya Anang Sudjoko kepada reporter Tirto.
Anang mengatakan Ngabalin adalah contoh kecil betapa elite politik pun tidak paham tentang literasi media. Segala sesuatu harus dicek dulu kebenarannya, tidak asal sebar, apalagi konteksnya tragedi seperti ini. Atas dasar itu dia meminta Ngabalin tak hanya meminta maaf, tetapi segera mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban ke publik.
Deretan Hoaks Lain
Terdapat sejumlah hoaks lain yang beredar di media sosial seputar jatuhnya Sriwijaya Air. Salah satunya video berdurasi 2 menit 54 detik yang diunggah oleh channel Youtube Liarno Piter pada 9 Januari 2021. Judulnya "Detik-detik pesawat Sriwijaya jatuh terekam oleh nelayan." Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melalui laman resminya menyatakan unggahan tersebut merupakan disinformasi.
Video tersebut merupakan rekaman jatuhnya Ethiopian Airlines 961 yang dibajak pada 23 November 1996 saat dalam penerbangan dari Addis Ababa ke Nairobi oleh tiga warga Etiopia yang mencari suaka di Australia.
Kemudian sebuah gambar tangkapan layar di Facebook yang narasinya berbunyi: "Basarnas, SAR, dan tim gabungan Angkatan Laut berhasil mengevakuasi bayi salah satu korban dari Sriwijaya Air SJ-182. Atas kuasa Allah swt masih selamat dan terombang ambing selama 24 [jam] di lautan." Hasil penelusuran Kemkominfo menemukan video itu "merupakan evakuasi korban selamat dari tenggelamnya kapal KM Lestari Maju" yang terjadi tahun 2018 lalu.
Beredar juga video yang menampilkan penemuan bangkai pesawat di laut yang diklaim Sriwijaya Air SJ-182, diunggah oleh akun Youtube bernama Alifa Hibatilah. Di dalam video tersebut terdengar percakapan sejumlah orang yang menyebut ada potongan kulit dan daging manusia berserakan di lokasi jatuhnya pesawat. "Faktanya, video yang beredar tersebut merupakan peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di Karawang 2018 silam," tulis Kemkominfo.
Anang Sudjoko menilai banyaknya hoaks karena rendahnya literasi media dicampur ada yang ingin terlihat peduli dan paling melek terhadap informasi tanpa menyaringnya terlebih dulu. "Literasi media belum dibangun secara sistematis di pendidikan kita, pendidikan literasi media sifatnya masih sporadis," katanya.
Sementara Suko Widodo menilai apa pun motivasinya, informasi-informasi seperti itu sangat tidak manusiawi dan melukai keluarga yang ditinggalkan. "Keluarga korban yang masih berharap menjadi sedih dan marah akibat informasi hoaks tersebut. Mereka benar-benar tidak punya perasaan terhadap rasa sedih orang lain, membuat nilai-nilai kemanusiaan hilang," ucapnya.
Selain itu, dampak dari informasi hoaks lain adalah tumbuhnya rasa takut untuk naik pesawat.
Oleh karena itu Suko menganjurkan siapa pun untuk mengecek terlebih dulu apabila mendapatkan informasi yang belum tentu kebenarannya. Klasik memang, tapi itu memang salah satu cara ampuh memberantas hoaks. "Cari tahu kebenarannya, baru berkomentar. Jadi jangan mudah menerima kecuali dari lembaga resmi pemerintah dan media mainstream," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino