Menuju konten utama

Nasionalisme Sejati Pemain Naturalisasi

Tidak mudah memutuskan berpindah kewarganegaraan dan menjadi bagian dari bangsa asing. Namun, bagi para pemain naturalisasi ini, Indonesia sudah seperti tanah tumpah darah sendiri. Nasionalisme mereka bukan basa-basi yang hanya muncul sesekali, melainkan telah mewujud sebagai cinta sejati.

Nasionalisme Sejati Pemain Naturalisasi
Pesepakbola Naturalisasi timnas Indonesia Christian Gonzales (kanan) bersama Firman Utina (kiri) merayakan gol pertama saat melawan Philipina. ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo

tirto.id - Sejak perhelatan AFF Cup 2010, Timnas Indonesia semakin berwarna dengan hadirnya beberapa pemain naturalisasi. Cristian Gonzales mengawali gerbong para pesepakbola asing yang beralih paspor menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).

Dari situ, muncullah para pemain naturalisasi lainnya, baik yang masih punya darah orang Indonesia, maupun mereka yang benar-benar asing alias tidak punya hubungan sama sekali dengan trah Nusantara.

Naturalisasi sempat menjadi polemik dan memicu perdebatan. Namun, nyatanya cukup banyak pemain naturalisasi yang masih eksis hingga saat ini.Tidak sedikit pemain asing lainnya yang juga ingin berpindah kewarganegaraan karena sudah terlanjur cinta dengan negeri ini.

Ini bukan hanya persoalan sepakbola atau keinginan kaum diaspora itu untuk membela Timnas Indonesia karena mereka tidak punya kesempatan tersebut di tim nasional negaranya sendiri.

Ini adalah urusan mencintai belahan bumi yang kini dipijaknya, lengkap dengan dinamika dan efek sampingnya. Ini tentang nasionalisme orang-orang asing yang sebenarnya tidak kalah sejati dengan rasa cinta tanah air yang dimiliki oleh pribumi.

Naturalisasi: Tak Sekadar Berdarah Pribumi

Secara umum, pemain naturalisasi bisa digolongkan menjadi dua kelompok besar. Pertama, mereka yang masih memiliki darah Indonesia meskipun lahir di mancanegara. Kedua adalah mereka yang tidak berkaitan dengan Indonesia secara keturunan tapi berkeinginan dan telah memenuhi syarat untuk menjadi WNI.

Kelompok pertama yang masih beredar di persepakbolaan tanah air hingga saat ini di antaranya adalah Sergio van Dijk, Raphael Maitimo, Diego Michiels, serta Kim Jeffrey Kurniawan. Selain Kim yang berdarah Indonesia meskipun lahir di Jerman, tiga lainnya adalah kelahiran Belanda yang masih punya garis darah Maluku.

Selain itu, masih ada Jhon van Beukering, Stefano Lilipaly , Tonnie Cusell, Joey Suk, dan Ruben Wuarbanaran, yang juga berdarah Maluku. Hanya saja, saat ini mereka sudah kembali ke Belanda setelah sempat merumput sejenak di tanah air.

Sementara untuk kelompok kedua atau mereka yang jadi WNI tanpa modal warisan darah Indonesia antara lain: Cristian Gonzales (kelahiran Uruguay), Greg Nwokolo (Nigeria), Victor Igbonefo (Nigeria), serta Bio Paulin (Kamerun).

Masih ada beberapa ekspatriat bola lainnya yang juga berkeinginan dinaturalisasi kendati belum terwujud karena prosesnya yang memang berbelit, yaitu Ilija Spasojevic (Montenegro), Esteban Vizcarra (Argentina), juga Shohei Matsunaga (Jepang).

Ada satu golongan lagi yang sering dikira termasuk naturalisasi, tapi bukan. Mereka adalah pemain blasteran atau berdarah campuran yang sejak awal memilih jadi WNI, contohnya Irfan Bachdim. Ia dilahirkan di Amsterdam dari wanita Belanda bernama Hester van Dijk, sementara sang ayah, Noval Bachdim, adalah asli Malang.

Untuk menjadi WNI memang harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: telah berusia 21 tahun dan lahir atau bertempat tinggal di Indonesia yang paling akhir minimal 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.

Selain itu, jika ia seorang laki-laki yang sudah menikah, maka perlu mendapat persetujuan dari istrinya, bisa berbahasa Indonesia, sehat jasmani dan rohani., mempunyai mata pencaharian tetap, serta tidak memiliki kewarganegaraan lain.

Bukan Nasionalisme Musiman

Beralih kewarganegaraan tentunya bukan keputusan gampang. Banyak aspek kehidupan yang dipertaruhkan. Bio Paulin, bek Persipura Jayapura, bahkan harus pulang ke Kamerun untuk meminta izin kepada keluarga besarnya sebelum dinaturalisasi.

“Terima kasih untuk kepercayaan bangsa dan negara kepada saya. Saya mau buat sesuatu untuk Indonesia melalui kerja saya sebagai pemain sepakbola," ucap Bio Paulin setelah resmi jadi WNI pada Maret 2015 seperti diberitakan Antara.

Jika orang Indonesia yang pindah negara, bukan tidak mungkin kecaman sebagai pengkhianat akan tersemat. Tapi, para orang asing ini justru dengan penuh kesadaran melepaskan kewarganegaraan asalnya untuk menjadi bagian dari bangsa Indonesia.

Tidak berlebihan jika para pemain naturalisasi, terutama mereka yang benar-benar asing dan tidak punya riwayat keturunan Indonesia, itu disebut memiliki rasa nasionalisme yang sejati dan benar-benar tulus.

Mereka tidak hanya bicara kebangsaan ketika perayaan hari besar nasional atau saat memanasnya hubungan Indonesia dengan negara lain. Nasionalisme mereka telah melebur dalam jiwa dan raga setelah resmi menjadi WNI dan melepaskan kebangsaan asalnya dengan sadar dan ikhlas.

Mereka bahkan bukan pesepakbola yang tidak “terpakai” di negara asalnya dan hanya mengincar tempat di Timnas Indonesia. Cristian Gonzales, misalnya, pernah memperkuat tim nasional Uruguay U-20 pada kurun waktu 1994-1996 sebelum hijrah ke Indonesia sejak 2003.

Begitu pula dengan Ilija Spasojevic alias Spaso yang masih berproses jadi WNI. Ia punya daftar panjang di tim nasional junior negara kelahirannya di kawasan Eropa Timur yang dulu kerap bergejolak.

Pada 2002-2004, Spaso adalah pemain tim nasional Yugoslavia U-17 dengan mengemas 11 caps dan 6 gol. Dua tahun berikutnya, ia naik kelas ke Yugoslavia U-19 dan mengoleksi 4 gol dari 14 laga resmi.

Ketika Yugoslavia pecah karena perang saudara, Spaso memperkuat Serbia-Montenegro U-21 dengan koleksi 7 caps dan 3 gol sekurun 2006-2007. Saat Montenegro menjadi negara sendiri pun Spaso tetap dipercaya membela tim nasional U-21 dengan torehan 1 gol dalam 4 penampilan.

Sejak 2011, Spaso merantau ke Indonesia dan akhirnya menikahi perempuan Bugis semasa memperkuat PSM Makassar hingga 2013. Spaso sangat ingin menjadi WNI secara resmi. Bukan sekadar berhasrat memperkuat tim Merah-Putih, Spaso sudah kadung cinta Indonesia.

“Lebih dari itu (memperkuat Timnas Indonesia). Istri saya orang Bugis dan anak kami lahir di sini. Saya cukup belajar kultur kehidupan masyarakat Indonesia. Saya sudah terlanjur cinta negeri ini,” tandas Spaso seperti dikutip dari Indosoccer.id.

Spaso bahkan ingin anaknya kelak menjadi pemain Timnas Indonesia. "Anak saya tentu akan memilih sendiri dalam hidupnya. Tapi saya ingin ia jadi pesepakbola. Saya berharap, suatu hari ia bisa bermain dan berjuang untuk Indonesia," ucapnya kepada Liputan6.com.

Ketika nasionalisme sebagian pribumi terkadang dipertanyakan, kaum ekspatriat seperti Ilija Spasojevic dan pesepakbola asing lainnya justru berupaya agar bisa menjadi WNI. Rasa kebangsaan mereka bukan hasrat yang berlaku musiman, melainkan rasa nasionalisme yang barangkali benar-benar sejati.

Baca juga artikel terkait NATURALISASI atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti