tirto.id - Apa hukum berhubungan suami-istri di bulan Ramadhan pada pagi hari setelah subuh? Apakah puasa suami-istri tersebut batal atau tidak? Jika batal, apakah mereka hanya cukup membayar dengan puasa qadha (puasa ganti) atau ada denda yang lebih berat?
Puasa atau shiyam dalam bahasa Arab, secara etimologi (bahasa) berarti 'menahan'. Sementara itu, secara terminologi (istilah), puasa dimaknai sebagai menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, dengan niat tertentu, mulai dari terbitnya fajar shadiq sampai tenggelamnya matahari.
Terdapat 8 hal yang dapat membatalkan puasa. Pertama, masuknya sesuatu ke dalam tubuh secara sengaja melalui lubang yang berpangkal pada organ dalam (jauf), misalnya melalui mulut, hidung, atau telinga. Berikutnya, muntah dengan sengaja.
Hal yang juga membatalkan puasa dalah melakukan hubungan suami istri di siang hari pada saat puasa secara sengaja. Berkaitan dengan hal itu, keluar air mani (sperma) karena bersentuhan kulit juga membuat puasa batal. Ini berbeda hukumnya dengan keluar mani karena mimpi basah.
Selanjutnya, yang termasuk pembatal puasa adalah hadi atau nifas pada siang hari, mengalami gangguan jiwa atau gila pada saat berpuasa, dan murtad (keluar dari Islam).
Bolehkah Berhubungan Intim saat Bulan Puasa?
Puasa hanya dilakukan pada siang hari sejak terbitnya fajar shadiq hingga terbenamnya matahari, atau sejak azan subuh berkumandang hingga azan maghrib. Artinya, puasa akan batal jika seseorang melakukan sesuatu yang membatalkan dalam rentang waktu tersebut.
Jika pasangan suami istri berhubungan intim pada malam hari hingga menjelang waktu subuh, hal tersebut tidak berpengaruh apa pun pada puasa mereka. Hal ini tercantum dalam firman Allah di Surah Al-Baqarah:187.
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
Artinya, "Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa."
Ayat di atas dengan jelas menerangkan batas waktu suami-istri bisa berhubungan intim yang berkaitan dengan ibadah puasa. Allah mengetahui bahwa kebutuhan biologis manusia butuh disalurkan. Ketika bulan Ramadhan tiba, dengan waktu berpuasa selama 29 atau 30 hari, berhubungan intim tetap dapat dilakukan pada malam hari, tanpa merusak puasa.
Hukum Berhubungan Badan saat Puasa Ramadhan Siang Hari
Bagaimana jika pasangan suami-istri melakukan hubungan badan pada siang hari ketika mereka menjalankan puasa Ramadhan? Hal ini membuat puasa batal.
Dalam Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab, Imam Nawawi menyebutkan, puasa dianggap selesai dan sempurna dengan terbenamnya matahari. Hal ini merujuk pada hadits riwayat Umar, bahwa Nabi saw bersabda, "Jika waktu malam telah datang dari sini, waktu siang telah berlalu dari sini, dan matahari telah terbenam dari sini, maka orang yang puasa boleh berbuka."
Suami yang berhubungan intim dengan istri pada saat siang hari puasa Ramadhan, tidak hanya batal puasanya. Tetapi juga harus membayar denda (kafarat). Denda tersebut berupa berpuasa selama 2 bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, memberi makan terhadap sejumlah 60 orang fakir miskin.
Dalam video "Hubungan Suami Istri Siang Hari Saat Ramadan, Siapa Bayar Kafarat?" (Youtube), Buya Yahya menerangkan bahwa yang terkena hukum kafarat ini, menurut mazhab Syafi'i, adalah suami, sedangkan istri tidak.
Selain membayar denda tersebut, orang yang melakukan hubungan suami-istri juga mesti membayar puasa yang batal tadi pada hari lain di luar Ramadhan. Hal ini berlaku untuk sang suami dan istri.
Denda puasa 2 bulan berturut-turut ini bermakna, seorang suami yang melakukan hubungan suami-istri saat puasa, mesti berpuasa 60 hari tanpa putus. Jika putus sehari, maka diulang kembali dari awal, kecuali ia pada hari tersebut terkena udzur syar'i.
Jika seseorang tidak mampu puasa 60 hari berturut-turut, maka ia mesti memberi makan terhadap 60 orang fakir. Kadarnya 1 mud atau sekitar 0,7 ons untuk setiap orang.
Denda terhadap suami-istri yang berhubungan badan saat puasa ini berlaku untuk 1 hari. Jika kemudian pada hari berikutnya mereka melakukan hal yang sama, maka dendanya bertambah sesuai ketentuan di atas.
Yang perlu dititikberatkan, melakukan hubungan suami-istri siang hari saat berpuasa Ramadhan adalah pelanggaran berat. Pasalnya, orang ini berarti tidak menghormati bulan Ramadhan yang suci, tetapi justru mengotorinya dengan perbuatan yang sudah pasti dilarang.
Hukum Berhubungan Suami Istri Bulan Ramadhan Setelah Subuh
Bagaimana hukum berhubungan suami istri di bulan Ramadhan pada pagi hari setelah subuh? Karena waktu subuh adalah batas awal puasa, maka hukumnya puasa tersebut tidak sah. Ia tetap harus melakukan puasa qadha, diikuti dengan hukuman puasa 2 bulan berturut-turut, atau jika tidak mampu, memberi makan untuk 60 orang fakir.
Dalam konteks lain, jika pasangan suami-istri masih berhubungan badan saat imsak, menjelang subuh, dan menyelesaikannya sebelum subuh, puasanya sah. Pasalnya, mereka berdua sudah tidak dalam kadaan berhubungan saat subuh tiba.
Meskipun suami-istri tersebut dalam keadaan junub ketika subuh datang, hal tersebut bukan masalah. Keadaan junub tidak membatalkan puasa. Hanya saja, suami-istri tersebut perlu mandi wajib sebelum menjalankan ibadah shalat subuh.
Diriwayatkan Aisyah, Nabi saw. memasuki fajar pada bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena
mimpi lalu beliau mandi dan berpuasa. (H.R. Al Bukhari dan Muslim)
Editor: Iswara N Raditya