tirto.id - Tata cara berhubungan intim menurut Islam mencakup adab (tata krama) suami-istri saat sebelum, ketika melakukan, hingga sesudah jimak (aktivitas seksual). Adab berhubungan intim dalam Islam ini didasari dalil ayat Al-Quran, hadits (sunnah rasul), dan anjuran dari para ulama.
Contoh adab berhubungan suami-istri menurut Islam adalah memakai wewangian hingga berdoa sebelum melakukan jimak dan memulainya dengan cumbu-rayu. Banyak dari adab itu merupakan sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
Hubungan seksual suami-istri pada dasarnya bukanlah hal yang tabu untuk dibahas dalam Islam, sepanjang tujuannya untuk menjalankan syariat serta diungkapkan secara sopan.
Secara umum, ajaran Islam pun tidak terlalu membatasi waktu maupun tempat hubungan suami-istri berlangsung. Pasangan yang terikat perkawinan sah boleh berjimak sepanjang istri dalam kondisi suci (tidak haid dan nifas), serta tidak dilakukan pada siang hari bulan Ramadan.
Jimak antara suami-istri merupakan jalan halal yang disediakan Allah bagi manusia untuk melampiaskan hasrat biologi insani serta menyambung keturunan bani Adam. Karena itu, Islam pun mengatur adab hubungan intim suami-istri.
Di sisi lain, adab berhubungan intim menurut Islam tidak hanya menyangkut urusan tata krama saat berjimak. Tuntunan adab berjimak juga bertujuan menjaga kesehatan badan dan jiwa, mengangkat derajat kemanusiaan, sekaligus memelihara keharmonisan dalam pernikahan.
Tata Cara Berhubungan Intim dalam Islam
Tata cara berhubungan intim dalam Islam diatur berdasarkan Al-Qur’an dan hadits. Asal muasal hukum berhubungan badan suami-istri yang sah dalam Islam adalah mubah.
Dalam pandangan Islam, hubungan intim suami-istri bahkan bisa bernilai ibadah sehingga mendatangkan pahala. Apalagi jika aktivitas jimak dilaksanakan suami-istri sesuai dengan adab dan sunnah Rasulullah SAW.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Dzar Al-Ghifari, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda sebagai berikut:
“Dan hubungan intim di antara kalian adalah sedekah.' Para sahabat bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimana bisa mendatangi istri dengan syahwat [hubungan intim] bisa bernilai pahala?" Rasulullah SAW menjawab: 'Bagaimana pendapatmu jika ada yang meletakkan syahwat tersebut pada yang haram [berzina] bukankah bernilai dosa? Maka sudah sepantasnya meletakkan syahwat tersebut pada yang halal mendatangkan pahala,” (HR. Muslim).
Dari dalil tersebut, dapat ditarik sebuah benang merah jika Islam menjunjung tinggi adab atau tata krama dalam hubungan badan suami-istri. Lantas, apa saja adab berhubungan intim dalam Islam yang sesuai sunnah Rasul?
Berikut ini adab dalam tata cara berhubungan intim menurut Islam:
- Memilih hari dan waktu yang baik untuk jimak
- Membersihkan badan sebelum jimak
- Memakai wangi-wangian sebelum jimak
- Salat sunah 2 rakaat sebelum jimak
- Berdoa sebelum jimak
- Melakukan jimak di ruangan tertutup
- Memulai jimak dengan bercumbu rayu
- Memberikan rangsangan dengan meraba, melihat, dan mencium daerah sensitif (foreplay)
- Menggunakan selimut sebagai penutup ketika berjimak
- Berdoa setelah jimak.
Sejumlah ulama juga menambahkan tuntunan dalam adab berjimak. Misalnya, Imam Al-Ghazali di kitab berjudul Al-Adab Fid Din, seperti dikutip dari artikel "Adab Jimak Menurut Imam Al-Ghazali" yang dilansir nu.or.id, menuliskan adab jimak berikut ini:
"Adab (etika) berhubungan (suami) dengan istri antara lain mengenakan wangi-wangian, menggunakan kata-kata yang lembut, mengekspresikan kasih-mesra, memberikan kecupan menggelora, menunjukkan sayang senantiasa, membaca bismillah, tidak melihat kemaluan istri karena konon menurunkan daya penglihatan, mengenakan selimut atau kain (saat bercinta), dan tidak menghadap kiblat."
Sunnah Sebelum Berhubungan Suami Istri
Sunnah sebelum berhubungan suami-istri meliputi beberapa adab jimak yang dicontohkan Rasulullah SAW. Berikut ini sejumlah sunnah sebelum berhubungan suami-istri:
1. Memilih hari dan waktu yang baik
Semua hari baik untuk melakukan hubungan suami-istri selagi tidak dalam waktu-waktu yang dilarang berjimak, seperti: siang hari pada bulan Ramadan; ketika ihram; menjelang waktu salat (makruh); dan saat istri menstruasi atau nifas.
Namun, ada juga hari yang dianjurkan sebagai waktu untuk melakukan hubungan suami istri, yakni: Kamis malam setelah salat Isya; dini hari Jumat sebelum salat subuh; dan tengah hari sebelum sholat Jumat (di luar bulan Ramadhan).
Anjuran itu juga punya keselarasan dengan firman Allah SWT di Surah An-Nur ayat 58 yang terjemahannya sebagai berikut:
"Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah hamba sahaya [laki-laki dan perempuan] yang kamu miliki dan orang-orang yang belum balig [dewasa] di antara kamu meminta izin kepada kamu tiga kali, yaitu sebelum salat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian [luar]-mu di tengah hari, dan setelah salat Isya. [Itu adalah] tiga [waktu yang biasanya] aurat [terbuka] bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak [pula] bagi mereka selain dari [tiga waktu] itu. [Mereka] sering keluar masuk menemuimu. Sebagian kamu [memang sering keluar masuk] atas sebagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat kepadamu. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana," (QS. An-Nur [24]: 58).
Ayat di atas menjelaskan ada 3 waktu ketika "aurat" sering terbuka. Oleh sebab itu, Allah SWT melarang hamba sahaya dan anak-anak di bawah umur masuk ke kamar tidur orang dewasa tanpa izin pada ketiga waktu tersebut.
2. Membersihkan badan sebelum hubungan suami-istri
Sebelum berhubungan suami-istri, disunahkan untuk membersihkan badan dengan mandi dan bersikat gigi sehingga memberikan kesegaran saat jimak. Apabila hendak melakukan hubungan jimak untuk kedua kali, juga dianjurkan membersihkan diri terlebih dahulu.
Dalam sebuah hadits, Abu Rofi Ra. berkata sebagai berikut:
“Nabi Saw. pada suatu hari pernah menggilir istri-istri beliau, beliau mandi tiap kali selesai berhubungan bersama ini dan ini. Aku bertanya, 'Ya Rasulullah, bukankah lebih baik engkau cukup sekali mandi saja?' Beliau menjawab, 'Seperti ini lebih suci dan lebih baik serta lebih bersih,” (HR. Abu Daud nomor 219 dan Ahmad 6/8. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
3. Memakai wangi-wangian sebelum berhubungan suami-istri
Disunahkan bagi istri dan suami untuk memakai wangi-wangian sebelum jimak sehingga meningkatkan gairah. Dalam hadis yang diriwayatkan dari Ibrahim bin Muhammad bin al-Muntasyir yang bertanya kepada Aisyah tentang pandangan Ibnu Umar sebagai berikut:
"'Saya tidak suka pakai minyak wangi sampai membekas di baju kemudian saya ihram,” ujar Ibnu Umar memberi saran pada Ibrahim'. Karena merasa bingung atas pernyataan Ibnu Umar, Ibrahim lantas bertanya, 'Bagaimana menurut Anda pernyataan Ibnu Umar, Sayyidatina Aisyah?'
'Apa alasan Ibnu Umar berkata demikian? Padahal saya selalu memakaikan minyak wangi setiap kali Rasulullah SAW hendak menggilir istri-istrinya. Di pagi hari, sisa bau wangi di baju nabi masih tercium dan beliau langsung melakukan ihram,' begitu jawab Aisyah." (HR. Bukhari).
Selain itu, disarankan untuk berpakaian dan berdandan seperti yang disukai suami dan istri sebelum jimak.
4. Salat sunah 2 rakaat
Sebelum berhubungan badan, suami dan istri disunahkan untuk mendirikan salat 2 rakaat sebagaimana hadis berikut:
"Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: "Aku memberi nasihat kepada seorang pria yang hendak menikahi pemudi yang masih gadis, karena ia takut istrinya akan membencinya jika ia mendatanginya, yaitu perintahkanlah (diajak) agar ia melaksanakan salat 2 rakaat di belakangmu dan berdoa: Ya Allah berkahilah aku dan keluargaku dan berkahilah mereka untukku. Ya Allah satukanlah kami sebagaimana telah engkau satukan kami karena kebaikan dan pisahkanlah kami jika Engkau pisahkan untuk satu kebaikan," (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Thabrani dengan sanad sahih).
5. Berdoa sebelum jimak
Suami-istri dianjurkan membaca basmalah, surah al-ikhlas, kemudian dilanjutkan takbir serta tahlil Allahu akbar, Laailaha illallah. Setelah itu, sebelum berhubungan suami-istri, juga disunahkan membaca doa sebelum jimak sebagai berikut:
,بِسْمِ اللهِ العِلِيِّ العَظِيْمِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنْ قَدَّرْتَ أَنْ تَخْرُجَ مِنْ صُلْبِيْ ,اَللَّهُمَّ جَنِّبْنِي الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
Arab Latinnya:
Bismillâhil ‘aliyyil ‘azhîm. Allâhummaj‘alhu dzurriyyatan thayyibah in qaddarta an takhruja min shulbî. Allahumma jannibnisy-syaithân wa jannibisy-syaithân ma razaqtana.
Artinya:
"Dengan nama Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Tuhanku, jadikanlah ia keturunan yang baik bila Kau takdirkan ia keluar dari tulang punggungku. Wahai Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan pada rezeki yang akan Engkau berikan kepada kami (anak)".
Adab Berhubungan Intim Menurut Islam
Adab berhubungan intim dalam Islam bisa menambah keutamaan nilai ibadah di dalam aktivitas jimak suami-istri. Selain mengandung nilai sunnah, adab ini dapat memberikan keberkahan kepada suami-istri, terutama dalam membentuk keluarga sakinah mawadah warahmah.
Berikut ini adab berhubungan intim dalam Islam:
1. Melakukan jimak di ruangan tertutup
Melakukan jimak dianjurkan di tempat yang tertutup sehingga tidak dilihat orang lain. Hal tersebut dilakukan demi menjaga keamanan dan kehormatan, serta dapat meningkatkan suasana intim.
2. Memulai jimak dengan bercumbu rayu
Disunnahkan memulai jimak dengan ungkapan kasih sayang seperti ucapan romantis, ciuman, hingga cumbu-rayu. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw. sebagai berikut:
“'Siapa pun di antara kamu, janganlah menyamakan istrinya seperti seekor hewan bersenggama, tapi hendaklah ia dahului dengan perantaraan'. Selanjutnya, ada yang bertanya: 'Apakah perantaraan itu?' Rasul Allâh SAW bersabda, 'yaitu ciuman dan ucapan-ucapan romantis',” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis lain juga dijelaskan, bahwa Rasulullah pernah bersabda sebagai berikut:
“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu,” (HR. At-Tirmidzi).
3. Memberikan rangsangan dengan meraba, melihat, dan mencium area sensitif
Memberikan rangsangan dengan meraba, melihat, dan mencium area sensitif pasangan, termasuk adab memulai jimak yang dianjurkan dalam Islam.
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 223 sebagai berikut:
"Istrimu adalah ladang bagimu. Maka, datangilah ladangmu itu [bercampurlah dengan benar dan wajar] kapan dan bagaimana yang kamu sukai. Utamakanlah [hal yang terbaik] untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu [kelak] akan menghadap kepada-Nya. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin,"(QS. Al-Baqarah [2]: 223).
4. Menggunakan selimut sebagai penutup ketika berjimak
Saat berhubungan suami-istri, dianjurkan untuk memakai penutup seperti selimut. Hal ini sebagaimana hadits dari 'Atabah bin Abdi As-Sulami sebagai berikut:
"Apabila kalian mendatangi istrinya [berjimak], hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar," (HR. Ibnu Majah).
5. Memakai gaya berhubungan badan yang tidak melanggar syariat
Saat berhubungan badan, suami-istri diperbolehkan menerapkan berbagai gaya. Namun, Islam melarang keras berhubungan badan melalui dubur (lubang kotoran).
Dari Abu Hurairah Ra., Rasulullah Saw. pernah bersabda sebagai berikut:
“Dilaknat orang yang menyetubuhi wanita di duburnya,” (HR Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasai).
6. Boleh dikeluarkan di luar kemaluan istri ('azl)
Beberapa pasangan kini sering kali menggunakan alat kontrasepsi (seperti kondom) atau mengeluarkan air mani di luar kemaluan istri untuk menghindari kehamilan. Hal tersebut diperbolehkan dalam Islam sebagaimana riwayat hadis dari Jabir Ra. sebagai berikut:
"Kami melakukan ’azl di masa Rasulullah Saw. dan Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya," (HR. Muslim).
7. Membaca doa setelah berhubungan suami istri
Suami-istri dianjurkan untuk berdoa setelah berhubungan intim. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Al-Ghunyah li Thalibi Thariqil Haqqi Azza wa Jalla menuliskan doa yang dapat dibaca setelah berhubungan badan:
بِسْمِ اللهِ الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ مِنَ المَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصَهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيْرًا
Arab Latinnya: Bismillah. Alhamdulillâhilladzî khala minal mâ’i basyarâ, faja‘lahû nasaban wa shahrâ, wa kâna rabbuka qadîrâ.
Artinya: "Dengan nama Allah, segala puji bagi-Nya yang telah menciptakan manusia dari air, lalu menjadikannya sebagai keturunan dan kekerabatan. Tuhanmu Maha Kuasa.”
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom