tirto.id - Adalah Agnes (50) dan Leo (53), pasangan suami istri yang merupakan mantan karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang terimbas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pasca Sritex dinyatakan pailit. Setelah Sritex dinyatakan tutup pada 1 Maret 2025 lalu, Agnes memilih untuk tidak bekerja, sedangkan suaminya, Leo bekerja serabutan membantu tetangga yang membutuhkan bantuan tenaga.
“Saya nggak (kerja) sudah umur 50. Kalau yang muda-muda masih bisa cari kerja lain,” ucap Agnes saat ditemui Tirto di kediamannya di daerah Tipes, Surakarta, Rabu (30/4/2025).
“Kerjanya apa adanya, yang bisa dikerjakan. Kalau ada tetangga yang membutuhkan (bantuan), yang bisa saya kerjakan ya dikerjakan,” Sahut Leo.
Menjadi Bagian dari Sritex
Leo telah terlebih dahulu menjadi karyawan Sritex dibanding dengan istrinya, Agnes. Leo memulai karirnya di Sritex pada tahun 1994. Kemudian, pada tahun 2014, ia memutuskan untuk keluar karena beralih jadi penyedia jasa antar jemput anak sekolah. Setelah 9 tahun menjalani profesi tersebut, akhirnya pada 2023, ia kembali bekerja di Sritex di bagian finishing produksi.
Dengan suara yang lirih, Agnes juga menceritakan bagaimana ia bisa bekerja di perusahaan yang berada di Sukoharjo tersebut. Awalnya, Agnes bekerja di Sritex pada tahun 1998 karena diajak suaminya. Saat itu, ia bekerja di bagian garmen. Setelah beberapa tahun, Agnes terpaksa keluar dari Sritex setelah melahirkan dan memilih untuk mengurus anaknya.
Melihat ada peluang untuk bekerja di Sritex lagi, akhirnya, pada 2008, Agnes memutuskan untuk kembali melamar dan berhasil menjadi bagian dari Sritex di bagian finishing operator. Agnes juga mengungkap, selama kurang lebih 17 tahun menjadi bagian dari Sritex, ia merasa senang karena dapat bertemu dengan banyak teman. Hubungan para karyawan dengan atasan pun terjalin dengan baik, katanya.

“Cuti gampang, keselamatan kerja ada, hubungan dengan teman-teman lain dekat, kalau hubungan dengan atasan, ya biasa, mengenal karena sering ke lapangan ngajak ngobrol,” ungkap Agnes.
Hal senada juga dikatakan oleh Leo. Ia merasa senang dengan kesolidan antar karyawan dan suportifnya atasannya.
Masih Menuntut Haknya
Namun, semua perasaan itu seketika hilang ketika mereka mendengar kabar bahwa tempat mereka mencari nafkah akan pailit dan terancam di-PHK. Agnes menyebut, satu bulan sebelumnya, para karyawan telah diberi tahu terkait kondisi perusahaan. Setelah pemberitahuan tersebut, Agnes teringat bagaimana suasana di tempat kerja saat itu. Agnes bercerita, ia dan teman-temannya hanya bisa saling menguatkan.
“Ramai, pada bingung. Sebulan sebelum sudah ada kabar mau tutup dan meminta yang ada di dalam (stok) harus bisa keluar (habis). Ya, cuma pada bilang ‘yang sabar’,” kata Agnes mengutip perkataannya dan teman-temannya saat itu.
Saat itu, yang ada di pikiran Agnes dan Leo adalah bagaimana membiayai anaknya yang yang masih berkuliah. Agnes dan Leo memiliki dua orang anak, yang pertama sedang mencari pekerjaan, sedangkan anak keduanya masih berkuliah di salah satu perguruan tinggi di Solo.
“Waktu dikabarin pailit agak khawatir, apakah benar-benar PHK, Kalau nggak (PHK), kan bisa lanjut (bekerja) kembali. Tapi kenyataannya (kena) PHK,” ungkap Leo.
Agnes dan Leo juga mengungkap bahwa sampai saat ini, PT Sritex belum memenuhi tanggung jawabnya untuk memberikan tunjangan Hari Raya (THR) dan pesangon kepada ribuan karyawannya.
“Aset belum terjual. Pesangon dan THR belum keluar. Koperasi itu kan, uang karyawan, ya ada yang belum transfer, yang sisa juga belum dikasih. Sampai sekarang belum ada kelanjutannya,” beber Leo. “Tiap hari menuntut di grup. Tiap hari pasti ada komen-komen,” lanjutnya.
“Kita hanya nuntut THR, pesangon sama uang koperasi tapi SPSI dan satgas koperasi diem aja. Maunya gimana,” sahut Agnes.
Padahal sebelumnya, di bulan Maret lalu, pihak Sritex berjanji akan memenuhi hak karyawannya. Beberapa hari setelah pailit, terdapat kabar bahwa Sritex akan dibuka kembali. Terkait hal ini, Agnes menyebut sudah ada beberapa temannya yang menandatangani kontrak tersebut, namun dari pihak Sritex belum ada kepastian lagi.
“Teman-teman sudah ada yang tanda tangan kontrak karena dengar kabar akan buka lagi. Tapi mereka disuruh menunggu karena belum ada kepastian,” kata Agnes.
Agnes dan Leo berharap untuk segera mendapat kabar dari pihak kurator terkait kontrak baru yang dijanjikan supaya mereka bisa kembali bekerja.
“Mintanya supaya bisa kembali kerja meskipun beda perusahaan,” pungkas Leo.
Menunggu Hasil Lelang
Terakhir, Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang, mengatakan pelelangan PT Sritex masih menunggu hasil dari kurator.
"Pengumuman lelangnya nanti tunggu kurator ya," kata Agus kepada wartawan di rumah Bahlil, Jakarta Selatan, Senin (31/3/2025).
"Belum, harus yang pasti kalau enggak salah dilelang," ucap Agus.
Sebelumnya, anggota Komisi IX DPR RI, Zainul Munasichin, mengusulkan agar pemerintah mengambil alih PT Sri Rejeki Isman melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau lewat Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Menurut dia, hal ini sebagai bentuk pertanggungjawaban dan peran pemerintah dalam konteks industri sandang.
“Kita minta nanti tanggung jawab dari negara, dari pemerintah untuk mengambil alih industri yang sangat strategis soal sandang. Apakah mau investor swasta atau mau dibikinkan BUMN, apakah mau pakai Danantara, tapi yang pasti negara harus hadir dalam konteks industri sandang,” kata Zainul dalam RDPU dengan Komisi IX DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (4/3/2025).
Dia berpandangan bahwa pemerintah sebaiknya menjadikan industri sandang sebagai bagian dari cabang industri tekstil yang strategis, di mana pada amanat konstitusi harus dikuasai oleh negara.
Penulis: Adisti Daniella Maheswari
Editor: Farida Susanty
Masuk tirto.id


































